Jeda

Daftar Isi Postingan [Tampilkan]
      Kira-kira sepuluh jam yang lalu sebuah nomor tak dikenal menghubungiku. Sepuluh tahun yang lalu aku pun tak pernah menyangka hidupku jungkir balik. Rambut dicat, pemberontak, nilai anjlok dan punya tatto, jika yang terakhir itu aku sungguh bisa membuatnya di tangan kiriku andai tak dilarang agama. Aku mau jadi jenius, jadi tolol atau jadi gila tak ada yang peduli. Hidup yang kukira akan mulus-mulus saja ternyata salah, dari mudah jadi susah. Yang dulu kurasa dapat dilalui dengan sekedip mata, sekarang harus diawali tangis dan takut. Tak pernah ada hari yang tenang, kalau tenang itu mati. Tapi kesulitan selalu datang dengan pelajaran hidup yang berharga.


     Lalu di SMA itu aku bertemu Tini, orang yang mengubah cara pandangku terhadap dunia atau terhadap Tuhan. Dia biasa saja, tapi kaya, yang membuat gadis sepertiku selalu lara hati jika melihatnya bisa pegang apa yang dia mau. Aku semakin geram saja dengan Tuhan, mengapa aku diciptakan, kenapa tak jadi capung. Tapi Tini tak sombong, dia mau saja berteman dengan si payah aku. Sebelum bertemu Tini aku tak percaya pada siapapun, termasuk Tuhan lagi-lagi, yang aku marah, memaki, salahkan Tuhan tapi aku dikasih esok hari dan belum mati. Ajaib.


     Aku yang pendendam juga benci Tini pada awalnya, dia cantik aku sebaliknya, dia sudah punya 3 mantan pacar sementara aku masih melajang, itu membuatku benci kaum lelaki. Tini mungkin orang tepat yang Tuhan kirim untukku, dia tau aku orang yang kurang kasih sayang, galak tapi rapuh dan Tini bersedia menjadi temanku. Di dunia ini tak ada yang namanya kebetulan dan satu teman (atau Tini) saja cukup. Karena sepedih menjadi manusia ketika dirinya berteman dengan kesepian. Selain itu aku juga sering apes, Tini tahan saja dengan apesku. Mungkin saja nanti aku masuk Surga, tapi karena apes dan salah jalan ke Neraka.

     Aku dan Tini seperti tumbuh bersama dalam hitungan tahun, mengalami fase perubahan emosi yang deras menuju dewasa. Dia temaniku memaki dan berandai-andai aku pahlawan, akupun temaninya menangis. Sejak kecil aku tak punya cita-cita, disaat yang lain teriak "Dokter!" "Guru!" "Arsitek!" andai dulu aku bisa teriak "Intel! Stiker laptop." Sisanya aku berpikir, tentang hidup, tentang kenyataan dan betapa otak manusia tak bisa menampung semuanya. Terkadang aku yang tak suka banyak omong seperti Tini membuat canggung, memang jelas Tini bukan orang sepertiku. Namun suatu waktu aku gendong dia saat acara naik gunung gara-gara keseleo dan dia pinjamkan aku laptopnya untuk tugas. Andai saja waktu itu aku yang keseleo, mungkin aku bukan digendong Tini, tapi juga Pak Mur, karena Tini yang kerempeng hanya bisa bawa ranselku.


     Suatu waktu aku pernah bilang ke Tini, kalau nanti aku mati, aku takut sendiri lagi, sepi lagi, tak ingat siapa-siapa, kalaupun ketemu Tini lagi mungkin Tini di Nirwana, aku reinkarnasi jadi pohon asem dan aku tak meninggalkan apa-apa kecuali ijazah yang barangkali bakal lapuk. Tapi itu sepuluh tahun yang lalu, sekarang aku sudah bersama orang-orang yang dulu payah sepertiku, supaya mereka tak coba bunuh diri. Dan Tini, rindu benar aku. Dari dulu kami jarang komunikasi kecuali "Tolong bawa celana". Sekarang dia sudah berjodoh dengan musisi, akupun pernah menyumbang judul, hanya judul.


     Kira-kira dua jam lagi aku sampai di rumah Tini, menurut telepon kemarin, suaminya bilang Tini sekarat dan dia minta aku bikinin teh. Gila benar Tini, macam ABG kesurupan. Tega benar. Sampai rumahnya ternyata Tini sudah payah, napasnya dibantu selang-selang. Terakhir aku kerumah Tini belum semegah ini, kaya juga dia. Aku menghampiri Tini seperti dulu mengajaknya memasak, dan gosong. Aku tak perlu susah payah menunggu Tini sekarat berhari-hari sampai dia benar-benar membuat suaminya duda. Teh itu akhirnya tak pernah dibuat, Tini yang tinggal tulang itu bilang betapa dia senang berteman denganku, betapa sakit, bukan karena sakitnya tapi dia harus pisah dengan aku. Aku juga balas bilang, aku juga sebenernya takut, selama ini aku sering berdamai dengan sepi. Tapi nanti aku takut ditinggal, bener-bener sendiri. Dan aku juga tak tau, apa kita nanti benar-benar ketemu dan inget satu sama lain. Dan itu pedih. Aku jadi penasaran Tin, akhirnya kita juga akan mati bergantian dengan yang hidup, aku ingin menua dan melihat jaman yang serba canggih, mungkin kita juga bisa bikin robot, tapi aku juga takut gampang lupa, tuli dan akhirnya dilupakan. Tini mengingatkanku pada kata-kata milik Bob Marley “Only once in your life, I truly believe, you find someone who can completely turn your world around. You tell them things that you’ve never shared with another soul and they absorb everything you say and actually want to hear more. You share hopes for the future, dreams that will never come true, goals that were never achieved and the many disappointments life has thrown at you. When something wonderful happens, you can’t wait to tell them about it, knowing they will share in your excitement. They are not embarrassed to cry with you when you are hurting or laugh with you when you make a fool of yourself. Never do they hurt your feelings or make you feel like you are not good enough, but rather they build you up and show you the things about yourself that make you special and even beautiful. There is never any pressure, jealousy or competition but only a quiet calmness when they are around. You can be yourself and not worry about what they will think of you because they love you for who you are. The things that seem insignificant to most people such as a note, song or walk become invaluable treasures kept safe in your heart to cherish forever. Memories of your childhood come back and are so clear and vivid it’s like being young again. Colours seem brighter and more brilliant. Laughter seems part of daily life where before it was infrequent or didn’t exist at all. A phone call or two during the day helps to get you through a long day’s work and always brings a smile to your face. In their presence, there’s no need for continuous conversation, but you find you’re quite content in just having them nearby. Things that never interested you before become fascinating because you know they are important to this person who is so special to you. You think of this person on every occasion and in everything you do. Simple things bring them to mind like a pale blue sky, gentle wind or even a storm cloud on the horizon. You open your heart knowing that there’s a chance it may be broken one day and in opening your heart, you experience a love and joy that you never dreamed possible. You find that being vulnerable is the only way to allow your heart to feel true pleasure that’s so real it scares you. You find strength in knowing you have a true friend and possibly a soul mate who will remain loyal to the end. Life seems completely different, exciting and worthwhile. Your only hope and security is in knowing that they are a part of your life. 


     Aku ndongeng hingga Tini terlelap, entah kapan. Seharusnya orang bakal ngomong yang enak-enak didekat orang sekarat. Tapi Tini pasti tau aku yang sebenarnya, jadi aku tak perlu malu. Aku berhasil tak menangis seperti janjiku dulu, kalau Tini meninggal aku tak bakal nangis. Tapi aku juga tak tahan saat dia ternyata benar-benar hijrah, setidaknya Tini tak melihat, sekalipun melihat, Tini tau siapa aku. Tini sudah selesai menemaniku, aku juga sudah selesai. Namun teman imajinasi macam Tini tak pernah benar-benar meninggalkanku, betapapun buruknya aku.

Tidak ada komentar

Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.