Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Daftar Isi Postingan [Tampilkan]

     Dalam hidup, kita telah bertemu dengan banyak orang, ada yang berkesan, ada pula yang terlupakan atau bahkan kita yang terlupakan begitu saja. Kemudian, saya bertemu Pak Wariyo, salah satu orang yang antimainstream menurut saya, karena beliau masuk dalam daftar orang-orang yang berpengaruh dalam kehidupan saya, dan tentu saja, tidak pernah saya lupakan.

     Beliau adalah sang guru, saya mengetahuinya sejak saya menjadi murid kelas satu sekolah dasar. Kemudian, saya akhirnya diajar olehnya pada saat kelas 5, yang sebenarnya beliau biasanya mengajar kelas 6. Saat diajar olehnya begitu menyenangkan dan mudengi, seperti kebanyakan guru SD akan menghandle semua mata pelajaran kecuali Bahasa Inggris, Pendidikan Agama, Komputer dan Olahraga. Meskipun bertemu setiap hari, tak sedikitpun rasa jenuh saya rasakan, atau mungkin saya lupa.

     Beliau berperan sebagai guru dan ayah yang mempunyai wajah menenangkan, dan lagi-lagi jarang ada guru yang seperti beliau.  Saya jarang cocok dengan guru, namun saya betah diajar beliau yang tidak membeda-bedakan murid, jadi tidak ada murid yang terdiskriminasi. Tidak ada murid yang paling pintar atau bodoh. Dengan sabar dan tekun beliau mengajarkan kami macam-macam materi. Mengajarkan kami sampai seakan kami bisa menguasai dunia, tidak ada murid tertinggal yang terlampau jauh, iya, semuanya bisa. Beliau yang berhasil membuat jidat saya kelihatan di foto ijazah ini punya cara sendiri dalam mengajar, yaitu menggunakan hafalan seperti mejikuhibiniu, contohnya nama-nama planet disingkat menjadi mevebumayusauneplu, nama-nama bangun ruang tapri mangan kebo, atau apa saya lupa.

     Kelas 5 juga masa-masa lomba antar Kecamatan atau Kabupaten, sekolah sayapun aktif mengirimkan calon-calon juaranya (banyak yang gugur), ada yang berkelompok seperti gerak jalan, dokter kecil. Ada pula yang individu, seperti mata pelajaran. Saya pernah ikut gerak jalan (jangan ditanya, kalah) pada waktu latihan pernah mampir ke rumah Pak Wariyo, beliau dengan ramah menyambut kami, mempersilahkan kami yang kucel-kucel ke dalam rumahnya. Saya juga pernah ikut lomba Bahasa Jawa (satu paket, ada mata pelajaran, pidato, geguritan, macapat) sebagai tunjukannya beliau. Iya, saya yang tidak terkenal tiba-tiba saja ditunjuk, padahal saya bukan orang yang sering dikirimkan untuk lomba. Dari sinilah, saya tahu, sekali lagi beliau adil, melihat potensi semua murid. Bukan hanya yang menonjol saja. Dengan latihan apa adanya dan belajar mandiri dengan waktu beberapa hari, akhirnya saya berhasil juara 4, kecewa sih. Tapi tak apa, senyum sumringah tetap terpancar di wajah beliau. Saya lomba diantar beliau menggunakan sepeda moto merahnya, seperti murid-murid lomba mata pelajaran yang lain pada umumnya. Pulangnya dapet bakso gratis. Lumayan.

     Kemudian, kami naik ke kelas 6. Pak Wariyo yang setahun lampau memutuskan untuk menjadi kelas 5 ikut bersama kami, karena prestasi kelulusan yang kurang maksimal pada kakak kelas saya, jadi saya diajar beliau selama 2 tahun. Mungkin, kesempatan ini hanya dialami oleh angkatan saya, dan beruntung sekali.

    Di kelas 6, beliau membuat pertemuan dengan orang tua murid sebulan sekali untuk membahas perembangan murid, iuran-iuran untuk keperluan murid dan segala macam. Lalu ada les setiap sore, yang saya ingat beliau dibayar secara sukarela oleh orang tua murid, jadi beliau sama sekali tidak meminta bayaran. Jika ada yang tidak masuk les, Pak Wariyo bak pacar yang overprotective, bakal ditanya kenapa? Sudah sembuh belum? Dan segelintir pertanyaan lainnya. Sebelum les, beliau memimpin kami ke Masjid untuk shalat berjamaah. Beliau juga selalu membawa makanan untuk kami, gratis. Makanannya pun nggak cuma-cuma, enak men.  Saya juga masih ingat, jika ada siswa yang belum paham, beliau membawa mereka, sebut saja The Boys (3 anak) ke rumah beliau untuk menginap selama satu hari dan gratis-tis, kemudian diajak juga ke pasar malam. Beliau juga memberikan siswa teladan pada teman saya Arif, yang semasa SD sangat baik, tidak sejail-jail cowok dimasanya, yang berhasil terlihat oleh beliau.

     Hingga akhirnya, kami lulus dengan nilai yang baik. Mungkin karena 2 tahun mateng oleh beliau. Tidak ada yang tidak lulus. Beberapa melanjutkan ke sekolah menengah. Betapa berat berpisah dengan guru yang menurut saya mirip pahlawan nasional D. I Pandjaitan. Dengan membawa ilmu yang telah didapat, saya pun pindah, merelakan bangku SD yang menyenangkan, menuju SMP idaman yang alay dan pula mengasyikan. Dengan harapan beliau selalu berhasil meningkatkan prestasi SD saya.

     Saya selalu heran, mengapa orang baik selalu tertimpa hal buruk, hal buruk ya, bukan kesialan seperti saya. Baru beberapa bulan berada di bangku SMP, saya mendapat berita beliau mengalami kecelakaan parah, yang mengakibatkan kemampuan fungsi otaknya berkurang. Sedih, mengapa harus beliau? Apakah tidak cukup dengan mengajar puluhan sifat setiap hari? Apakah tidak cukup hitam di kantung matanya? Tidak cukupkah beban 'harus meluluskan semua muridnya? Adik kelas saya, yang belum begitu dekat dengan beliau pun merasa perih. Apalagi saya, lebih perih lagi saat saya dengar beliau dipindahkan sekolah, karena beliau mengajar kadang salah tulis. Namun, saya yakin, beliau tidak akan protes, karena beliau pun pasti tau, ada sesuatu yang baik setiap peristiwa.

     Namun, sekarang saya belum mengetahui kabar beliau, tampaknya harus segera silaturahmi. Semoga selalu dalam lindunganNya.  Beliau adalah pahlawan saya selain Bapa dan Mama. Memang benar, guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Memberikan ilmunya kepada muridnya, calon-calon orang-orang berguna. Disini, masih ada, murid Pak Wariyo, yang sedang berusaha mencapai kesuksesan. Hasil didikan bapak, tidak akan hilang begitu saja ditelan massa. Dan semoga, saya salah satu dari mereka, saya nggak mau, saya menjadi tidak berguna, mungkin bukan sekarang, namun suatu hari nanti.

Tidak ada komentar

Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.