ISoLLING 2019: Challenges and Opportunites for Digital Literature

Daftar Isi Postingan [Tampilkan]


Halo, apa kabar?

Sabtu, 13 Juli 2019 lalu saya mengikuti ISOLLing 2019 (International Seminar on Literature and Linguistics dengan tema Industry 4.0: Challenges and Opportunites for Digital Literature yang diselenggarakan oleh Fakultas Sastra, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Sabtu yang random, sebetulnya karena tiba-tiba saja pagi memutuskan untuk datang ke sini tanpa rencana, alias bayar di tempat juga. Sejauh ini seminar termahal yang pernah saya ikuti saat ini, tapi setelah mengikuti sampai akhir emang worth banget, penuh gitu dari jam 8 pagi sampai jam 3 sore. Udah kaya kuliah, lagian kan semester ini nggak ambil mata kuliah jadi seneng banget bisa bahas mengenai language & literature ini. Pun, dengan tema yang menarik karena lagi-lagi mengusung revolusi industri 4.0, di mana-mana ada akan dan saya mencoba mengambil insight dari perspektif sastra dan bahasa.

isoling 2019 ump


Pembicaranya ada 6 yaitu Prof. Dr. Mohd Nazri dari Universitas Zaenal Abidin Malaysia, Hywel Coleman dari Leeds University, Shuri M Gietty Tambunan, Ph. D. dari Universitas Indonesia, Prof. Martin Ebner,Ph. D dari Graz University of Technology, Luthfie Arguby Purnomo dari IAIN Surakarta, dan Khristianto dari UMP sendiri. Dari 6 pembicara itu tentu saja membuka banyak perspektif mengenai digital literature dan memaaang ya ternyata ilmu itu luas banget. Satu jenis ilmu aja bisa nyabang ke mana-mana, karena hidup sendiri juga berdinamika dan memungkinkan ilmu-ilmu yang baru tumbuh dari sana.

Sesi pertama diawali sama bahasan dari literature field dulu, kebetulan banget jurusan yang menjadi minat saya. Yang pertama ada Mohd Nazri tentang Enchancing Critical Thinking in Digital Literature. Ini kaya ngulang kuliah di kelas-kelas sih tapi saya tetap antusias mengikuti, bagaimana prosa, puisi itu terbentuk, bagaimana lambang dan simbol-simbol dalam teks yang membawakan pesan. Mempertegas lagi sebenernya sastra dipelajarin buat apa sih? Atau apa aja sebenernya manfaat memelajari sastra? Banyak dong, bisa melatih berpikir kritis karena memahami pola, belajar budaya yang berbeda-beda, sampai pada tahap empati. Gampangnya kemudian, kamu pasti bisa bedain bagaimana orang yang terbiasa banyak membaca dengan yang masih kurang. Betul?

 Terus dapet insight juga kalau kamu pengin ngerti bagaimana indahnya sebuah bahasa tidak hanya sebagai fungsi, maka bacalah karya sastra. Baru tau juga kalau di Malaysia belajar sastra ya artinya belajar sastra yang dari Eropa, macam Shakespeare gitu aja. Beda kalau di Indonesia sama Jepang yang punya karya sastranya sendiri, makanya ada ilmunya juga. Ah, bangga nggak tuh?

Sesi pertama dilanjut dengan Hywel Coleman yang membahas mengenai “Apakah literasi masih relevan pada zaman industri 4.0?”, dan Gietty dengan bahasan Digital Literacy & Empowerment: Social Media Analysis in the Humanities. Kemudian break, dan dilanjut dengan Martin Ebner, Ph. D (webinar) mengenai aplikasi MOOC platform, Luthfie Arguby Purnomo mengenai Lucid Linguistics: Making Sense of Gaming Language yang ternyata peran bahasa dan decision making bisa berpengaruh dalam game, dan yang terakhir dari Khristianto dengan keunikan peggunaan Bahasa Jawa dalam digital marketing. Karena kalau semua ditulis di sini nggak bakal nyukup, maka saya akan mengambil yang sedang paling relevan dipelajari oleh saya yaitu oleh Shuri Mariasih Geitty Tambunan yang fieldnya ada di Cultural Studies dan membahas mengenai media.

shuri m gietty

Pas awal, Ms Gietty ngasih beberapa celetukan yang anak sasing banget. Kaya gimana being an english literature student means ruining your daily-fun because when we watch the movie, instead of enjoying, we tend to think and analyse: is it psychoanalysis theory, feminism, or postcolonial? Hahaha. Bener banget! Lanjut, menyoroti media dan literasi ini menjadi perhatian yang menarik Gietty. Penelitiannya juga nggak jauh-jauh dari media sosial dan apa sih yang sedang terjadi, pesan apa sih yang sedang diudarakan, sejauh mana sih pengguna ini membentuk identitas dari media sosial.

Yang disoroti ya nggak jauh-jauh kaya penggunaan hashtags, saya baru tahu pernah ada challege falling star yang kemudian didekonstruksikan demikian rupa di Indonesia. Kamu pernah denger challenge ini nggak?

Hoaxs juga disoroti dalam seminar kemarin, udah pasti dong karena sebenarnya pengguna media sosial itu bisa menggunakan digital literacy dalam penggunaanya. Nah, kan justru itu yang jarang, dan banyak yang rawan korban akan hoax itu. Penasaran nggak sih kenapa hoax itu ada terus dan ada aja yang kemakan? Terus kenapa cepat sekali menyebar? Jadi hoax itu pakainya emang pendekatan emosi, menggunakan perasaan. Perlunya digital literacy ya ini, biar dapet infonya nggak simpang siur dengan menyelam lebih dalam lagi info yang diterima, bukan menerima secara mentah. 

Setuju nggak kalau media sosial ini bisa empowering maupun disempowering? Menarik banget kalau mengkaji lebih dalam tentang media ini. Dalam kesempatan itu saya juga bertanya, iya dong kudu nanya biar paham dan nggak sia-sia dateng nyahaha.

International Seminar on Literature and Linguistics 2019 Purwokerto

Media sosial ini kan bisa ya buat aktualisasi diri, tiap hari arus informasi ada banyak sekali. Selain itu bisa juga buat mengubah perilaku atau kebiasaan berdasarkan informasi yang dibaca atau dikonsumsi. Dampak burunya sendiri juga ada kaya insecure, khawatir berlebih, atau mengubah gaya hidup menjadi hedon karena meniru lifestyle. Kemudian, untuk digital literacy adakah semacam kiblat tersendiri, apakah pada konten-konten pebisnis, artis, atau yang lainnya?

Jawabannya, nggak ada kiblat tertentu dong. Memang, you are what you read jadi nggak hanya sekedar baca namun menganalisis yang kemudian dapat melatih berpikir kritis. Keep on curious to many things! Caranya tentu saja dengan membiasakan banyak membaca buku fisik, jangan kecanduan dengan digital saja.

Peserta ISOLLING 2019 ini nggak cuma mahasiswa S1 aja tapi mahasiswa pascasarjana, dosen, akademisi, guru, pegiat bahasa dan sastra yang ada di Purwokerto dan sekitarnya. Anyway, tahun 2019 kamu sudah baca buku apa saja?
***

12 komentar

  1. Wah saya juga seneng banget nih Mbak kalau ada kegiatan seminar seperti ini

    BalasHapus
  2. Asik ya seminar-seminar literature begini, nambah wawasan meski kadang pembahasannya cukup berat.. aku seneng lho yang beginian. Thanks ya udah sharing

    BalasHapus
  3. Ini acara menarik banget kayaknya. Menurut saya tetep salah satu pekerjaan yang tak tergantikan di era 04 ini ya, menulis karena hanya manusia yang bisa nulis. Apalagi menulis karya sastra

    BalasHapus
  4. 2019 belum ada satupun buku yang aku baca tuntas
    hiks
    mungkin minggu depan baca minimal satu deh, siapa tahu dapat inspirasi menulis

    BalasHapus
  5. Klw acara seminar pasti banyak ilmu-ilmu yg didapat dan menambah wawasan lagi.
    Andai klw aku ada dikampung, dan diundang pasti akan hadir.
    Dari kampung halaman ke univ muhammadiyah purwokerto dekat bgt.
    Aku juga asal purwokerto, desaku pliken, kec.kembaran...

    BalasHapus
  6. Kalimat penutupnya nampol banget, sampe agustus ini aku belum banyak baca buku hiks. Sampai malu. Padahal bener banhet ya, you are what you read

    BalasHapus
  7. Media sosial harus digunakan dengan bijak, tapi sekarang malah jadi ajang menyerang dan hoax bertebaran miris banget jadinya. TPi semoga dengan banyaknya seminar seperti ini mereka sedikit melek dan bisa memilih dan memilah mana yang benar dan tidak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa ikutan seminar literasi seperti ini memang bagus dan mengasyikkan ya mbak. Bisa nambah ilmu baru juga

      Hapus
  8. Nah bener banget seharusnya diperbanyak workshop maupun talkshow tentang Digital Literature untuk membekali penggiat media sosial mencapai revolusi industri 4.0 ini. Supaya berita hoax dan informasi simpang siur bisa dikendalikan

    BalasHapus
  9. Wah seminarnya seharian banget ya mbak, pasti padat bergizi deh materinya.. Seminar litwrasi begini emang menarik banget ya

    BalasHapus
  10. Lebih sering baca e-book dan blog kak. Maklum sekaranh kan era digital..

    Btw itu materi seminarnya dekat banget ya dengan keseharian kita sebagai blogger. Literasi digital memang harus digalakkan*

    BalasHapus
  11. Iyap, media sosial bisa membantu untuk aktualisasi diri, tetapi jelas ada rem nya. apabila berlebihan maka justru kita sendiri akan jatuh ke kecenderungan yang tidak sehat.

    BalasHapus

Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.