Jika suatu nanti kita berpisah
Maka beritahu aku
Hari di mana kamu merasa bahagia.
Jika lengan kita tak lagi saling memeluk
Beri tahu aku suatu hari nanti
Sanggupkah dia membahagiakanmu
Jika kau sudah tak lagi bersamaku
Mari kita berjumpa kembali
Dan melihat, siapa yang lebih tabah menanggung duka.
.
(Danis Syamra : Jika Suatu Hari Nanti. 18/09/15)
Maka beritahu aku
Hari di mana kamu merasa bahagia.
Jika lengan kita tak lagi saling memeluk
Beri tahu aku suatu hari nanti
Sanggupkah dia membahagiakanmu
Jika kau sudah tak lagi bersamaku
Mari kita berjumpa kembali
Dan melihat, siapa yang lebih tabah menanggung duka.
.
(Danis Syamra : Jika Suatu Hari Nanti. 18/09/15)
***
Semua orang pernah mengalami patah hati. Semuanya. Tanpa terkecuali.
Katanya, patah hati terhebat adalah ketika kita orang
terdekat kita pulang pada darimana dia berasal, patah hati yang sangat hebat
dimana rindu tak akan berbalas. Selamanya.
Namun patah hatiku berbeda, Sayang. Tak sehebat itu, namun
tetap akan kuceritakan, agar rasa itu turut memudar dalam tulisan.
Kamu
tahu Song Yi Kyung? Pecinta drama korea pasti akan tahu kalo Song Yi Kyung
adalah sosok wanita yang hidupnya begitu datar selama 5 tahun, tanpa senyum, bangun,
makan, kerja, tidur, cara jalannya pun seperti zombie, pucat, lemas, tanpa gairah hidup, dan tanpa teman.
Penyebabnya? Kekasih dan sekaligus kakak, sahabat dan pelindungnya meninggal
karena kecelakaan, Song Yi Kyung terpisah dari ibunya pada waktu kecil dan
berakhir di panti asuhan. Di panti itu Yi Kyung bertemu Yi Soo, sang pelindung.
Dari kecil mereka bersahabat dan akhirnya menjadi sepasang kekasih saat kuliah.
Mereka kesusahan, Sayang. Namun mereka bahagia, karena berjuang bersama.
Kembali
ke Song Yi ‘zombie’ Kyung, menjalani
hidup selama 5 tahun seperti itu terdengar mengada-ngada dan sangat fiksi,
sampai kemudian aku mengalaminya sendiri. Aku pernah menjadi gadis paling
bahagia di muka bumi, duniaku dan dunianya bersatu. Banyak orang yang ingin
berganti posisi dengan kita. Kita berdua sama-sama memiliki senja, sama-sama
menyukai prosa dan sama-sama memiliki cita-cita yang besar. Kupikir kita akan
baik-baik saja, sayangnya, aku yang terlalu yakin. Kemudian hari ketika itu datang.
“Aku pikir, kita jadi teman saja. Bukan aku berhenti mencintaimu, namun
memang sebaiknya seperti itu.”
Pesan singkatmu, kala itu. Tanpa penjelasan apapun lagi, dan langsung menghilang.
Aku
kalut, Sayang. Namun aku tak bertanya, kenapa? Aku mengiyakan saja meskipun aku
masih ingin bersamamu. Mungkin dari sinilah kau merasa aku tak mengejarmu lagi,
tak benar-benar menyayangimu. Aku tak memaksamu untuk berdiri bersamaku,
berbagi dunia bersamamu. Dan ketika kamu memintaku untuk pergi, aku
melepaskanmu. Namun hatiku tidak, Sayang. Kata-katamu ambigu dan perempuan butuh berkali-kali kepastian untuk
diyakinkan.
Kupikir,
kamu masih menungguku di ujung jalan. Aku menunggumu dari senja ke senja, dan jalan beraspal tempat kita sambangi dulu, yang tak akan pernah sama lagi. Melihat segala linimasamu dalam
diam hanya memastikan kau sehat-sehat saja. Aku menunggu lama, Sayang, sangat
lama, sampai seluruh badan pegal hanya memastikan kamu akan kembali. Dan kamu tak kembali, aku bukan rumahmu. Aku kelimpungan, aku tak peduli dengan diriku
sendiri lagi. Aku lupa dengan ambisiusku, menjadi kelabu. Aku kalah dan abai
atas diriku sendiri. Aku kecewa. Kamu jelas-jelas telah pergi, bahkan sebelum
aku menatap kedua matamu, mencari jawaban di dalamnya. Nyatanya, bukan tanganku
lagi yang kau genggam, bukan aku lagi yang kau kejar, kau berhenti mencintaiku,
menanyakan kabarku saja, tidak. Aku semakin sulit membagi percaya dan duniaku
pada sekitarku. Aku masih bertanya, kenapa?
Perempuan diciptakan begitu unik dan kuatnya,
Sayang. Namun mereka juga rapuh. Akupun begitu, mati-matian menyerok langkah-langkah menyedihkanku, berusaha bisa
tanpamu, aku tak mau menjadi lemah dan menyedihkan, membuktikannya padamu, aku
bisa. Aku tahu caranya menghargai diriku sendiri, aku tak menyakiti diri
sendiri dengan luka. Karena luka menganga dalam hati sudah lebih dari cukup.
Namun kau tak pernah menengok. Aku ini siapa, Sayang? Fatamorgana di matamu?
Ilusi.
Sudahlah,
kita hanyalah arsip lama. Kamu adalah puisi yang tak dapat kutulis, cerita yang
tak dapat kusentuh, dan hidup yang tak dapat kuraih. Tak apa-apa, Sayang. Terimakasih, aku belajar. Maaf, mungkin saja
aku mengecewakanmu. Bahagiakan perempuanmu, lindungi dia dan bahagiakan dirimu. Dan tolong, karena aku tak akan menulis tentangmu lagi dan aku sudah terlampau peduli padamu, patah hati ini cukup aku saja, jangan perempuan
lain. Kepadamu, masa laluku.
***
Write a comment
Posting Komentar
Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.