Daftar Isi Postingan [Tampilkan]
Judul Buku : NETIZEN
Penulis : W.N Ragman, Denny Herdy, Edi AH Iyubenu, Fina
Lanahdina, Kevin Arnando, Kurnia Gusti
Sawiji, M Hasbi AS, Pramasti Sisimaya, Redy Kuswanto, Rifan Nazhif,
Rizky Angga N, Rusmin Nuryadin Abizz
Proofreader : Dang Aji
Desain Cover : Wirastriaji
Tata Letak dan Layout : Susilo
Ilustrasi Gambar : Wirastriaji
Penerbit : UNSApress
Cetakan Pertama : Desember 2014
Jumlah Halaman : vi+104 hlm
ISBN : 978-602-711-763-1
Genre : Sastra/Kumcer
Harga : Rp 36.000,00.
Sinopsis :
Keduabelas cerpen di dalam buku ini mengusung tema yang sama
yaitu Urban. Konflik yang terjadi pada kehidupan metropolitan ternyata memiliki
keanekaragaman cerita yang menarik karena dipotret dari sudut pandang berbeda
oleh para penulisnya. Mulai dari kegandrungan seorang wanita terhadap media
sosial, kesepian seorang lelaki di tengah hiruk pikuk kota, realitas seorang
istri yang harus bekerja menafkahi suaminya, sampai kisah merana seorang Satpol
PP dan seorang waria dalam memperjuangkan cita-cita dan cinta. Semuanya disuguhkan
dengan gaya dan teknik menulis cerpen yang menarik sehingga layak diberi label
sebagai pemenang Cerpen Pilihan UNSA 2014.
“Netizen” paling
menonjol, karena ditulis dengan lancar, memiliki elemen komikal dari kehidupan
keseharian, dan menunjukan usaha dalam kebaruan gaya ungkap. – Norman
Erikson Prabu (Juri)
***
Ada
sedikit cerita saat membeli buku ini, Sabtu kemarin karena libur untuk hari
tenang UN, saya dan teman saya ke Gramedia, setelah sekian jam keliling dan
menemukan buku Lukisan Dorian Gray, saya bingung, mau pilih ini atau Netizen
yang harganya terpaut 4rb rupiah. Akhirnya, saya memilih tujuan pertama saya,
Netizen, dengan bantuan karyawan Gramedia, karena saya nggak bisa menemukannya
di rak-rak buku, pembeli pertama, maybe?
Awal pegang Netizen, kesan pertama yang tertangkap adalah
“tipis”, tetapi begitu membukanya, hmm masih aroma buku dan mengingatkan saya
pada cerpen-cerpen yang ada di koran atau majalah Panjebar Semangat. Ada
ilustrasi disetiap judulnya, dan saya sangat suka.
Jangan
berharap menemukan akhir yang bahagia di dalam buku ini, sejalan dengan yang
dipikirkan atau bahkan harapan. Mereka, keduabelas cerita itu berisi tentang
orang-orang dan hubungannya dengan kehidupan perkotaan dan masalah-masalahnya. Disertai
dengan beberapa sindiran halus dalam beberapa cerpen membuat buku ini bukan hanya sekadar berisi cerpen, tetapi
pesan yang tersirat didalamnya. Mungkin setelah membaca buku ini, akan ada
perasaan ngeri, terbuka pikirannya, tergugah, berpikiran “bagaimana jika...”,
atau bahkan senasib? Tapi tenang, cerita ini masih fiksi, atau Anda yang fiksi.
NETIZEN
“Pada suatu sore yang dingin dan basah, Ester Lidya
Kristiningtyas mengumpat sejadi-jadinya; mulai dengan menyebutkan segala macam
binatang yang biasa ditemukannya di kota: keong, udang, buaya, ular,
kalajengking, tikus, kambing, sapi, kerbau, babi, kelinci, panda, kucing,
anjing dan harimau; sampai kepada sejenis "crap" yang akan membuat
ibunya, seorang jemaat yang taat, dengan senang hati menghajarnya.”
Diawali dengan cerpen berjudul Netizen, cerita tentang Lidya
dan media sosial yang bekerja sama untuk memantau “pacar”nya, dengan bahasa
yang ringan dan bisa membuat pembacanya geleng-geleng kepala.
ALAZON
“Aku menyimpan kemarahan seperti memendam perasaan jatuh
cinta.”
Tulisan dalam cerpen ini ditutup dengan “Hidup memang
demikian ganjil dan tidak masuk akal. Itulah sebabnya, aku tidak bisa menjamin
apapun atas kebenaran dari kisah hidup yang ku ceritakan padamu.
Cerpen kedua, tentang seorang lelaki yang nampaknya terjebak
dalam kebimbangan hidupnya sendiri, entah nyata atau tidak, belum ada yang
tahu. Setelah anjing yang menurutnya adalah kakeknya, lalu ditinggal dibawa
kekasih harapannya, yang juga ibunya.
JAM TUA
“Sudah pukul enam. Ah, manusia dan kesendirian, terbenam.”
Sebagian besar orang menginginkan hidup mapan agar kelak
anaknya juga dapat hidup nyaman, apakah hidup hanya seperti itu? Bagaimana jika
ngomong sama jam yang sekian taun dilirik saban hari? Menjadi saksi bisu
perjuangan Anda tidap detiknya, yang detiknya tak pernah mundur kecuali eror,
jam diciptakan agar terus maju meskipun ada kenop pembalik dibelakang, itu
hanya akan tertinggal beberapa menit. Sepi, dirasakan oleh tokoh yang secara
naasnya diaadakan dalam cerpen ini, menunggu buka puasa terakhir dan terjebak
dalam huniannya sendiri.
BERINGIN
“Malam ini seperti
malam-malam di masa lalu. Seorang gadis kecil seusia anak sekolahan
kelas tiga SD terduduk di pinggir jalan, tampak lesu. Ia menolak bergabung
bersama teman-teman sebayanya, bermain meningkahi malam Sabtu. Sebuah buku
terdekap erat di dadanya, sedangkan ia sendiri lupa sudah membaca sampai
halaman berapa.”
Beringin menjadi cerpen favorit saya dalam buku ini,
ilustasinya juga ikut-ikutan menjadi favorit. Cerita seorang Ibu, yang menaruh
harapan kepada anak yang tidak melalui ikatan sah terlebih dahulu. Pada
Beringin, gadis kecil yang baik dan doa dalam namanya, agar disegani orang
seperti pohon beringin. Ada kutipan “Oh
Tuhan, jika sebatang pohon tumbuh ke arah yang tidak diinginkan, bolehkah
menyalahkan sepetak tanah yang membesarkan?” diikuti satu paragraf terakhir
memupuskan harapan.
TAK ADA CINTA LAGI DI
JALAN RAYA
“Pada malam setelah Dodit menerima pemecatan kerja, ia duduk
di taman seperti orang linglung. Pakaian seragam Satpol PP lengkap dengan
sepatu hitamnya yang masih ia kenakan.Ia masih saja memandang surat
pemecatannya. Berulang-ulang.”
Cerita tentang dua insan yang sebenarnya musuh, karena
sama-sama dipecat mereka bertemu di taman, yang satu dipecat pacarnya, yang
satu dipecat kerjaanya, bingung entah kemana. Bertahan di suatu malam, sang
Satpol PP ngobrol asyik dengan Mawar, seluruh bunga di taman ini iri padanya
sebab ia dapat memikat lelaki dalam satu malam. Lagi-lagi, kehidupan yang
menyatukan mereka pada malam itu.
Dan masih ada cerpen lain dengan judul Picardia, Catatan
Kecil Seorang Pelarian, Wanita Dengan Seribu Makian Kekasihnya, Dua Amplop
Merah, Kamu dan Perempuan Bernama Sumi, Wabah, Bang Bang Tut, Biodata
Penulis-ini bukan judul cerpen, skip.
Secara
keseluruhan, bagus meskipun ada cerpen yang intinya hampir sama dan sedikit
membuat bosan, namanya aja bukan novel, karena masing-masing memiliki penulis
yang berbeda, tetapi masih ditulis dengan gaya yang berbeda. Ada beberapa
kekurangan penulisan seperti Pasar tiban (hlm. 40), tauke (hlm. 49), keca (hlm.
59), Tulang-tulangku (hlm. 88) dan orang jujur pasti mati (hlm. 80) ini bukan
typo, tapi sindiran halus.
NETIZEN, tersedia di toko buku.
Tidak ada komentar
Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.