Aku hanya kutu buku.
Tidak lebih.
Tidak lebih.
Terhitung sudah tiga hari mereka
meninggalkanku dan anak-anak ini.
Anak-anak harapan.
Harapan?
Jadi,
mari berbasa-basi dulu, aku Annie Frank, kelas 2 SMA dan juga bekerja paruh
waktu di perpustakaan kota. Aku tidak hanya ingin mengandalkan beasiswa dari
pemerintah, lagipula pekerjaan ini ringan dan aku bisa melakukan kegiatan
favoritku, membaca sepuasnya buku-buku disini. Dulunya aku seorang yatim piatu,
hidup di panti asuhan sejak usiaku baru 2 hari, aku ditemukan begitu saja
dengan kertas bertuliskan nama dan tanggal lahirku di pintu panti oleh salah
satu pengasuh di sini, ya, memang seperti karangan-karangan dalam belasan buku
yang kutemui. Bedanya aku hidup normal, tanpa penindasan, tanpa intimidasi,
karena kami mengalami hal yang sama, berbagi tangis dan bahagia bersama, bagiku
panti ini rumah dan keluargaku.
Beruntung
juga panti ini memiliki perpustakaan kecil, buku-buku dis sini hasil sumbangan
masyarakat dan bantuan orang-orang dewasa penghuni panti ini yang sudah menikah
atau sukses, ini tempat favoritku dari kecil. Semua jenis buku ada disini,
novel, psikologi, fiksi, buku anak-anak, keagamaan bahkan sains. Beberapa kali
aku juga berpikir mungkin orang tuaku adalah orang-orang yang memiliki jabatan
penting yang menyumbangkan buku-buku ini, setiap kali aku bertanya pada
pengasuh apakah ada petunjuk lain mengenai orang tuaku, mereka selalu berkata
tidak.
Hingga
waktu itu tiba-tiba saja panti ini kedatangan beberapa orang dengan seragam
yang aneh. Tak kusangka mereka mencariku dan salah satu dari mereka berbicara
panjang lebar di ruangan tertutup. Menjelaskan bahwa kota ini akan tamat dalam
waktu seminggu karena kegagalan percobaan nuklir di dalam tanah, menjelaskan
bahwa nanti manusia akan segera terkena radiasi
yang fatal dan kematian yang lambat di mulai dari dehidrasi sampai gagal
kinerja paru-paru. Aku bergidik ngeri, ku kira hal semacam ini hanya ada dalam
bentuk tulisan hasil imajinasi liar para penulis. Bahwa di masa depan cucu dari
cucu-cucu kita akan mengalami banyak kesulitan, kelaparan, kanibalisme dan
bahkan sudah bukan seperti manusia lagi. Mereka melanjutkan bahwa hanya aku
orang yang terpilih untuk ikut bersama mereka. Lalu pengasuh Clara datang
membawa surat pernyataan adopsi, tepat sekali saat keadaan sedang hening. Dan aku
akan diadopsi?
Aku
kesulitan mencerna apa maksudnya, kenapa hanya aku? Aku mencoba mencari-cari tanda kebohongan dari
wajah mereka dari buku psikologi yang pernah kubaca, hasilnya nihil. Aku
bernegosiasi agar semua penghuni diikutkan semua. Mereka bilang tidak ada
tempat. Omong kosong apa ini? Aku menolak mentah-mentah dan David, orang yang
menjelaskan semua itu tadi berkata “Annie, ayah tahu kau banyak menderita
selama ini. Jika kau ingin jadi ilmuan seperti ayah, kau harus ikut, bicaranya
nanti saja, ayo, kita kehilangan banyak waktu.”
Ketika
aku bangun esok paginya, aku masih di sini. Bersikap normal, menyapa teman
sekamar yang suka berbagi gosip, Emma, dan bersiap pergi sekolah seakan tak ada
kejadian apa-apa kemarin, seakan baru membaca sebuah novel fiksi ilmiah. Aku
jelas-jelas menolak untuk “diadopsi” dan nampaknya David itu tidak terlalu
memaksakan kehendaknya, teman-temannya juga tak ikut campur.
Sekarang
pukul 11.45 p.m, artinya besok hari ke empat, dua hari lagi. Semuanya masih
berjalan normal, pemerintah terlihat biasa saja. Entah alasan apalagi yang
mereka katakan, pada udara yang sudah mulai berkurang kadar oksigennya. Mereka
bilang efek polusi. Hah, polusi.
Sekali
lagi, aku hanyalah kutu buku, cita-citaku ilmuan dan memajukan panti ini dengan
mewujudkan mimpi anak-anak penghuninya. Namaku Annie Frank, umurku 16 tahun.
Setidaknya begitulah yang tertulis di gelangku, dan jika kau bertanya-tanya apa
nama merk gelang ini dan di mana pabrik asalnya di buat, aku tak menemukan
petunjuk selain tertera kata Skizofrenia.
***
Dimuat pertama kali di sastramu.com
Write a comment
Posting Komentar
Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.