“What’s your biggest fear?”
“Being forgotten.”
Aku kira aku akan berhenti menulis hal-hal tentang kita, aku kira tak ada lagi yang tersisa. Habis, dan telah selesai. Namun nyatanya hadirmu masih ada di mana-mana, lagu-lagu yang sering di putar, jalan-jalan yang biasa kita tapaki, dan juga ingatan-ingatan yang enggan pindah.
Mungkin saja kau lupa apa makanan terakhir yang kita makan bersama, apa lagu yang kita dengarkan bersama, atau obrolan-obrolan di luar nalar. Rasanya sudah jauh sekali, dan yang terakhir masing-masing kita ingat hanyalah perasaan saling tersakiti. Kita terlalu membuat banyak target-target sampai tak sadar semuanya telah kita rampungkan, namun kita lupa, tak menyertakan target agar selalu bersama. Satu hal yang aku sendiri tak pernah terpikir. Ternyata target bersama bertemu dengan idola adalah hal terakhir kita.
Ah, terkadang aku terlalu benci pada diriku yang terlalu mengingat detail-detail.
Adalah lucu, kita sama-sama dipertemukan dan dipisahkan kembali dengan luka. Pernah saling mendukung, kemudian memilih jalan masing-masing. Aku perlu diyakinkan berkali-kali agar aku bisa dengan tegas sekaligus ikhlas melepaskanmu, bukan karena berhenti menyayangi, namun karena ada hal yang lebih layak kau dapat—kebahagiaan. Bukankah cinta yang kudus itu seharusnya tak egois? Terdengar klise memang. Pun, tak seharusnya aku berlama-lama menahanmu, membuatmu tersiksa. Karena toh, menyayangi tak harus bersama kan?
Pada sebuah teater aku pernah bertanya, bagaimana jika hadirnya aku di hidupmu hanyalah sebagai suatu pembelajaran—tidak lebih. Bukan melebur menjadi satu perjalanan, perjalanan kita. Dan kini hal tersebut benar-benar nyata adanya. Tidak apa-apa, perpisahan hal biasa bukan? Setidaknya aku pernah menjadi bagian di hidupmu dalam jangka waktu yang sebentar.
Akan ada masanya aku rindu caramu memanggil namaku, dan bagaimana kausuka mengukur tinggi badanku yang bahkan tak sampai dagumu itu. Akan tetap ada ruang untuk mengingat masa-masa itu, akan ada masanya, kau melupakan aku, dan hidupmu akan tetap baik-baik saja. Aku tahu, kita akan terlalu hebat jika dipersatukan—sedangkan kita sama-sama menyukai kesederhanaan. Aku tahu, dan aku selalu tahu. Pun tak lama kita akan berjarak dan benar-benar jauh, tak dapat diraih. Tak apa-apa, tak apa-apa, aku sudah dan akan terbiasa.
Dan di sinilah aku, mengenang dan mengagumimu dengan sehormat-hormatnya. Hanya satu pesanku, perhatikan sekelilingmu. Banyak sekali orang-orangmu yang menyayangimu, jadi jangan pernah merasa sendirian. Kau seringnya lupa dan butuh berkali-kali diingatkan.
Sayang sekali, aku bukan salah satu orang-orangmu. Semoga kau lekas bahagia, seperti biasanya apa adanya dirimu.
“Being forgotten.”
…
Aku kira aku akan berhenti menulis hal-hal tentang kita, aku kira tak ada lagi yang tersisa. Habis, dan telah selesai. Namun nyatanya hadirmu masih ada di mana-mana, lagu-lagu yang sering di putar, jalan-jalan yang biasa kita tapaki, dan juga ingatan-ingatan yang enggan pindah.
Mungkin saja kau lupa apa makanan terakhir yang kita makan bersama, apa lagu yang kita dengarkan bersama, atau obrolan-obrolan di luar nalar. Rasanya sudah jauh sekali, dan yang terakhir masing-masing kita ingat hanyalah perasaan saling tersakiti. Kita terlalu membuat banyak target-target sampai tak sadar semuanya telah kita rampungkan, namun kita lupa, tak menyertakan target agar selalu bersama. Satu hal yang aku sendiri tak pernah terpikir. Ternyata target bersama bertemu dengan idola adalah hal terakhir kita.
Ah, terkadang aku terlalu benci pada diriku yang terlalu mengingat detail-detail.
Adalah lucu, kita sama-sama dipertemukan dan dipisahkan kembali dengan luka. Pernah saling mendukung, kemudian memilih jalan masing-masing. Aku perlu diyakinkan berkali-kali agar aku bisa dengan tegas sekaligus ikhlas melepaskanmu, bukan karena berhenti menyayangi, namun karena ada hal yang lebih layak kau dapat—kebahagiaan. Bukankah cinta yang kudus itu seharusnya tak egois? Terdengar klise memang. Pun, tak seharusnya aku berlama-lama menahanmu, membuatmu tersiksa. Karena toh, menyayangi tak harus bersama kan?
Pada sebuah teater aku pernah bertanya, bagaimana jika hadirnya aku di hidupmu hanyalah sebagai suatu pembelajaran—tidak lebih. Bukan melebur menjadi satu perjalanan, perjalanan kita. Dan kini hal tersebut benar-benar nyata adanya. Tidak apa-apa, perpisahan hal biasa bukan? Setidaknya aku pernah menjadi bagian di hidupmu dalam jangka waktu yang sebentar.
Akan ada masanya aku rindu caramu memanggil namaku, dan bagaimana kausuka mengukur tinggi badanku yang bahkan tak sampai dagumu itu. Akan tetap ada ruang untuk mengingat masa-masa itu, akan ada masanya, kau melupakan aku, dan hidupmu akan tetap baik-baik saja. Aku tahu, kita akan terlalu hebat jika dipersatukan—sedangkan kita sama-sama menyukai kesederhanaan. Aku tahu, dan aku selalu tahu. Pun tak lama kita akan berjarak dan benar-benar jauh, tak dapat diraih. Tak apa-apa, tak apa-apa, aku sudah dan akan terbiasa.
Dan di sinilah aku, mengenang dan mengagumimu dengan sehormat-hormatnya. Hanya satu pesanku, perhatikan sekelilingmu. Banyak sekali orang-orangmu yang menyayangimu, jadi jangan pernah merasa sendirian. Kau seringnya lupa dan butuh berkali-kali diingatkan.
Sayang sekali, aku bukan salah satu orang-orangmu. Semoga kau lekas bahagia, seperti biasanya apa adanya dirimu.
kadang kita harus melepaskan yang tersayang untuk kebahagiaan dia. Kalau kita sayang, gak harus dia jadi milik kita. Cukup melihat dia bahagia kita juga bahagia
BalasHapusIya kak hihi kok ngena sih ini
HapusDeuh perih ya bacanya. Semoga cepat kau relakan =(
BalasHapusAhahaha, semoga yaa
HapusJadi inget film COCO yang pesan moralnya gitu juga. Jangan sampai kita dilupakan orang.. menarik dan inspiratif..
BalasHapusWah film yanh baguuus itu aku juga suka
Hapushmmmmm...
BalasHapuskalau baca yang ginian tu bawannya sedih ya, ngebayangin aklau menyaksikan langsung, pasti perih.
semangat, semoga lekas sembuh sedihnya
Hahaha, awas kak jangan terbawa perasaan
HapusOya dilupakan orang yang pernah spesial memang menakutkan huhuh
BalasHapusMantan2 aku masih ingat aku enggak yah??
*Lalugalau
Wah, mantan saya ingat saya juga nggak ya XD
HapusRomantis banget kata-katanya aku jadi terbawa suasana mengingat lagi lagu kenangan kami karena pas udah maried neh mantan pacar beruvah dratis nggak romantis lagi
BalasHapusDipancing dong kak :D
HapusAYo move on. Masih luas dunia yang belum kita lihat dan jelajah, masih terlalu kerdil kita dibanding Dia.
BalasHapusJatuh Bangun itu biasa, Jalan berlobang di antara jalan yang halus itu biasa,
Mau kuat atau lemah.? itu pilihan.
Hahaha, pastikan tak membawa luka dulu ketika berkeliling dunia
HapusJadi ikutan baper, baca setiap kalimat-kalimat dari tulisan Mbak Marfa.
BalasHapusMemang kadangkala kita harus mengalah, merelakan orang yang kita sayang pergi menjauh untuk mendapatkan kebahagiaannya.
Namun, kita pun jangan lupa, kalau kita juga butuh bahagia. So...yuuk, move on :)_
Hihihi haturnuhun kakaaaak
HapusAku kmarin baru lepasin seseorang. Awalnya berat, tp akhirnya aku sadar. Dia mungkin merasa terbebani sama keinginan primitifku. Jd skrg aku baik2 aja dan jalanin hidup lbh baik
BalasHapusSemoga dengan piliham yang baik yaa :)
HapusFokus kepada satu org saja tidak bagus ya mba. Sedikit sedih sih kalo misalnya si dia fokus dgn pasangan dan ketika putus gimana gitukan dipikir ga ada yg sayang gitu padahal disekelilingnya banhak yg sayang dia
BalasHapusHahahah, mari rayakan kesedihan!
Hapusterkadang, untuk memulai sesuatu yang baru kita harus melepaskan yang lama. Kalau kenangan itu "pantas " untuk dikenang, maka kenanglah... namun bila kenangan itu menjadi "penghambat" maka lepaskanlah...
BalasHapusKenanglah dalam bahagia, bukan luka hihi
Hapussakit banget kaak bacanya, aku jadi gimana gitu huhu melepaskan memang sulit banget yaaa!
BalasHapusKak Oky apakah pernah juga? XD
HapusMenurutku orang orang tidak pernah lupa.. (kecuali emang yg punta kekurangan dgn days ingat) tapi kadang yg bikin lupa adalah karena tergesernya status/level prioritas orang tersebut di ingatan kita. So supaya diingat terus memang Harus meninggalkan sebuah kesan yang mendalam.
BalasHapusYa ampun, benar sekali, tergantikan :')
HapusSedih boleh aja sih, tapi abis semua air mata abis, ya mari bergerak dan jadikan yg lalu2 pelajaran #imho
BalasHapusKomen ini nyambung gk ya? hehe khawatir gak TFS
Nyambung dong. Agar lekas bahagia hihi!
HapusBanyak orang mengalami perasaan sendirian meski dikelilingi org2 yang menyayanginya. Ternyata melupakan moment manis itu susah banget ya
BalasHapusIya kak bisa bertanya2 mengapa bisa berakhir
HapusIni salah satu kata yang bikin jleb "Ah, terkadang aku terlalu benci pada diriku yang terlalu mengingat detail-detail." karena memang widya pernah berada diposisi ini, dimana terlalu benci pada diri sendiri yang terlalu mengingat berbagai detail. Seringnya karena hal itu jadi malah tersakiti sendiri. *eh kok malah curhat* wkwkkwk
BalasHapusWaaaah, berarti sama dong Kak Widya? Huhu
HapusSakit bacanya, buat galau.
BalasHapusYang penting jangan mengalami saja kak hihi
HapusKok kayak aku samaa dia
BalasHapusHaha
Keren sekali tulisannya
Waduh kak, jangan-jangan :(
HapusYa ampun, ini sebenarnya juga hanya fiksi, namun terima kasih sarannya :D
BalasHapus