Daftar Isi Postingan [Tampilkan]
Agustus tanggal 11, saya mendapat
surel dari Kak Sekar yang berisi ajakan untuk mereview majalah Grand Story. Ada satu edisi yang harus saya pilih
dari tiga, yaitu The Dawn of Media, Liberating Literacy dan Articulating Art.
Sebenernya sih saya mau semuanya, nyahaha. Kemudian pilihan jatuh pada edisi
Articulating Art. Majalah sampai pada tanggal 26 September dan baru sempat saya
ulas sekarang, maklum udah memasuki pertengahan semester. Skip, mari lanjut.
Grand Story sendiri majalah tematik
bulanan yang terbit di Surabaya. Tiap edisinya mengusung isu secara mendalam
dan dilengkapi wawancara dari berbagai tokoh dan komunitas seperti yang sudah
disebutkan diatas. Bagi saya, Grand Story ini konsepnya menarik, saya jadi tahu
banyak hal dari edisi Articulating Art ini. Nggak salah milih edisi, soalnya
emang saya pengin tahu lebih keunikan seni dan budaya yang sudah melekat dalam
kehidupan sehari-hari, apalagi di Indonesia. Hasil dari budaya dan
tangan-tangan kreatif dari pengaruh ruang, tempat, dan pemikiran. Baca Grand
Story ibarat kaya baca modul teori kuliah namun dengan cara yang menyenangkan,
kaya baca novel. Grand Story sendiri menggunakan dua bahasa, yaitu Bahasa
Indonesia dan Inggris, jadi cocok banget buat yang mau belajar mulai baca-baca
bahasa Inggris dengan menyenangkan. Atau malah bisa buat pamer-pamer di
Instagram.
Articulating Art yang berhalaman 127 ini menyajikan empat bagian, yaitu:
- Main Story: Bekerja untuk Seni – Elena Ekarahendy
- Figure Story: Dekonstruksi Keindahan – Anton Ismael
- Design Story: Seni Bangunan – Safrie Effendie, dan
- Community Story: Seni & Teknologi – Waft Lab
Bisa diliat dong beragam banget,
dari seni gambar, fotografi, konstruksi, bahkan event. Nggak cuma itu, ada
selipan juga tentang style, film, dan tempat-tempat. Konten yang disajikan juga
penuh warna dan seperti dikerjakan dengan sepenuh hati. Bakal beda banget
rasanya kalau cuma baca emagz, dari
tiap bunyi gesekan lembarannya, sentuhannya, dan juga koleksi nyata buat
tambahan wawasan di rak-rak. Mengingat jaman sekarang yang serba digital, bagi
saya Grand Story ini bukan hanya berani, namun juga sebuah konsep yang berisi
dan menyenangkan.
Untuk issue 15 ini terdiri dari 15 kontributor, mereka adalah Naufal Huda, Rachel Fachrein, Talissa Febra, Farah Fauziah, Sukutangan, Eliezer Andy Naphtali, dan Dhika Indriana yang mengisi rubrik Our Stoty. Selain main, figure, design dan community story juga ada Our Story yang menarik juga tentunya, kolom khusus untuk pembaca yang mau membagi aneka cerita dari industri kreatif. Dimulai dari local brand, travel, hangout place, movie & music review, opinion sampai recommendation! Buseeeh, tertarik banget gitu nggak sih? Nah setelah Our Story, ada Event Story juga yang isinya Art Jog, Surabaya Cross Culture Festival, Geekfest, Sam Po Kong, dan Haul Abbas. Kaya banget nih pengetahuan kalo baca Grand Story.
Untuk issue 15 ini terdiri dari 15 kontributor, mereka adalah Naufal Huda, Rachel Fachrein, Talissa Febra, Farah Fauziah, Sukutangan, Eliezer Andy Naphtali, dan Dhika Indriana yang mengisi rubrik Our Stoty. Selain main, figure, design dan community story juga ada Our Story yang menarik juga tentunya, kolom khusus untuk pembaca yang mau membagi aneka cerita dari industri kreatif. Dimulai dari local brand, travel, hangout place, movie & music review, opinion sampai recommendation! Buseeeh, tertarik banget gitu nggak sih? Nah setelah Our Story, ada Event Story juga yang isinya Art Jog, Surabaya Cross Culture Festival, Geekfest, Sam Po Kong, dan Haul Abbas. Kaya banget nih pengetahuan kalo baca Grand Story.
Ada satu bagian yang menarik dalam konten, yaitu bagian wawancara Anton Ismael dalam tajuk Dekontruksi Keindahan Lewat Bidikan Mata Ketiga. Anton ini juga menyebutkan bahwa dirinya percaya setiap orang memiliki pendidikan yang layak. Namun pendidikan di sini menurut Anton bukan berarti dirinya mampu memberi pendidikan yang layak bagi setiap orang secara materil, melainkan dirinya meluangkan waktu untuk berbagi ilmu fotografi baik teknik maupun pengalaman. See? Berbagi bisa lewat mana saja, apalagi hal itu adalah yang kita suka.
“Di mata seni, yang miskin dan kaya tidak terlihat. Semua punya hak yang sama sebagai penikmat.” (pg 25, Grand Story-Issue 15)
Kendati begitu, tampaknya Grand Story juga
harus tetap melakukan perbaikan terutama di penulisan. Karena saya masih
menemukan typo seperti pada halaman 25 yaitu "ysenada", dan halaman 27 "SHakespeare". Ada
juga beberapa kata asing yang belum diberi garis miring seperti kata "artwork" pada halaman 42. Sebagai pecinta bahasa
Indonesia, nggak mau dong terganggu? Apalagi di Grand Story ini secara personal
saya sudah menyukai ke semi formalannya. Oh iya, Grand Story ini mungkin, atau
belum menyajikan semacam kaya poster, dan bonus-bonus lainnya. Tapi bagi saya nggak masalah sih, konten yang berisi aja udah cukup buat asupan otak.
Walaupun desain dan konten sudah
bagus, harganya nggak mahal lho, hanya
35rb. Bayangkan, hanya dengan 35rb udah dapet bacaan inspiratif dan aneka
gambar seperti album foto? You can’t miss
this one! Nah, untuk info lebih lanjut bisa banget kepoin Instagramnya di
@grandstorymagazine, di sana juga sering open submission misal kaya foto loh! Atau bisa juga melalui Twitter @grandstorymagz untuk pemesanan. Jadi Grand Story ini nggak cuma di Surabaya kok, bisa dipesan secara online. Ayo, saatnya koleksi wawasan!
***
Tidak ada komentar
Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.