Ikutan
#TantanganMenulis dan saya mengambil tema nomor 7, terimakasih untuk
#TantanganMenulis ini, saya jadi dapat ide, buat yang mau ikutan boleh banget!
7. Tuliskan
sesuatu untuk orang yang tidak kamu suka/mungkin tidak menyukaimu.
Sebagai
siswa kesasar dan figuran jurusan Akuntansi, saya mengenal yang namanya
neraca (jangan sok inggris, “c” nggak usah dibaca “k”) dimana aktiva dan pasiva
harus seimbang atau balance ah, ternyata bukan Ying & Yang saja yang
lambang keseimbangan, Akuntansi juga. Begitu juga dengan hidup, harus seimbang,
nggak selamanya kita di bawah atau diatas, nggak selamanya kita dibully karena
jomblo, ngga selamanya yang bodoh tetap bodoh dan tentu saja, nggak selamanya
orang-orang bakal suka sama kita. Misal saja artis, mereka tetap butuh haters untuk berkembang, untuk lebih
baik lagi dan membuktikan mereka hebat dan fans untuk mensupport dalam keadaan down.
Alhamdulillah
sesuatu, saya bisa sekolah sampai sekarang kelas 12, berkat sekolah ruang
lingkup pertemanan saya juga meluas, bertemu siswa-siswa lain dari utara, timur
dan selatan, iya, dari sekolah saya warga barat arah jarum jam 9 3/4.
Semakin luas ruang lingkup, semakin beragam juga sifat-sifat orang yang
ditemui. Sebenarnya ini universal, bukan hanya di sekolah, tetapi sebagian
besar saya nggak terlalu suka dengan orang-orang yang seperti ini :
Siapa
yang ngga kecewa, ketika ada yang pinjem barang tapi telat ngembaliin atau
rusak. Saya pernah punya buku favorit, sudah di sampuli, buka per lembar aja
ati-ati, begitu dipinjem temen, ya harapannya sih bukan cuma dia kehibur berkat
baca, tapi jadi suka baca atau bisa fangirlingan
bareng-bareng tentang isi novel, dan itu asyik banget tapi begitu sampai di
tangan kita lagi, udah 2 bulan, halaman menggulung (bacanya mungkin kaya baca
koran), ada yang ditekuk padahal ada pembatas buku dan parahnya lagi, coretan. Temen
saya yang suka buku juga ngobrol, kaya ada rasa nggak enak tiap minjemin
bukunya ke yang bukan pecinta buku, resikonya itu lho. Cuma bisa ngelus dada
Iron Man, buset licin amat, pake lotion apa Tong? Oh iya besi, coeg sekali.
Dari pengalaman itu saya jadi trauma minjemin barang ke orang lain bahkan lebih
cenderung ke pelit, ya minimal sekarang harus liat orangnya dulu, bisa dipercaya
atau nggak, gantengnya kaya Zayn Malik atau nggak, wait.... Zayn?
2. Peniru.
Dan
siapa yang nggak kesel, apa yang kita punya ditiru orang lain, gaya, pakaian
bahkan idola. Lama-lama kesannya itu kita yang jadi plagiat orang lain, dan
bisa saja, apa yang dulu awalnya kita suka, kita jadi benci. Nah rugi banget
kan. Misal lagi nih postingan blog kita di copas tanpa sumber, kesel banget
kan? (kalo saya sih nggak, itu artinya udah keren, di copas, sumpah keren,
nggak deng). Be yourself, kata-kata
ini memang biasa banget ditemuin, tapi maknanya itu, banyak, jadi diri sendiri,
apa yang menjadi khas itu lebih baik. Berkembanglah dengan dirimu sendiri,
milik orang lain sudah di ambil orang lain.
3. Suka Menyontek.
Sejak
SD saya berpikir setiap ada ulangan pasti semua berkompetisi, semua jujur.
Memang masa SD rata-rata orang masih suci, ulangan aja dikasih 4 buku sebagai
tembok, namun semua itu berubah ketika menginjak kelas 4 saya baru menyadari
beberapa murid menyontek, bahkan SMP lebih parah. Saya masih ingat, betapa
polosnya saya sewaktu kelas 7, ketika ulangan harian pertama IPS saya memergoki
teman saya menyontek, dengan refleks saya bilang “Bu, Anu nyontek” ketika
suasana hening dan yang ada didalam kelas tersebut belum terlalu akrab satu
sama lain, dan reaksinya, guru tersebut hanya memperingatkan, setelah ulangan
teman saya ada yang bilang “Kamu tadi ngapain sih, suaranya
keras banget sampe kaget iyalah orang lagi hening, dan teman yang saya
pergoki, dendam sama saya, kampret sekali, kampret. Belum sampai disitu, saya
pernah mau ke BK mau melaporkan anak-anak yang suka menyontek, sungguh,polos
sekali. Baru sadar bahwa menyontek itu sudah-hal-yang-sangat-sangat-wajar.
Entahlah, sampai sekarang saya jika ulangan selalu murni hasil sendiri, bukan
bermaksud sombong, saya pernah kok nyontek, dan itu nikmat, tapi nggak puas aja
bukan hasil sendiri. Dan tak habis pikir bagi orang yang masih suka nyontek,
otak udah punya, itu sama aja menghina Tuhan, kok bisa? Iya, sama aja
menyepelekan otak kalian sendiri, lalu orang tua susah-susah biayain buat
sekolah, nilai diracuni sama hasil nyontek? Hasil nyontek buat daftar kuliah?
Yakin berkah? Saya keliatan sok suci memang, tapi sebagai mantan pelapor siswa
nyontek ke BK yang gagal, saya rasa menyontek adalah, hal sepele yang nggak
perlu, dan nggak perlu didebatkan juga sih, lol, coba kerjakan dengan mandiri, itu rasanya bersaing beneran. Bayangin
misal dikelas jumlah siswa satu kelas ada 40, yang jujur paling 8, lalu
kira-kira ada 7M manusia di bumi, orang jujur cuma 1/7nya.
Saya jadi ingat
faksi dalam serial Divergent, tampaknya Candor yang paling sedikit jumlahnya,
jadi berani nggak selamanya di Dauntless, berani jujur contohnya. Jujur sudah
menjadi minoritas, seberapa Dauntless
kamu untuk menjadi orang-orang Candor yang tersisa dan terakhir berdiri? Buat
pelajar, nggak papa,nggak usah minder dengan yang lebih tinggi nilainya tetapi
bukan murni, itu artinya kamu keren, anti mainstream dan dewasa, nggak
mengikuti arus dan nggak terpengaruh, seperti kata JKT48 (hoi, hoi, saya bukan
vvota lho ya, saya membernya) “Usaha
keras itu tak akan mengkhianati”. Ibaratnya blogger sejati nggak copypaste, murni dari isi kepalanya
sendiri. Saya jadi ingat kata-katanya Warren Buffett — “Honesty is a very expensive gift. Don’t
expect it from cheap people.”
PS : Saya abis ngikutin seminar beasiswa ke luar negeri, dan pembicaranya bilang "Menyontek itu perbuatan korupsi yang paling kecil, kayagitu masih ngehujat koruptor? Mau jadi apa negara ini". See? Sadar diri aja, guys. Nyontek itu selain meragukan dirimu sendiri juga menghina Tuhan, otak normal, kan?
4. Tidak Menghargai Perbedaan dan Telat Waktu.
Selalu
diem aja ketika ada orang bandingin A sama B, mungkin orang itu belum tau
setiap orang berbeda, punya keyakinan dan keunikan masing-masing, nggak bisa
bayangin dunia ini sama, datar, coba deh, nonton The Giver. Dan masalah waktu,
biasanya orang perfeksionis dalam bidang kerapian, kalo saya waktu, bagi saya
waktu itu bukan untuk di sia-siakan. Jadi, kalo saya punya pacar kelak, jangan
suka telat ya, uhuk.
5. Diri Sendiri.
Asyik
banget ngomongin sifat buruk orang lain, enak aja. Seperti yang sudah ditulis
diatas bahwa nggak selamanya orang bakal suka sama kita, sebaik apapun kita. Kalo
saya sedang nguping cewek-cewek rumpi (saya mah cukup jadi pendengar yang baik,
ikut nimbrungnya akhiran aja, apasih), lagi asyik bicarain kejelekan orang padahal
belum tentu bener, pernah nggak sih mikir “lagi rumpi gini, gimana sih kalo
saya yang digosipin, mereka ngomong apa aja ya”. Saya juga nggak suka dengan
beberapa kebiasaan buruk saya, seperti malas, malas dalam arti negatif, memang
ada yang positif? Ada! Malas korupsi, malas menyontek, malas mencuri, malas
copypaste, malas pacaran, bilang aja jomblo. Lalu putus asa saat kebetulan sedang apes, kurang bersyukur, buruk dalam bersosialisasi, lupa mengucapkan
“terimakasih” dan buang-buang waktu. Misal lagi liat orang yang lagi
malas-malasan jadi keinget sama sifat malas sendiri, eh ternyata diliat itu
nggak enak banget, orang nggak bakal suka liat kamu lemah, nggak ada semangat
hidup. Iya seperti lirik lagu milik SuckSeed “Mungkin kita dilahirkan untuk
kalah, tetapi kita tidak dilahirkan untuk menyerah.” Dari sini juga saya ingin
dilihat sebagai orang yang terus berusaha, bukan yang pertama, bukan yang
terbaik dan gagal itu wajar, Thomas Alfa Edison butuh berapa lampu dulu buat
akhirnya nyala, yang nyala cuma satu dari ribuan percobaanya.
Akhir kata, ini sesuai sama temanya nggak sih?
Write a comment
Posting Komentar
Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.