Daftar Isi Postingan [Tampilkan]
Judul Buku: Rahvayana : Aku Lala Padamu
Pengarang : Sujiwo Tejo
Harga : Rp 77.000
ISBN : 978-602-291-033-6
Penerbit : Bentang Pustaka
Jumlah halaman : 252
Genre : Fiksi
Yang menulis di buku ini belum tentu saya, sebab Rahwana tak
mati-mati. Gunung kembar Sondara-Sondari yang menghimpit Rahwana cuma mematikan
tubuhnya semata. Jiwa Rahwana terus hidup. Hidupnya menjadi
gelembung-gelembung. Siapa pun bisa dihinggapi gelembung itu tak terkecuali
saya.
Yang menulis di buku ini adalah gelembung-gelembung itu, gelembung Rahwana padaku. Yang menyampaikan buku ini padamu adalah gelembung-gelembung Rahwana pada penerbit, percetakan, distributor, toko buku dan lain-lain tak terkecuali tukang ojek yang mengantarmu ke toko buku maupun perpustakaan.
Bila gelembung-gelembung Rahwana itu tak ada padamu, kau akan menolak pergi ke toko buku. Sekadar meminjam buku ini ke teman pun, kau tak akan berdaya bila gelembung-gelembung Rahwana tak menjangkitimu. Kau pun tak akan nge-twit dan sebagainya tentang buku ini. Bila gelembung-gelembung Rahwana tak menjangkitimu, tak ada alasan bagimu mengggunakan seluruh media sosial dan getok tular buat menjalarkan cinta via buku ini?
Nasib.
Yang menulis di buku ini adalah gelembung-gelembung itu, gelembung Rahwana padaku. Yang menyampaikan buku ini padamu adalah gelembung-gelembung Rahwana pada penerbit, percetakan, distributor, toko buku dan lain-lain tak terkecuali tukang ojek yang mengantarmu ke toko buku maupun perpustakaan.
Bila gelembung-gelembung Rahwana itu tak ada padamu, kau akan menolak pergi ke toko buku. Sekadar meminjam buku ini ke teman pun, kau tak akan berdaya bila gelembung-gelembung Rahwana tak menjangkitimu. Kau pun tak akan nge-twit dan sebagainya tentang buku ini. Bila gelembung-gelembung Rahwana tak menjangkitimu, tak ada alasan bagimu mengggunakan seluruh media sosial dan getok tular buat menjalarkan cinta via buku ini?
Nasib.
***
Membaca
Rahvayana adalah menyadari bahwa ilmu yang saya miliki masih sangat sedikit.
Melalui surat-surat Rahwana kepada Sinta,
Sujiwo Tejo menyampuradukan antara perwayangan dan modern. Meskipun
memang bahasanya konsisten berat dari awal sampai akhir, kita masih tetap bisa
tertawa kok, saya juga masih bisa menikmati, sangat malah. Heuheuheu. Rahvayana
juga novel kedua setelah The Da Vinci Code yang mengambil waktu yang lama dalam
membaca, saya pinjam Februari dan Maret baru selesai, beginilah buku yang enak
dinikmati, lama bacanya. Membaca buku ini juga terkadang membuat lupa, bahwa
karakter yang dimainkan didalamnya adalah Sujiwo Tejo.
Alur
yang digunakan adalah maju mundur, terkadang tebawa kalimat-kalimat yang
ternyata imajinasi dalam imajinasi. Jika saya ditanya buku ini bagus atau
jelek, maka akan saya jawab dengan “Rahwana”. Lalu, Rahwana itu jelek atau
bagus? Coba tanyakan pada dirimu sendiri. Rumit? Nggak.
Surat Rahwana favorit saya adalah yang berjudul Gantal, dan
selalu tertarik dengan tokoh Trijata. Sedangkan lagu yang menjadi favorit saya
yang berjudul Mandodari. Bukan Sujiwo
Tejo jika apa yang dilakukannya selalu berbeda dari kebanyakan orang. Dia sudah
menyediakan “soundtrack” sebagai teman membaca buku alih-alih kita susah susah
menyarinya.
Agak
berbeda dari review biasanya, nampaknya saya lebih nikmat untuk menuliskan
kutipan-kutipan Rahwana dalam kumpulan surat-suratnya, yep :
"Firaun lambang nafsu angkara. Asiyah lambang hati nurani. Sang Angkara akhirnya mendengarkan Hati Nurani. Keilahian diterima di lingkungan istana Mesir. Makanya, leluhur-leluhur kita mengatakan suatu rahasia, pada akhirnya Firaun diampuni oleh keilahian karena pernah dalam hayatnya mendengarkan hati nurani."
"Benar dan salah tentu ada. Tegakkanlah segitiga. Pada alas ada dua sudut. Sudut benar dan sudut salah. Seseorang salah ketika membunuh seseorang. Tarik sedikit demi sedikit alas segitiga ke atas. Ternyata, pembunuh itu benar karena kalau seseorang ini tak dibunuh, dia kelak akan membunuh jutaan orang. Ini hanya soal segitiga. Tarik lagi alas segitiga itu ke atas. Tapi, kalau jutaan manusia tak dibunuhnya, makin banyak penduduk bumi yang berebut pangan. Peradaban tak lahir. Waktu manusia cuma tercurah untuk mengurus perebutan perut."
"Kini memang aku lebih asyik mengurus Sinta. Tak ada waktu
bagiku untuk repot-repot menamai kebahagiaan kami."
"Lebih suka aku untuk mnecoba memahamisemuanta, seperti
Rahwana memahami dunia apa adanya melalui Sastrajendra
Hayuningrat Pangruwating Diyu, seperti aku mencoba memahami elang yang
mengalun anggun di udara tiba-tiba lesat menukik mencengkeram sesuatu di balik
dedaunan pinggir danauku dan seketika melejit lagi telah dia cengkiwing ular
yang meliuk-liuk berkelojotan di angkasa."
"Pernah pada suatu era aku rajin membaca buku. Kemudian, buku
dan perpustakaan aku tinggalkan sebab keringat dan air mata lebih banyak
terdapat di jalanan."
***
Tidak ada komentar
Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.