Finally, I did it again. Saya memang sudah lama ingin mencoba merasakan mendaki
gunung-apapun itu. Alhamdulillah, saya masih dan semoga saja selalu dikelilingi
dengan orang baik. Rencana ke Gn. Prau ini sudah lebih dari sebulan yang lalu
dan direncanakan oleh teman saya, Yessy. Dia sendiri udah ngajak dua orang, dan rencana
keberangkatan tanggal 24 September saat dia terakhir libur semester sementara
saya udah memasuki minggu ke empat kuliah. Bukan seberapa hebat atau tinggi yang dilalui seperti orang lain, tapi tentang bagaimana kesan pengalaman pertama. Here's
our journey.
Jumat malam kami bertemu, ternyata barang2 yang sudah kami pesa tak bisa diambil gara-gara pemiliknya mau
wisuda hahahaha. Yaudah jadilah kita nyari alternatif lain, akhirnya dapet juga
dan lebih murah. Kemudian, kita berangkat pada Sabtu pagi sekitar jam 8
melewati Purwokerto-Purbalingga-Banjarnegara-Wonosobo. Perjalanan sekitar 4 jam
itu bikin punggung dan pinggang pegel gara-gara bawaan tas yang lumayan berat baik berangkat maupun pulangnya. Saya merasa takjub ketika memasuki Wonosobo, ya namanya juga baru
pertama kali. Suasananya sejuk, indah, dan bikin mikir "oh manusia bisa
bikin pembangunan setinggi ini juga ya". Sesampainya di basecamp, kita langsung urus ini itu dan
berangkat sekitar jam 1 siang.
Ternyata perjalanan naik motor nggak seberapa dengan mendaki. Udah
tas berat, dan beberapa kali kami dapet masalah. Dimulai dari Yessy yang sampai
nangis minta balik karena pusing, lalu Irfan yang kedinginan super padahal udah
di pos 3, dan juga hujan turun cukup lama yang membuat kami kotor layaknya abis bajak sawah. Saat di pos 3 sendiri awalnya
saya juga ingin turun dan segala macam takut Irfan kena hipotermia kan, ya
sebagai pendaki pemula pasti takut. Tapi Yoga yang dari awal sampai akhir semangat banget
nyaranin buat terus jalan karena emang udah deket, juga kalau turun pasti lebih
jauh lagi. Dan ya akhirnya walau hanya sampai Sunrise Camp nggak sampai
puncaknya. Gn. Prau sendiri nggak tinggi-tinggi amat, dan emang bagus buat
pendaki pemula, kamipun memang merasa cukup dengan porsi tersebut.
Sore itu karena abis ujan
juga jadinya nggak ada sunset,
langsung bangun tenda padahal udah dingin dan berangin banget. Tangan yang kena ujan dan angin rasanya udah mati
rasa bahkan cuma ngaitin tali-tali tenda. Kita berempat
nggak ada yang cakap bikin tenda, untungnya hari itu emang lagi ramai dan minta tolonglah
kita. Percayalah, kalau kamu mendaki gunung, bukan cuma pohon-pohon dab kabut tebal ala film The Hunger Games aja yang
bisa dilihat, tapi juga banyak sekali kamu akan menemukan
orang-orang
baik di sini. Dimulai dibantu tendanya sampai selesai, pasang kompor mini,
bahkan hal sekecil saling menyapa ketika bertemu dan juga saling menyemangati
saat kita sedang naik.
Hal lain yang kita hadapi adalah malam hari, saya merasa waktu
berjalan saaaangat lambat. Jam 8 sampai jam 1 itu kerasa banget lamanya, tidur
aja nggak pules gara-gara dingin banget dan ya peralatan kita debagian basah.
Di sinilah kami merasa rindu rumah dan rindu kamar kosan. Saya sendiri nggak
bisa tidur, karena kalo duduk bawaanya lebih hangat daripada tidur dan alhasil
jadilah satu draft postingan. Sayang sekali, begitu pagi datang kabut tetep
tebel, angin tetep bertiup kencang. Sunset dan sunrise yang kami harap bersua
malah justru nggak ada. Artinya suruh ke sini lagi, mungkin.
Kalau ditanya pengin naik gunung lagi apa nggak, mungkin pengin tapi
nggak gede-gede amat penginnya. Asal ada yang ngajak bareng gitu sih, sekarang
penginnya kaya jelajah ke Solo atau Surakarta aja, yuk? Dari perjalanan kemarin
banyak hal yang saya temui, kalau di atas sudah disebutkan hal yang positif
tentunya juga ada hal negatifnya. Saya berasumsi di manapun tempat yang bisa
dijamah manusia, kemungkinan tempat tersebut rusak itu ada. Ya bisa dilihat
betapa masih banyaknya sampah walau sesepele tissue dan bungkus permen. Masih
juga ada yang norak dengan nulis-nulis nama di batu, ngebuang urin di botol
gitu aja, atau cabut bunga hanya buat foto-foto. Kaya, perih ga sih liat
hal-hal itu? Manusia yang harusnya memperbaiki malah merusak, iya sih nggak
semuanya namun sayang sekali. Belum lagi tanah bekas jejakan, itu aja udah
ngebentuk jejak sendiri di mana aliran air pasti jadi gampang lewatnya. Eh udah
ah, malah jadi cerita sedihnya.
Abis mendaki perdana pasti jadi tau gimana persiapan matangnya.
Kemarin sih sebenernya modal niat nekat segala terjang aja walaupun penuh drama dari diomelin mamak-mamak warung, pinggang pegel, basah kuyup, dan tetap beruntung juga karena dua kali
makan digratisin. Yang harus dibawa sih banyak mantel, plastik-plastik dan
trash bag. Jangan terlalu banyak bawa jajan makanan, bawa dikit tapi
ngenyangin. Fisik juga pasti udah dilatih dulu walaupun cuma jogging. Kalau saya sih lebih berat pas
naik daripada turunnya, walaupun turun juga tetep gemeteran. Dan yang penting,
tetap menjaga sikap kita sebagai manusia, tetap bersahabat, bukan cuma ingin memenuhi
tampilan media sosial doang. Dan juga pas pikiran udah siap, jangan sampai di
atas malah kepikiran revisian. Jadi, sampai jumpa di postingan selanjutnya! :)
Thanks to the team:
Yessy, Irfan, Yoga.
Write a comment
Posting Komentar
Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.