Judul Buku : Ayah Menyayangi Tanpa Akhir
Penulis : Kirana Kejora
Desain Cover : Usman Muhammad
Layout : Asep_Euuy
Editor : Budi Darmawan
Penerbit : Zettu
ISBN :978-620-7735-46-0
Genre : Adaptasi kisah nyata
Jumlah halaman : 372
Harga : Rp 55.000,00
Sinopsis :
Menikah dini dengan sekian resiko. Arjuna menjadi orang tua
tunggal dan menanggalkan segala kecengengan romannya. Mengajari Mada sebagai
elang kecil yang harus siap terbang bersahabat dengan angin badai.
Pagi itu Mada mogok sekolah, ia menitikkan air mata ketika
Juna mendekatinya dan membentak, “Jangan menangis!”
Mada segera mengusap air mata dengan kedua tangan kecilnya
sambil terus menunduk, namun ia berani menjawab, “Hari ini hari ibu.
Teman-teman Mada datang dengan ibunya. Semua murid harus baca puisi untuk
ibunya.”
Juna menahan nafasnya yang mendadak terasa sesak menggulung
paru-parunya. Ia pun mati kata! Mada berdiri dan mengangkat kedua tangan sang
ayah, menuntut!
“Bukankah Ayah juga Ibu Mada? Jadi sekarang ayah harus ke
sekoah!”
Ayah muda itu kepalanya terasa pusing karena harus merayakan
Hari Ibu dengan sekian puluh ibu-ibu, tak terbayangkan! Juna sadar, anaknya
mulai besar, menuntut perhatian tanpa bisa ditawar! Semenjak itu, mereka
menjalani hari bersama penuh rasa ikhlas, mengembara jiwa dengan bebas,
menyentuh cerita jalanan yang begitu keras, menyingkap pesan yang tertulis di
alam, dan menoreh sebuah sejarah secara jantan!
Sahabat, pembaca setia... selamat berkenalan dengan Arjuna
Dewangga & Rajendra Mada Prawira. Like father like son! (Kirana Kejora)
***
“Derita bukan kematian, namun kehidupan!” (hlm 7)
“Sebuah mobil mewah, namun senja itu pengemudinya merasa
tidak gagah, gagal menjadi pemenang karena dukanya masih begitu dalam.” (hlm. 21)
Saat
membaca sinopsis saya jadi ingat pernah membuat sebuah ending dari suatu cerita
yang belum dikembangkan dan belum dicatat kira-kira seperti ini, “Sang ayah tersenyum
mengantarkan putri satu-satunya itu ke gerbang SMA, tempat yang sama saat dia
bertemu dengan mendiang istri. SMA artinya akan sedikit melelahkan karena sang
anak akan gencar-gencarnya mencari identitas dan terlihat sang anak perlahan
menjauh berjalan memunggunginya, sangat mirip ibunya di kala muda.” Lalu ketika
lembar demi lembar dan saat berada di bagian Juna melihat foto Rajendra Mada
Prawira dan dirinya memakai pakaian balap saya menebak “Mungkin sang anak
meninggal karena kecelakaan” dan ternyata, salah.
Lalu
ketika sudah sampai di lembar terakhir pertanyaan yang pertama kali muncul
adalah “Berapa persen cerita nyata dalam novel ini?” karena jujur saja, saya
kurang terlalu suka sifat Arjuna Dewangga yang nekat nikah muda untuk seukuran
orang yang memiliki otak yang cerdas atau mungkin saja Juna tokoh yang berbeda.
Dan juga saat Juna membelikan Mada barang-barang yang mirip dengannya, hedon. Tapi
disisi lain saya merasa perih dengan tokoh Juna, ditinggal dua orang
terkasihnya, saya kira dia akan melihat
Mada tumbuh sukses dengannya sampai hari tua, sampai nikahannya Mada, sampai
Juna selesai bertugas sebagai ayah pembimbing. Lalu timbul pertanyaan lain
mengenai kemunculan Rosa yang sangat mendadak di akhir cerita, agak dipaksakan
dan bisa ditebak ibu Juna akhirnya memaafkan Juna karena sang anak. Diceritakan
juga Mada sudah mempunyai kanker otak stadium 4 saya berpikir, apa nggak ada
yang dirasakan Mada sebelum kankernya berstatus lanjut? Dan usia 19 udah kuliah
dan mau skripsi? Oh kalo pertanyaan yang terakhir, kayaknya Juna itu akselerasi,
pintar. Memangnya saya.
Saya
juga menemukan typo seperti Jawaban pada halaman 24, eropa di halaman 27, Gatot
Kaca di halaman 53, Pernikahann di halaman 87, telad di halaman 51, 110 dan 127
(awalnya saya kira logat, tapi lebih ke bukan), seJawat di halaman 224,
kesalahan judul pada halaman 279 seharusnya Pamit Menggamit, kwalitas di
halaman 331, papua di halaman 340 dan apalah fungsi daftar isi jika tak ada
nomor halaman. Tapi kalo covernya saya suka loh.
Wih,
saya kebanyakan protes nampaknya, yang jadi penulis novel siapa juga, yah kan ini
juga salah satu peran reader. Baiklah
setelah protes-protes di atas, novel ini yang sedang dalam proses masuk ke
layar lebar enak dibaca, ringan dan juga menambah pengetahuan. Tulisan tentu
saja cerminan dari penulisnya, saya melihat begitu banyak hal yang diketahui
oleh Mbak Kirana di novel ini, walaupun cara penyampainnya agak Google-able,
seperti pada halaman 30-31, percayalah saya menskip tentang beberapa jenis miniatur-miniatur mobil balap yang
nggak saya ketahui. Tapi mungkin kalo yang dibahas MotoGP, wah beda lagi
ceritanya. Saya juga bisa traveling ke
Jogja (tak luput candi-candinya) dan ke Jepang di novel ini, ada beberapa
penjelasan, serasa dipandu. Ada juga filosofi elang yang juga saya suka. Dari
sekian banyaknya penjelasan yang ada di novel ini (yang bikin saya “Oh” juga
seperti Mada), favorit saya adalah tentang Avenged Sevenfold yang diceritakan
oleh Mada. Saya juga suka loh, Mad. Blog musikmu alamatnya apa toh? Saya juga
nggak nonton di konser tahun 2009 itu, bukan karena di cap sebagai cewek
berhijab yang teriak-teriak, tapi nggak ada duit dan takut gepeng
diinjek-injek, sumpah serem. Rasanya saya juga ikut berada di jok belakang
mobil Juna, mendengarkan musik-musik A7X tapi sekali lagi, kenapa The Rev
ditulis The Red, oh Mbak Ki, Red itu milik Taylor Swift.
Novel
ini memiliki banyak pesan untuk pembacanya, mostly
tentang kehidupan, tentang kesabaran dan tentang ikhlas menerima. Kalo
tokoh-tokoh wanita ini tertarik ke Juna karena ketampan dan kemapanannya, kalo
saya karena setianya pada Keisha, memilih menjadi single parent bagi Mada,
nggak banyak manusia macam Juna (Mbak Ki, Juna yang ini nyata?). Seperti petikan
puisi Habibie pada Ainun yang tersebar di internet (mungkin aja hoax, belum ada
kepastian yang jelas) yaitu “padahal kecenderunganku adalah mendua” tersurat bahwa katanya, sedikit dari kaum Adam yang benar-benar mencintai seseorang. Juna bisa
bangkit dan nggak terpuruk dalam kesedihan, ya harus, Juna harus melanjutkan
hidup, melakukan hal-hal yang bermanfaat lainnya. Begitu juga dengan kita, kita
boleh jatuh tapi kita harus bangkit.
Ah,
saya laper, sudah ya reviewnya, saya tunggu “Ayah” versi film.
Write a comment
Posting Komentar
Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.