Daftar Isi Postingan [Tampilkan]
Berbicara mengenai sastra, selalu ada anggapan dengan orang-orang gondrong,
jarang mandi, sisi kiri, anarki, dan hanya sebuah hobi, seseorang yang tak
memiliki pekerjaan tetap. Hal tersebut juga disetujui oleh Bung Saut Situmorang
dalam seminar Sastravaganza 2017 dengan tema Sastra sebagai Jati Diri Bangsa oleh
Universitas Muhammadiyah Purwokerto, BEM Fak Sastra kemarin. Saya yang Alhamdulillah
berada di kampus sastra juga sering banget mendengar frasa “sastra gabut, sastra gampang,
sastra nggak jelas, saya cinta kamu tapi kamunya enggak” dan
yang lain. Padahal, sastra lebih dari itu. Sastralah, yang membuat hidup
menjadi hidup. Memanusiakan manusia.
Sebenarnya ya, sama saja dengan manusia dengan pilihan masing-masing. Namun
ya, bisakah manusia tidak merendahkan pilihan orang lain, begitu lho. Atau-atau pegimane kalau kita kolab? Biar saling mengenal lalu jatuh cinta
hihihi.
Jadi, begini, merasa nggak sih karena salah satu bentuk sastra adalah protes, jadilah sastra itu bentuk mengasah kepekaan sosial? Melihat sekitar dengan detail. Menjadikan manusia
tidak egois atas dirinya sendiri. Menjadikan manusia tidak hanya cerdas, namun
peka. Iya yang biasanya nggak peka siapa ya?
Dalam satu pokok pikiran oleh Ahmad Tohari, sastra lahir dari perasaan,
imajinasi, pikiran. Membaca karya sastra dapat mengembangkan daya sensitifitas
dan daya pikirnya. Sastra juga memengaruhi bagaimana tatanan masyarakat, jika
hanya mengandalkan kecerdasan, tentu saja lahirlah masyarakat yang kurang
beradab.
Sastra juga berperan dalam meningkatkan ketertarikan membaca tentunya, kan
nggak semua orang bisa nikmatin bacaan non fiksi, jadinya pribadi yang males-males-mager
baca, ya, toh karya sastra bisa suatu
menjadi bacaan yang adiktif. Banyak buku bagus nan berpengaruh dalam dunia
kesusastraan baik di Indonesia maupun luar negeri. Singkatnya, mengetahui
banyak hal dengan cara yang menyenangkan.
Got it? Cr |
Sayang sekali, kemarin nggak sempet bertanya:
“Bagaimana peran sastra terhadap
orang yang memang sudah tumbuh di lingkungan hampir atau nihil sastra?”
Ada yang mau berpendapat? Yak, mari diskusi.
***
Tidak ada komentar
Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.