“Eh, makin gendut sekarang? Makan berapa kilo sehari?”
“Eh, kok sekarang nggak pake jilbab?”
“Ih, menor amat dandanannya!”
“Dia tuh abis nikah jadi nggak seksi lagi.”
“Pakai jilbab lebar sekarang, padahal dulu nakal, cari perhatian ya?”
“Biar apa sih kuliah pake motor laki gitu, biar lelaki pada bilang wow?”
“Aku sih nggak mau kaya dia, mau aja nikah muda. Dia sekarang ndak cantik lagi abis punya anak. Jadi
gembrot.”
“Eh ini cewek apadah sukanya share tentang feminisme
tapi nama belakang akun Facebooknya pake nama pacar”
“...”
“...”
Dan lain-lain
Ada sisi dari internet yang kejam. Body
shaming, insert fake caption here, hate speech, suicidal thoughts karena cinta yang
salah, hingga lontaran-lontaran peluru pada korban sexual harrasment. Semua itu sejalan dengan seruan-seruan keras
tentang feminisme dan kesetaraan gender. Tentang perempuan yang lebih leluasa
memilih jalan hidupnya, entah profesi, gaya hidup, hingga personal style. Namun, apakah antar sesama perempuan sudah saling
mendukung? Atau hanya masih masing-masing individu dalam seruan-seruan itu?
Wahai perempuan, lebih sakit mana, kata-kata di atas diucapkan oleh
laki-laki, atau sesama perempuan?
Benar, perempuan. Kita masih darurat saling dukung.
Saya pernah mendapat sinisan seperti di atas, seperti: kamu kok jilbabnya
nggak syari? Oh, ikutan bela diri, coba praktekin sana! Itu wajah kucel
sekali-kali pake make up dong! Itu
kaki gajah neng? Bengkak banget! Kamu makannya banyak, pantes lebar. Mukanya
bisa senyum dikit, nggak? Dan semua itu diucapkan seorang perempuan berstatus
mahasiswa yang harusnya kritis. Satu sisi, saya marah karena pasti saya merasa
rendah daripada perempuan lain. Satu sisi juga, saya bersyukur karena yang
penting sebagai anak kost makan enak saja sudah bahagia, bisa jalan kaki
sepuasnya, lengkap semua anggota tubuh, nafas yang mudah. Saya bersyukur.
Ditambah lagi, ada yang memperhatikan saya.
Menjadi perempuan itu memang berat, melawan stereotipe "kolot" bahwa perempuan
itu lemah dan hanya membantu tugas laki-laki. Maka banyak yang
berbondong-bondong melawannya dengan pendidikan, memperbanyak skill, meningkatkan personal branding, dan menantang diri sendiri. Semua itu boleh,
sangat boleh, hanya saja tak boleh meninggalkan satu hal, attitude.
Attitude yang seperti apa? Sederhana saja, tetap bersikap baik, saling mendukung dan
menghargai semua terutama antar perempuan, dan juga saling memberdayakan.
Misal, kamu ahli sekali dengan make up, kamu
bisa mengajari temanmu yang buta make up dasar-dasar
sederhananya. Juga jika kamu ahli membatik, ajak dan ajari teman perempuanmu
memegang canting kemudian melukis di atas kain. Mengajari memetik senar gitar,
atau mendhak saat menari tradisional.
Kita semua saudari. Ah andai dunia dalam keindahan seperti ini, pasti
menyenangkan. Manusiawi kok, kadang manusia juga merasa nggak mau membagi
ilmunya karena takut tersaingi. Namun, nggak ada salahnya juga memanusiakan
manusia kembali dengan perasaan tulus. Wahai perempuan, kalian semua cantik
dengan pilihan-pilihan kalian, bukan pilihan atau definisi orang lain.
***
Purwokerto, 14 Juni 2017
00.52, sembari mendengarkan lagu Age of Worry - John Mayer.
Sumber gambar:
https://id.pinterest.com/lynnstime/words-of-wisdom/?lp=true
Write a comment
Posting Komentar
Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.