Daftar Isi Postingan [Tampilkan]
Beberapa
waktu lalu saya mendengarkan podcast dari
Duo Budjang dan ada satu lini yang menarik yang diucapkan oleh Baskara Putra,
kira-kira begini:
“Gua merasa lo harus punya kebesaran hati dan..bukan karena gua ngeselin as in yang kaya bikin lo kesel gitu. Cuman buat, gua merasa buat orang ngerti gua itu dia harus punya kebesaran hati dan batin yang sangat-sangat besar, sangat tajam, sangat kuat gitu karena mood swing gua parah banget sih. Terus gua idealis mampus kadang-kadang kalau ngerjain satu dua hal gitu dan gua merasa gua nggak mau kompromi akan beberapa hal aja gitu. Dan gua tau seberapa capeknya kadang-kadang orang-orang terdekat gua yang mau cope up sama gua tiap hari.”
sc: Pixabay, Free-Photos |
Sebagai overthiker yang seringkali takut dan khawatir akan banyak hal, saya
langsung mengulang-ulang bagian tersebut dan merasa sangat relate. Akhir tahun kemarin akhirnya menyadari bahwa diri ini
memang manusia—makhluk kecil di semesta yang memang sangat lemah. Selama ini
berusaha membagun tembok tinggi-tinggi untuk menutupi luka, untuk menutupi diri
yang lemah. Tembok yang dipasang untuk bisa membentengi diri dari dunia. Maka,
ketika ada hal yang membuat jatuh kemudian kembali ke diri yang ringkih dan
menutup diri untuk waktu yang lama.
Sama seperti kata Baskara, sebagai
overthinker yang idealis—orang-orang
di sekitar saya kadang ikut lelah dan memang tak semuanya tahan akan hal
tersebut. Saya merasa berkali-kali terlalu menyusahkan banyak orang lain dan
belum mampu untuk membalas karena diri ini belum berdiri kokoh serta mengakar. Saya lupa bahwa tak perlu menjadi sempurna
dahulu, hal-hal baik tetap bisa bertumbuh dari ketidaksempurnaan. Makanya,
selalu saya ucapkan terima kasih banyak bagi mereka yang tetap tinggal dan tak
lelah mengingatkan karena seringnya diri ini memang butuh berkali-kali untuk
diyakinkan, butuh berkali-kali untuk tetap teguh pada pilihan, dan butuh
berkali-kali diyakinkan bahwa diri ini tidak sendirian.
Selama ini mencari apa-apa yang disebut
kebahagiaan dalam bentuk objek, misalnya tempat, orang lain, atau hal-hal yang
lainnya. Barulah ketika menyadari diri ini lemah, kunci kebahagiaan letaknya
ada di diri sendiri. Bagaimana membangun pola pikir, bagaimana bersyukurnya, bagaimana
memerlakukan orang lain sebagaimana kita merawat diri sendiri, dan pada
akhirnya diri sendiri juga yang bisa menyembuhkan luka—dengan berdamai, dengan
memaafkan, dengan merawat. Ternyata dengan menyembuhkan ke diri sendiri juga
akhirnya dapat berpikir dengan jernih untuk melihat sebenarnya tujuan baik apa
yang ingin dilakukan, yang selama ini hanya terkubur oleh keinginan-keinginan pribadi
semata. Tujuan yang bukan hanya akan jadi penyesalan ketika tidak melakukan
namun sebuah tujuan untuk beriringan bertumbuh dalam menjadi pribadi yang penuh
cinta dan ikhlas.
If you don't heal what hurt you, you'll bleed on people who didn't cut you- Unknown
Bukan tugas orang lain untuk
membuat diri ini bahagia, juga bukan tugas mereka untuk menyembuhkan luka kita.
The process will be pretty painful and lot
of tears but you’ll find it—peace and happiness.
Jadi akhirnya, “tidak, Baskara” bukan
hanya orang lain yang mampu berbesar hati ketika di dekat kita, mereka yang
tersayang. Namun diri sendiri juga, kita sendiri, yang memiliki aneka ragam
loncatan-loncatan dalam pikiran. Jadi seperti yang ada di tulisan album “beberapa
orang memaafkan”, kita juga harus bisa memaafkan diri sendiri; selambat apapun
waktunya.
****
Tidak ada komentar
Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.