Daftar Isi Postingan [Tampilkan]
Saya senang akhirnya bisa kembali
menulis, sebagai teman lama bukan untuk kegiatan yang berhubungan dengan
penghasilan. Apa adanya, sederhana.
source: Pixabay JESHOOTS-com
|
Rasanya menyenangkan di Maret lalu
mengambil jeda, benar-benar mengambil jeda untuk tak ngeblog yang diseriuskan.
Setengah tahun terakhir, saya nggak terlalu bahagia dan pikiran berhenti di
situ-situ saja, mengulang hal yang sama. Saya bingung karena kondisi tersebut
bukan kehilangan arah, namun kehilangan kontrol atas diri sendiri. Saya jarang
menyapa dan berbicara pada diri sendiri, tak lagi menenangkan diri ketika
sedang ambruk. Saya, tak lagi menyukai berbicara mengenai diri sendiri. Rasanya
sedang berada di tepat garis perbatasan dan berdiri di atasnya, sementara
manusia hilir mudik lewat di depan. Dari pada memperbanyak berbincang dengan
diri sendiri, saya lebih suka menemukan bagian-bagian dari diri saya yang lain
di cerita-cerita orang lain. Saya enggan bersahabat namun tak memusuhi, hanya
tak ingin mengenal. Ketika tahun lalu sangat produktif, tahun ini lebih banyak
bengongnya setelah berjalan selama 3 bulan.
Memutuskan kembali menulis apa
adanya karena kemarin membaca tulisan milik Kak Abduraafi yang sudah lama saya
ikuti di Twitter dan topiknya sama dengan judul Babak Baru: Jargon "Follow Your Passion" Yang Salah Paham. Seperti menemukan harta karun sekali
membaca postingan blog post yang
benar-benar murni, rasanya seperti akhirnya kamu ditenangkan dan bisa menghirup
banyak udara segar. Intinya, Kak Raafi bercerita bahwa bekerja dari hobi bisa
menjadi pisau bermata dua dan saya sedang mengalaminya juga: lelah tak
berkesudahan dan bingung akan membawa arah mana identitas diri. Membenci?
Sekali lagi tidak, hanya sedang kembali belajar meletakan pada tempatnya dan
belajar lebih lapang dada.
Prosesnya panjang, kaya orang
patah hati. PERSIS! Saya akhirnya nggak bahagia ketika pada titik HARUS dan
MEMAKSA DIRI ngeblog dengan “beban”. Ngeblog menurut saya harus selalu sempurna
dan tak boleh ketinggalan informasi, padahal internet itu wadahnya luas dan
selalu berjalan cepat. Saya rindu banyak membaca, rindu tak setiap hari membuka
laptop, rindu menjadi biasa saja (padahal memang—bahkan sangat biasa saja), rindu
tak ngambis menang juara ngeblog, rindu menjadi tenang, dan intinya tak ingin
membawa blog ke bagian beban. Saya jadi mudah sedih dan kecewa ketika ngeblog tak
berhasil menuruti “pasar” dan lupa bersenang-senang. Lupa bahwa dulu ngeblog
untuk releasing stress, untuk coping mechanism dari beratnya beban
kehidupan, dan ruang sebebas-bebasnya untuk diri sendiri bercerita.
Tahun 2019 memang sengaja dan
akhirnya terwujud keinginan untuk menjadi full
time blogger, namun sudah memutuskan bukan arena yang cocok untuk saya.
Terutama ketika melihat bloger lain yang hanya menjadi sampingan, saya ingin menjadi
seperti itu juga. Harus diakui memang masa tersebut juga menyenangkan, karena
diri sendiri mudah bosan maka sekarang waktunya kembali loncat ke hal lainnya.
Saya rindu menjalankan fungsi sebagai manusia dan lebih banyak kegiatan di
dunia nyata; untuk lebih peduli (terutama) ke diri sendiri dan orang di sekitar.
Untuk Lebih Memercayai Intuisi Namun Juga Bervisi
Hehe, jadi cerita ngeblog. Hal
reflektif lainnya adalah untuk lebih memercayai kembali intuisi atau suara
kecil untuk apa-apa yang seharusnya dilakukan namun juga tetap bervisi. Sebenarnya, kita memiliki hati kecil yang
seringkali memberikan arah ke mana kita melangkah atau dalam harus melakukan
apa. Namun, saya sendiri juga sering menomorduakan intuisi tersebut dan lebih
menuruti emosi semata. Tentu saja, untuk menjawab atas berbagai pertanyaan yang
ada di kepala untuk menemukan jawaban dari banyak bagian sudut. Ada satu sisi
yang mengatakan bahwa akan ada masanya nanti, jadi lebih memilih menikmati
dunia dan petualangannya sebelum kembali ke realitas-realitas yang menyebalkan.
Waktu untuk sekadar
bersenang-senang dan melakukan banyak halnya sudah selesai, dilanjut dengan
kembali memilah. Ada memang masa-masa mental
breakdown namun kalau sudah berbicara dan mengingat kembali pilihan di awal—itu
akan menjadi hal yang menyenangkan untuk sebuah perjalanan. Ternyata menghidupi
realitas juga tetap menyenangkan asalkan ada hal yang membuat kita tetap waras.
Beruntung meskipun pencarian sepertinya belum menemukan jawaban yang memuaskan,
namun setidaknya bisa memulai kembali dari pengalaman dan bukan memulai dari
nol.
Sekarang, menulis di kamar
sendiri di rumah orang tua. Saya kira, dulu akan kembali ke rumah setelah menyelesaikan
kuliah. Biasanya berada di asrama lantai 4 dengan pemandangan langit biru
setiap pagi dan dengan tumpukan revisi yang enggan disentuh. Seorang anak pasti
memiliki pemikiran yang berbeda ketika berada di rumah dan ketika belajar
mandiri di luar sana. Mungkin kalau belum ada pandemi, saya juga masih enggan
pulang karena sok bisa sendiri. Barulah ketika tiba-tiba datang hal di luar
kontrol seperti tertundanya wisuda, pencarian pekerjaan, penghasilan—menyadari bahwa
diri ini belum apa-apa dan tak memiliki kuasa. Sembari melihat ruangan yang
baru dirombak ulang setelah pindahan, makhluk
kecil ini menyadari bahwa dirinya tetap manusia lemah yang berusaha
menyeimbangkan kapal di tengah badai lautan.
Ditulis sembari mendengarkan lagu Daramuda – Buka berulang-ulang.
Wah, semangat yaaa kak! Gak semua orang bisa pilih jadi full time blogger kan kak hehehe
BalasHapusPerlu banget ya kak untuk bisa stabil antara yang dan ying supaya membuat kita tetap waras. Tetap berproses dan dan jangan lupa terus berikhtiar dan doa dalam setiap usaha
BalasHapussepertinya ga sedikit yang mengalami ini. Aku dari tahun lalu merasakan ini. sampai sekarang sih. tapi buat aku masih memaksakan menulis untuk dibayar. bukan apa-apa, uang jajan aku dari sana
BalasHapusKalau aku, aku gak mampu menuruti kemampuan pasar. Yang harus 1 niche lah, harus ter-SEO lah. Ya sesanggupnya aja. Jadinya blogku gado2. Gapapa yg penting aku seneng.
BalasHapusUntuk cerita keseharian tetap ada. Aku tulis tiap senin. Tentang cerita sepekan. Ya serangkain cerita selama sepekan untuk release stress
Aku biasanya nulis apa saja yang mau aku tulis. Apapun. Jadi enggak kepatok kudu sama, atau harus berniche. Tapi ya, kalo lagi males, bisa males banget. Huhuhu.
BalasHapusAku biasanya nulis apa saja yang mau aku tulis. Apapun. Jadi enggak kepatok kudu sama, atau harus berniche. Tapi ya, kalo lagi males, bisa males banget. Huhuhu.
BalasHapusI feel u, mbak. Karena aku pun masih sering labil. Kadang pengen jadi fulltime blogger. Kadang pengen nyambi. Ganti2 mood sesuai emosi
BalasHapusEny banget ini, pernah terpikir untuk stop bahkan pernah terpikir full time blogger. G dipungkiri Eny bisa foya2 dari ngeblog wkwk dan udah terlanjur syg
BalasHapusHaaiii.. rasanya setelah baca tulisan ini kayak aku harus ngomong ke diri sendiri :"wake up mud, kamu terlalu lama terlena membawa blog menjadi ladang rupiah"
BalasHapusKadang kangen juga menggosipkan diri sendiri di tulisan sendiri, hmm.. mungkin saatnya ngasih ruang buat membaca diri sendiri lalau dituangkan ke dalam tulisan lagi