Daftar Isi Postingan [Tampilkan]
Halo, apa kabar?
Salah satu cara mengembalikan
diri saya sendiri adalah dengan menonton film di bioskop. Ya bagaimana tidak,
untuk ukuran mahasiswa semester sekian dengan pundi-pundi recehan, ke bioskop
adalah tempat yang lumayan mewah untuk membayar beberapa jam bertukar dengan
kontemplasi. Dan film Dilan 1991 mengawali film pertama yang saya tonton di
tahun 2019, yang ternyata film terakhir yang saya tonton adalah Milly Mamet.
Itu artinya saya berhasil melewatkan film-film incaran selama seperti Januari-Februari
seperti Keluarga Cemara, Orang Kaya Baru, Terlalu Tampan, Antologi Rasa, How to
Train Your Dragon, dan Glass. Alias, terima kasih isi dompet.
Ke bioskop, apalagi sendirian
adalah merasakan sensasi imajinasi luar biasa dalam studio dan after taste setelah menonton film,
berjalan ke luar studio sambil senyam senyum atau turut sendu. Kembali lagi ke
Dilan 1991, yang saya tonton pada hari ke-lima, atau sudah hari ke sepuluh saat
postingan ini turun memang luar biasa ramainya. Bahkan, di Rajawali Cinema
Purwokerto saat ini tersedia 18 jam tayang perhari dan filmnya cuma ada dua
pilihan: Aku atau Dia? Dilan atau Marvel.
Hmm keuntungannya berapa jeti ya hmm.
Dilan 1991, seperti yang kita
tahu merupakan kisah cinta anak SMA yang tak berakhir bahagia—dan untuk itulah
mengapa saya nonton. Dengan modal ingatan bukunya yang saya baca beberapa tahun
yang lalu, saya mengapresiasi akting hubungan Iqbal dan Vanesha yang lebih
hangat dari film sebelumnya. Adegan demi adegan berhasil membuat satu studio
tertawa, hening, hingga menahan napas. Yang saya suka dari film ini? Wah
banyak, atmosfir Bandungnya, make up naturalnya
Vanesha, bagian pas Dilan sama Milea jalan malemnya, adegan humor-humor
recehnya, gombalan yang “ih apa dah”nya, dan yang terakhir adalah betapa
swagnya Bunda Dilan. Beuh, saya nyeletuk pokoknya kalau suatu hari harus jadi
keren macam Bunda!
Menonton Dilan rasanya adalah
perkara perspektif, awalnya saya juga niat mau nonton aja tanpa ngereview. Mungkin karena berada di semester
akhir juga jadi beda pandangan, misalnya ketika saya duduk bersama barisan sister-sister tipikal heboh kalau nonton
film dulu akan misuh-misuh dalam diam dan menunjuk mereka sebagai penganggu
dalam kenyamanan menonton film. Padahal ya bukan bioskop pribadi, masa orang
lain nonton berekspresi nggak boleh? Nah kemarin, saya malah turut bahagia dan
senang karena melihat orang masih bisa ketawa karena hal receh. You know, layf is hard darling~
Kemudian Dilan 1991 cocok untuk
orang-orang yang ingin mengenang masa-masa SMA tentunya. Mengenang teman-teman
sepermainan, mengenang interaksi dengan bu kantin, mengenang guru-guru, mengenang
masa kecil juga, atau mengenang ketika masa sekolah dulu banyak interaksi
dengan satpam atau ibu kantin nggak ya? Apa dilewatkan begitu saja?
Kesimpulannya, Dilan 1991 cocok
ditonton bagimu yang sedang rindu mengenang bagian dari diri sendiri. Atau
mungkin lebih tepatnya cocok untuk mengenang sepenggal kisah romansa dalam
hidup kita yang “masing-masing dari kita pernah menyayangi begitu dalam seorang
individu dan memiliki waktu-waktu semenyenangkan itu namun pada akhirnya tak
bersama". Bersama, namun dalam IMAJINASI nyahaha. Yang pada akhirnya pada
perpisahan itu benar-benar jauh, yang kaulihat hanya punggung dan bahunya yang
juga semakin menjauh. Hmm kenapa jadi rada indie gini~
Mumpung masih ada di bioskop,
tontonlah! Jangan sekali-kali ngetik keyword
macam “download film Dilan 1991 gratis, download film Dilan 2019, streaming film Dilan 1991, atau
nonton film Dilan 1991 online”. Menonton, mengenang, dan kembalilah ke
realita. Nyahaha, mamam itu realita.
Sekian dan selamat membayar rindu!
***
sumber gambar tertera
Aku baca seri novel Dilan ini dan kurang merasa cocok. Di film yang pertama aja ngantuk, hahaha
BalasHapusTapi kalau memang suka hal receh, yg suka Dilan ya tetep aja ditonton
hihi mungkin bukan reading preferencesnya mba, film dilan di tahun ini malah nggak kalah keren jugak sih hihi
Hapussaya belum nonton Dilan 1991 mba.. dr kmrn pengen nonton tapi belum sempat.. dulu sudah baca novelnya jadi memang tidak terlalu excited seperti Dilan 1990
BalasHapussaya malah pengen Nonton OKB sama Keluarga Cemara mbaa
OKB dan keluarga cemara katanya bagus juga, dua film ini malah aku belum nonton kak
HapusAku mau nonton ini. Sudah baca novelnya dan baper. Baca reviewnya juga. Entah kalo nonton filmnya.
BalasHapushihi sudah nonton kah kak? :3
HapusHaha betul sih.. jangan sekali2 mengetik keyword diatas :p
BalasHapuswkwkkw jangaaan pokoknya wkwkw
HapusJujur saya banyak melewatkan nonton film Indonesia yang direview sejuta umat, termasuk Dilan, film pertamanya nonton selewat-selewat di tivi, agak ngantuk, dan sepertinya saya memang lebih menyukai bukunya, atau itu hanya alasan karena tidak menonton filmnya
BalasHapushmm mungkin imajinasi awal beda ya kak sama bukunya hihi
HapusAku gak begitu suka. Terlalu banyak percakapan recehnya. Ya khasnya mereka sih
BalasHapusKutebak, foto terakhir itu adegan pas mereka udah dewasa. Yang ternyata Milea sama cowok lain yg tak disangka-sangka
Eh bener tak?
yang aku suka percakapannya idenya beda sih kak unik gitu ala pidi baiq, jadi gombalannya beda dari yang lain ahaha
HapusAku gak baca novelnya dan gak onton filmnya krn bukan genre yg kusuka haha. Tapi suka aja baca reviewnya.
BalasHapusHmmm mengenang masa SMA gtu ya? Aku blm nonton kok jadi senyum2 sendiri ya hihihi :D
aduduh mba april wkwkkw, aku bacanya pas jaman masih sekolah jadi nonton filmnya ya cuma haha hihi ngakak aja wkwk
HapusSaya mungkin dibilang kolot kali ya, dilan 1990 ngga nonton... sampe sekarang dilan 1991 juga belum nonton. lebih seru membaca review orang orang. sudah seperti mengikuti jalan ceritanya hehehe
BalasHapushaha enggak mah kak kalau emang bukan seleranya juga nggak papa :3
HapusSoal rusuh di bioskop, terkadang gak semua orang yang nonton nyaman mbak kalau terlalu berlebihan mengeluarkan ekspresi.
BalasHapusSeperti dua film terakhir yang saya tonton, Dilan dan Capt Marvel. Agak gengges aja kalau semua adegan dikomentari dan disoraki...
ada kalanya nonton kalau udah sepi ya mba, suka kezel kalau rame dan annoying wkkw
HapusPingin nonton.tapi aceh ga ada bioskop. Film dilan yang pertama aja belum nonton.hiks. nasib tinggal di kampung
BalasHapusstreaming sudah ada kak tahun ini wkkw
HapusKalau berbicara tentang film Dilan 1991, memang gak ada habisnya ya. Terutama mereka yang senang dengan cerita cinta anak SMA tersebut.
BalasHapuslove story anak jaman sekolah banget haha
HapusTerakhir nonton film Indonesia di bioskop ya nonton Si Doel The Movie, lain tidak. Mengapa? Alasannya klasik banget : saya sangat menyukai jalan cerita Si Doel sejak ia pertama kali tayang di tv. Sementara Dilan, cukuplah saya lihat thrillernya dan potongan2 adegan yg saya jumpai di timeline media sosial saya :)
BalasHapushihi beda generasi ya mba, dulu si doel itu yang ada di televisi kan ya
HapusPertama kali baca buku Dilan, aku gak memiliki ekspektasi apa-apa.
BalasHapusDan ternyata...aku cukup puas dengan buku pertamanya.
Meskipun di buku kedua aku kecewa dan entah melayang kemana rasa itu...aku tetap bersyukur dan menjadikannya pelajaran.
Bahwa masa SMA itu adalah masa dimana kita belum dewasa.
Wajar kalau melakukan hal-hal di luar nalar orangtua (asal tidak keluar dari aturan norma dan agama).
Salut sama kang Pidi Baiq.
haha belajar ambyar dari buku dilan ya, bener nih, kalau baca dlan aku bacanya pengin kisah cinta mereka di kala sudah dewasa
Hapussaya boleh minta nomor wa kah?
BalasHapussilakan email kak untuk kontak, terima kasih banyak :)
Hapus