Catatan di Persimpangan Jalan

Daftar Isi Postingan [Tampilkan]


Ini akan panjang dan isinya hanya teks saja, namun semoga kamu bisa mendapatkan sesuatu dari catatan ini.

Saya sudah lama nggak nulis ginian, sekalipun mau nulis catatan semacam ini nggak akan saya posting dan menggendap hanya menjadi draft saja. Alasan utamanya adalah tentu saja saya males ketauan lagi lemah dan bingungan. Saya juga sudah jarang nulis catatan personal yang sifatnya personal banget, selain karena saya rasa nggak penting lagi buat nulis jurnal semacam itu di internet, saya juga nggak nemu selama ini tulisan saya ada ruhnya atau nggak.

Kenapa pembukaanya terlihat kaya orang marah-marah ya. 

Ya intinya, tulisan-tulisan saya selama ini lebih ke pengalaman-pengalaman saja. Tahun 2019 ini cukup membawa pengalaman kepenulisan yang lebih kompleks—blog yang tiba-tiba G+nya ngga ada, DA menurun, dan kualitas blogwalking yang tak saya harapkan. Poin terakhir mungkin akan saya jadikan bahan tulisan suatu saat nanti. Lagi, makin sedikit saja bloger yang menulis personal. Saya memaklumi, karena yang tetap hanyalah perubahan.

Hingga dua hari kemarin (20-21 September 2019) saya membaca tulisan mentor-mentor saya, Fajar dan Aef Nandi. Mereka berasal dari lingkup yang sama yaitu insan koperasi. Sebetulnya rata-rata tulisan insan koperasi di Purwokerto saya suka semuanya, ada ruhnya dan nikmat untuk dibaca. Selain Fajar dan Aef, ada pula Firdaus Putra dan Anis Saadah. Keempat orang ini tulisannya keren-keren meskipun bukan bergerak di dunia literasi, maksudnya yang emang berhubungan langsung gitu. Karena selain menulis, budaya lain yang diciptakan dari kegiatan perkoperasian ini yaitu membaca, leadership, dan design. Maka saat saya masuk di kultur koperasi ini, saya sempat kaget. Dasar mahasiswa kagetan. Coba saya bisa berproses lama dan sejak awal di sini, kiranya bisa lebih berguna dan lebih kontributif. Hah.

Kembali lagi ke tulisan Fajar dan Aef setahun sampai tiga tahun yang lalu, mereka juga sebenarnya suka menulis tulisan-tulisan sederhana tentang pemikiran dan pengalaman mereka berdinamika dalam meraih mimpi dan perannya. Cuma, penyampaiannya asyik betul, kadang satir, kadang juga jadi refleksi. Terima kasih kepada kalian saya jadi ikut belajar juga.

Saat ini, saya memasuki semester 9 dan masih menjadi manusia di persimpangan jalan. Ya ada kemajuan dikit sih, kalau dulu bingung mau ngapain, kalau sekarang bingung kudu milih yang mana. Selama jadi mahasiswa, rasa-rasanya saya selalu nanggung. Jadi organisatoris banget ya enggak karena gampang bosenan, aktivis? jauh banget dari kata itu walaupun saya suka pergerakan dan mengikuti perkembangannya, akademik? apalagi, IPK sih aman, beberapa kali menjuarai cerpen fakultas juga pernah lah biar nggak kuliah-kuliah amat. Namun saya masih merasa kosong tanpa pernah menjadi kandidat calon mahasiswa berprestasi dan menjadi essais—ikut proyek dosen saja nggak pernah. Bukan karena malas, namun memang alur waktunya yang agak beda dari yang lainnya. Perkara ini akan lanjut menjadi tulisan kalau nanti saya wisuda deh. Hehe. Intinya, saya tak menjadi siapa-siapa kecuali diri sendiri.

Kala menulis ini, saya sudah sekitar 3 bulan jadi mahasiswa yang nggak ngapa-ngapain. Cuma baca referensi, blogging, dan membaca buku. Bagi saya, ini nggak ngapa-ngapain yang menyenangkan. Ikut organisasi hanya meramaikan acara, nggak lagi aktif di komunitas, ataupun kegiatan lain yang biasanya saya antusias ngejer-ngejer. Sedih? Ya enggak sih, saya mah jarang sedihnya saking seringnya perkara ginian muncul. Kalau kata anaknya James dan Lily Potter “I don't go looking for trouble. Trouble usually finds me”

Memang sengaja untuk puasa dulu, untuk refleksi akan pengalaman berproses mencari dan menemukan kemarin. Serius deh, kamu akan tahu apa kekuranganmu secara detail kalau kamu mencoba. Selain itu, impian semua orang kayanya tiap hari buat baca, nulis, kadang bisa ngopi, kadang kehabisan uang. Nggak punya ikatan ke mana-mana, nggak punya tugas, nggak harus memihak. Enak, tapi juga menyedihkan. Tapi jangan lama-lama, nanti otakmu jadi males. Hal ini adalah sepatutnya ditaruh sebagai leisure bagi saya. Manusia itu harus bergerak. Hanya saja kemarin saya tiba-tiba merasa kelelahan karena kurang manajemen waktu, prioritas, dan energi. Bukannya dapet maksimal dari berbagai bidang, namun yang ada nggak mempunyai apapun. Biasalah, anak muda mah sok-sokan bisa semuanya. Di sini juga saya paham, siapa saja teman-teman yang tetap berada di samping kala terburuk sekalipun. Saya juga berefleksi untuk memosisikan tetap bisa membantu sekecil apapun itu. Rasa syukur itu ada, tetap ada saja yang mendampingi meskipun memang benar bisa dihitung. Dari situ juga, mereka juga tak akan selamanya. Perlu evaluasi dan bangkit kembali.

Setelah berproses ini saya jadi paham beberapa poin yang memang sudah sering terdengar di kehidupan, namun memang kamu baru akan paham secara sejati jika telah mengalami.

Yang pertama adalah mengenai kalimat carilah pengalaman sebanyak-banyaknya. Ini beneran works di saya, bukan mengetahui segalanya kemudian buat gaya-gayaan itu nggak. Awalnya sih rata-rata orang akan merasa begitu, namun lama kelamaan paham hal yang lain. Yaitu di balik banyaknya pengalaman sebanyak-banyaknya itu hanya satu dua yang akan kamu ambil dan benar-benar berguna. Siklus hidup itu akan terus berulang, dari dulunya nggak punya apa-apa, punya segalanya, kemudian kembali nggak punya apapun kecuali kesepian dan pengalaman yang sangat berharga. Mengutip Marie von Ebner “In youth we learn, in age we understand.”

Kedua, privilege itu bisa diperjuangkan. Namanya juga manusia, ada perasaan nyerah duluan kalau temen punya privilese lebih seperti akses. Padahal privilese itu memang bisa diperjuangkan dengan catatan kamu harus kerja lebih keras. Iya capek, tapi hasilnya sebanding dengan kemudahan-kemudaahn di masa depan, Pengalaman bakal lebih kuat dan lebih punya resilient. Nggak papa capek, kata orang istirahat nanti lanjut lagi daripada gabut nggak ngapa-ngapain.

Ketiga, ada yang lebih mendasar dari keberanian, yaitu keyakinan dan kepercayaan. Saya kira dulu dunia hanya milik mereka yang bergerak, melantangkan suara, dan berbicara. Yes ini benar sebagai inisiator dan penggerak. Namun sekali lagi ada peran-peran lain yang nggak kalah penting, dan dunia ini milik bersama dengan peran masing-masing. Ada yang lebih penting dari sekadar keberanian yaitu keyakinan.

Keempat, berproses itu jangan ngebut-ngebut. Ini tergantung kondisi masing-masing individu sih. Kalau di saya gini, dulu selalu protes sama Tuhan kenapa alur waktu saya selalu terlambat atau waktu yang salah meskipun sudah setidaknya berusaha. Baru ngerti, selesaikan satu persatu dulu—jangan serakah. Lagian, hal-hal tersebut nggak akan ke mana-mana dan sudah menjadi porsi masing-masing itu benar adanya. Kalau nggak bisa meraih satu pintu, akan ada rejeki yang lainnya. Banyak, sepercaya itu saya sama Tuhan. Itulah mengapa ada ayat juga yang berbunyi “So when you have finished [your duties], then stand up [for worship].

Selain itu kenapa harus satu-satu ya biar kalau mau naik level itu udah tuntas, udah nggak ada hutang. Jadi nggak terjebak dalam masa lalu.

Kelima, hidup itu nggak semuanya harus seimbang. Dahulu saya mendambakan kehidupan yang imbang. Ternyata imbang di sini artinya memiliki segalanya, keren pokoknya. Kalau sekarang sih nggak relevan, lebih ke kapan kamu menempatkan diri aja.

Keenam, kamu hidup itu nggak sendirian. Saya pernah berada di masa-masa egois dan itu emang enak banget. Mikir kesenangannya sendiri, jalan sendiri, ya pokoknya serba diri sendiri selama saya nggak ngerugiin orang lain saya kira nggak masalah. Sampai akhirnya ada relasi sosial yang harus saya bangun, saya pelajari. Kumpul buat ngobrol nggak penting dulu bagi saya nggak produktif, namun itulah yang menjaga kewarasan. Ternyata nggak enak banget bahagia sendirian, bener kata Alexander Supertramp—happiness only real when shared. Emang sih, jadi lebih berproses lebih dulu. Tapi pas saya juara, maju ke podium dan itu cita-cita saya yang lama—justru saya merasa kosong, hampa, nggak jelas. 

Ada orang lain, yes. Ini bagian susah menurut saya karena sekarang kan sepertinya serba self-oriented. Tapi kalau berkontribusi bersama itu sejatinya lebih menyenangkan, jiwamu itu turut terisi. Untuk itulah mengapa ada juga sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat. Iya, term ini emang kadang bikin pusing karena kita takut dinilai berdasar ukuran akan kebermanfaatanya. Namun, pecah saja jadi kecil-kecil dan jadi kebiasaan.

Ketujuh. Hadeh banyak juga. Dalam hidup banyak yang akan membuatmu marah namun kamu bisa memilih untuk tetap jadi ramah. Itu bukannya kalah ya, namun kemenanganmu berdamai dengan diri sendiri, menerima dengan tak ngasih makan ego terus-terusan. Karena kalau mau ngasih makan ego yang rakus itu ya kita nggak bakal tenang-tenang. Saya dulu juga sempat punya branding madrfa, alias yang gila dan yang marah juga tapi ternyata capek mending jadi maxrfa aja. Keren nggak? Teringat juga tweet Joko Anwar berikut:


Kita tidak boleh mendoakan atau berharap orang lain gagal hanya supaya kita
merasa senang. Karena hati kita nanti busuk. Yang bisa kita lakukan adalah
berdoa supaya orang lain berhasil dan berusaha agar kita lebih berhasil
dari mereka.


Ke delapan, tahu kapasitas diri, cara kerja manusia satu dan yang lainnya beda. Emang bisa dibentuk, dan sewaktu-waktu berubah. Pastinya, kamu harus paham akan dirimu sendiri. Perjalananmu adalah melawan diri sendiri dan melampaui diri sendiri di masa lalu, yang dilihat jika kita melihat cermin. Kalau kamu mau jadi besar, kamu harus paham bahwa kamu bukan akan hanya mendapat impian-impian yang sudah lama kamu dambakan namun segala resiko dan anggapan negatif. With the great power comes great responsibility.

Ke sepuluh, terakhir nih terakhir. Tetap membumi. Karena saat kamu melesat dan berproses lebih keras, teman-teman yang lain bukan berarti juga diam saja. Semuanya bergerak, jadi jangan jadi kagetan melihat banyaknya perubahan.

Lumayan panjang, bikin buku enak kali ya?

Referensi tulisan ini:
aefsetiawancom.wordpress.com, Medium Aef, Fajar Esensiana, Bertumbuh, Soe Hok Gie.

42 komentar

  1. Super sekali mba, dah bisa jadi motivator nih.
    Saya suka poin hidup gak sendirian. Untuk seimbang dalam komunitas memang butuh proses kedewasaan atau bahkan jadi proses pendewasaan

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkwkw motivator kaya gimana nih, benar bgt kak

      Hapus
  2. Ini pemikiran yang sama, saya dan teman2 blogger yang masih berusaha menjaga tulisan personal (tulisan nggak berbayar) juga kadang sedih. Ingin rasanya lagi komentar2 bebas di blog orang tanpa perlu khawatir terkesan menjelekkan produk yang diiklankan lewat artikel. sehingga lebih akrab dan silaturahim berkesinambungan tanpa paksaan harus komen balik. atau tanpa khawatir teman blog bakal diblacklist oleh kliennya sebab komentar pada ngehek.

    Tapi ya, orang punya pilihan, kalo tujuannya buat ngeblog adalah untuk mencari penghasilan ya nggak bisa dilarang juga.

    dari itu, saat main ke blog teman, dan masih ada yang nulis artikel personal baik review pribadi atau sekadar cerita perjalanan tanpa promo yang kadang dirasa mengganggu karena terkesan kepaksa ngebagus2in, kami bakal terus main ke sana. biar ada tempat buat berkomentar bebas di kolom komentar blog dengan seru.

    ______

    Untuk bagian bawah2, yang diawali rasa lengang karena udah gak terlalu aktiv di berbagai kegiatan itu malah ngingetin dan ngasi pelajaran gini. dari poin satu sampe empat ngebuat diri jadi keinget bahwa hidup ini memang keras, tai bisa digebuki smape lemnut. mungkin akan saya copas dulu, buat pengingat diri. tegur saja misal nanti saya ngeposin itu dan lupa ngasi kredit. Secara pribadi, saya menikmati proses, tapi lingkungan saya membencinya saat saya prosesnya pelan. ditekan untuk terus ngebut dan malah banyak kesalahan pas di akhir. :(

    untuk 6 poin lainnya, sepertinya sudah cukup melekat pada pprinsip diri, jadi kecenderungan lupanya nggak setinggi yg empat tadi.

    baiklah, selamat berproses dan tidak meninggalkan hutang ketika mencapai level selanjutnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. waaaah terima kasih banyak komentar panjangnya, sudah lama sekali nggak nemu komentar seperti ini hehe. silakan ya sebagai catatan :)

      Hapus
  3. Menikmati setiap proses mgkn bisa jd salah satu obat kegalauan saat mencari jati diri. Menyelami diri sendiri, berdamai dengan diri sendiri, dan menentukan masa depan yang betul-betul disukai bukan karena faktor orang tua atau orang lain, sangat-sangat dibutuhkan di masa-masa saya dulu mencari kebahagiaan tanpa pembandingan dengan ini dan itu. Membaca ini jadi flash back awal-awal lulus sarjana dengan berbagai konfliknya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. apakah ini bisa dinamakan sebagai quarter life crisis?

      Hapus
  4. Jangan kagetan
    Ini lho yang masih banyak orang lupa, mungkin aku juga. Perubahan zaman itu pesan banget, makanya kudu persiapin diri. Dan kudu lihat kemampuan kita, jangan memaksakan apa yang belum bisa kita lakukan

    BalasHapus
    Balasan
    1. harus jalan berimbang dan beriringan sih ya kak

      Hapus
  5. iya setuju
    dah bisa bikin buku mbak
    aku dukung
    jangan kayak aku yang dari dulu bikin buku hanya sebatas wacana hahhaaa...tak bagus

    BalasHapus
  6. Semakin jauh kita berjalan, semakin banyak hal2 baru yang kita dapatkan
    Tapi dari situ kita jadi belajar banyak hal.Terima kasih untuk inspirasinya, mbak. Apalagi quotenya nendang banget, cambukan buat diriku juga ini hehee

    BalasHapus
  7. Betul banget, lebih baik menikmati proses daripada yang instan-instan, nggak bakal langgeng, hehehe. Makasih tipsnya ya

    BalasHapus
  8. banyak hal yang bisa kita petik hikmah dari perjalanan yang sudah kita lalui
    saya sering mendapatkan hal-hal yang menarik dari setiap proses yang saya lalui
    seperti mempermudah urusan orang lain karena kita tak tahu kapan Allah akan membalasnya melalui orang orang yang dipilih saat kita membutuhkan kemudahan.


    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak, sepertinya bukan hari ini, jadi selalu bersikap ramah dan baik

      Hapus
  9. Duuuh cita cita banget nih nulis buku hahah tapi nulis blog aja masih agak males, lagi mau bikin rajin lagi hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. bikin buku mengenai traveling menyenangkan sepertinya kak ky

      Hapus
  10. semakin banyak intriospekdi dan pemikiran mendalam ya kak. menghasilkan penilaian terhadap kinerja diri. Saya pun merasakan hal yang sama terutama menghasilkan tulisan bermutu. Karena kesibukan lain membuat saya Jadi lemah

    BalasHapus
  11. Wah aku setuju nih sama tulisan ini. Poin-poinnya ngenal banget. Dan memang benar mumpung masih muda nyari ilmu dan pengalaman harus sebanyak mungkin karena akan berguna di kemudian hari

    BalasHapus
  12. Aku suka dengan quote nya lebih baik kita mendoakan yang baik-baik ya supaya feedback ke kitanya juga baik.

    BalasHapus
  13. Menjalani semua proses kehidupan menjadi pembelajaran bagi kita ya mba, itu semua menjadi harta pengalaman yang tidak akan dimiliki oleh siapapun selain kita.

    BalasHapus
  14. Sebagai salah satu bloger yang mulai masuk komunitas bloger personal (yang mati suri), sumpah pengen banget rasanya mulai nulis personal lagi. Blogwalking di postingan tentang catatan pribadi, aku ngerasa kayak ngobrol bareng mereka. Bisa tau lebih jauh tentang mereka, kenal lewat internet tapi bahkan tidak pernah berkomunikasi dua arah. Hanya mendengarkan cerita tapi seakan kenal. Sumpah kangen banget kayak gini. Aku juga jadi pengen banget bisa nulis personal lagi, banyak draft tentang tulisan personal tapi ya... banyak hal yang menghalangi. Semoga bisa konsisten lagi menulis personal di tengah bangkitnya lagi bloger namun sebagai penulis profesional. Sebagai orang yang menjadikan blog hanya sebagai sampingan dan bukan utama, aku sangat ingin kembali menulis personal

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha baca tulisanku jadi nostalgia nggak? di medium aku suka nulis personal, mungkin kamu mau mampir

      Hapus
  15. Secercah motivasi dipagi hari wkwkwk, setuju banget sama pemikirannya mbak

    BalasHapus
  16. Memang ya, lebbih berharga proses. Kita bisa belajar banyak banget dari situ. Beda dengan orang yang terima instan-instan nya aja ya..
    btw thanks yak tips nya

    BalasHapus
  17. Suka dengan tulisannya. Benar sih punya banyak pengalaman itu penting karena dari sanalah kita belajar banyak hal. Punya keberanian juga perlu banget, namun harus didukung juga dengan kepercayaan dan keyakinan, plus perlu juga komitmen. Semangat ya, Mbak. Semoga kita semua jadi manusia yang bermanfaat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks for stepping by kak Mon hihi, keyakinan dan keberanian itu

      Hapus
  18. jangan ragu dipersimpangan tetap melangkah maju karena ada yang indah diujung sana cieeee

    BalasHapus
  19. Haru, pilu, keren.
    Makasih ya kak, tulisannya hidup.

    BalasHapus
  20. Sering kali berada di posisi membingungkan.

    BalasHapus

Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.