“Lo bisa dapetin semua yang lo mau, namun lo bisa juga kehilangan semua yang udah lo miliki” – Fey
Kira-kira, kalimat tersebut yang
saya ingat di film Imperfect saat menonton untuk kedua kalinya. Apresiasi yang
tinggi untuk Koh Ernest Prakasa lagi-lagi membawakan cerita yang unik dan
berani di awal tahun 2020. Sejak nonton Cek Toko Sebelah, rasanya kurang pas
kalau ada karya film terbarunya belum nonton. Kali ini merupakan kolaborasi
dengan sang istri, Meira Anastasia dalam mewujudkan Imperfect ke layar lebar.
Cerita mengenai Imperfect dapat
dilihat melalui taglinenya yaitu
Karir, Cinta, dan Timbangan. Tak secara khusus juga menyelipkan kata Kecantikan
atau Insecurities, ide yang brilian
biar penonton nggak muluk-muluk fokus pada dua kata tersebut karena ada
hubungan yang lebih kompleks yaitu keluarga, sahabat, serta cinta dalam
perjalanan karir tokoh utama yaitu Rara.
Sebagai perempuan, perihal
definisi cantik sudah seringkali dibandingkan dengan tubuh diri sendiri. Sudah
seringkali minder karena tidak lebih kurus, tidak lebih tinggi, tidak lebih
mancung, atau tidak lebih ramah. Saya lupa bahwa saya diberkati anggota tubuh
yang lengkap dan kesehatan yang paripurna, waktu yang seharusnya bisa untuk
melakukan hal-hal postitif justru terbuang overthinking
mengenai bagaimana saya harus cantik sesuai standar kecantikan: putih dan
kurus. Belum lagi saat menuju dewasa ada satu pelengkap lagi, yaitu style. Lagi-lagi saya lebih sepakat pada
kata-kata Fey saat melihat foto Kim Kardashian, ada yang lebih goals daripada beauty goals yaitu duit goals. Pernah denger di media
sosial ungkapan familiar seperti “cantik itu relatif, tergantung modalnya.”
Perihal citra tubuh perempuan
bukan hanya digambarkan oleh tokoh utama Rara, namun juga ibunya, adiknya (Lulu),
serta keempat penghuni kosan kekasih Rara (Dika) yaitu Prita, Neti, Maria, dan
Endah. Saya salut sekali bagaimana Ernest bisa menemukan perempuan muda sehari-hari
yang biasanya luput dari perhatian di dunia nyata melalui tokoh 4 perempuan
ini. Misalnya Prita penjaga konter pulsa, Neti bekerja di salon, Endah
mahasiswi yang sahaja, dan Maria yang lebih unik yaitu bekerja di toko jilbab.
Masing-masing memiliki insecuritynya
akan kekurangan yang ada pada dalam diri.
Jalan cerita berangsur dari Rara
yang memiliki tubuh gemuk, rambut keriting, tak suka dandan menjadi Rara yang
langsing, rambut lebih lurus, dan menggunakan make up. Perubahan ini juga berhasil mengantarkan dirinya menjadi manager di kantor tempat ia bekerja.
Konflik juga justru baru dimulai akibat perubahan ini karena Rara—meskipun sudah
berubah menjadi “cantik” tetap saja memiliki insecurity: ketidakbahagiaan. Rara merasakan dunia di sekitarnya
tak cukup adil sekalipun sudah berubah dan tetap ada hal-hal yang salah bahkan yang
dulu baik-baik saja.
Film ini bagus karena
menyampaikan pesan secara final mengenai tubuh seorang perempuan untuk menjadi
versi terbaik dari diri sendiri. Namun tetap digambarkan juga bagaimana keramahan
society terhadap beragamnya kebebasan
perempuan untuk menjadi apapun bentuk badannya, wajahnya belum selesai. Hal-hal
tersebut lagi-lagi kembali ke diri sendiri: masih harus melalui penerimaan,
berdamai dengan diri sendiri, berusaha, dan bangkit bahwa citra positif
datangnya dari diri sendiri. Seakan-akan harus mengelompok sendiri dan tak bisa
melebur kecuali memiliki kekuatan yang sama atau lebih besar. Film Imperfect
memang tak sefantastis itu karena merupakan awal mengenai film yang membahas standar
kecantikan di Indonesia: realistis dan tak utopis.
Standar kecantikan memang masih tak ke mana-mana, masih di situ-situ saja. Film Imperfect mencoba mengimbangi
sebagai media untuk menyebarkan body
positivity dan self-love di
antara banyaknya pengguna media yang harus meniru tokoh ini itu. Saya juga suka
bagaimana Ernest memberikan kesempatan pada tokoh utamanya untuk merasakan
berada di dua sisi sebelum akhirnya memilih versi terbaiknya: kecantikan,
keramahan, dan penerimaan. Plus soundtrack
karya Fiersa Besari di akhir film sangat bagus, seakan-akan memeluk semua
penonton yang telah mengalami pengalaman-pengalaman menyakitkan mengenai
tubuhnya. Terakhir, tentu saja puncak di akhir cerita yang sangat disayangkan kalau kamu lewatkan, suka bener atmosfirnya :3
Malathi berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya teman yang baik. Teman yang baik tidak menghakimi, teman yang baik tidak menyudutkan, teman yang baik membantu kita mengenal siapa kita sesungguhnya. (Imperfect)
***
Baca juga ulasan menarik yang
saya baca di Magdalene: 'Imperfect' Ingin Sebarkan Citra Tubuh Positif
Dan juga Qureta: Paradoks Tubuh di Film Imperfect
sumber gambar: nalar.id, qureta.id, cultura.id
Setuju banget sama tulisan ini. Saya pun menikmati pengalaman yang hampir sama seusai menonton Film Imperfect, walau cuma bisa sekali saya, nggak sepertimu yang bisa dua kali.
BalasHapusAh ya, satu soundtrack lagi yang bikin happy. Ada satu lagu yang khusus dinyanyikan oleh Reza Rahadian di film ini.
Wah, dengan ini jadi melihat suatu hal dari banyak sudut pandang si. Memang gaboleh egois dan sepihak
BalasHapuspenerimaan, menerima bagaimana kondisi diri ini. Btw salut dengam jessica mila yg mau ambil peran ini. naik 10 Kg ya katanya. wow. totalitas
BalasHapusKelihatannya film Imlerfect ini harus masuk ke list must watch. Agar bisa belajar lebih menghargai diri sendiri, serta tidak mudah terjerumus ke lubang war mom, body shaming, dan semacamnya.
BalasHapusAdekku nangis nonton ini. Yang paling sedih kan bagian orang-orang yang menuntut dan ngomongin tentang harus kurus, padahal kurus juga ada pengorbanannya
BalasHapusFilm ini keren banget. Self-love emang sangat penting. Aku juga suka banget makna film ini, antara bersyukur dan harus upgrade diri untuk berusaha menjadi sisi terbaik dari diri kita.
BalasHapusPesannya oke juga ya, bagaimanapun body kita ya memang seharusnya disyukuri, terlepas dari apapun omongan orang. Btw saya jadi penasaran dengan filmnya.
BalasHapusMencintai diri sendiri itu penting...
BalasHapusSetiap perempuan cantik dgn caranya
aku belum sempat nonton film ini atau lebih tepatnya kemarin itu kelewatan sehingga ya begitu deh, penasaran dengan filmnya
BalasHapusHabis baca review ini malah pengen baca review Cek Toko Sebelah *LOH
BalasHapusHahaha...
Honestly bukan pecinta film, tapi aku suka baca review orang2 yg sudah mengambil hikmahnya
Hihi sudah pernah nonton CTS kak? Hihi mari baca2 di blog ini kak :D
HapusTerima kasih sudah di ulas mbak. Kemaren mau nonton ini juga. Tapi nggak jadi karena teman maunya nonton film yang lain. Wkwk
BalasHapusSaya masih ingin menonton film ini apabila sudah tayang di layar kaca tv, karena waktu saya ingin mengajak teman saya malahan mereka gak mau :(
BalasHapusHuwooo ya ampun meh nonton ini aku lupa Umi
BalasHapusUdah turun deh dari bioskop kalo tayang di TV mau ah nonton
banyak edukasi di sini ya
Sayang aku gagal nonton film ini gara-gara bokek. Baiklah kudu nunggu tayang di TV nih. Padahal udah kepo banget lihat Jessica Mila beradu akting dengan Reza Rahadian.
BalasHapusLife is exactly imperfect, because perfection is only on God's hands.