Butuh beberapa
minggu untuk menuliskan tentang ini, beberapa lupa bagiannya, sebagian menunggu
feel yang tepat untuk menulis—namun
semoga saja masih sama dan melingkupi semuanya. Beberapa waktu lalu saya sedang
merasa tak baik-baik saja, semacam sedang shifting
yang membuat sedikit sinting untuk bisa mengontrol semuanya ada pada
tempatnya. Hidup kembali menjadi kaku, tak ramah, mudah tersinggung, dan susah
sekali mencoba untuk melepaskan. Ilmu ikhlas itu memang susah ya? Hehehe.
![]() |
cr: pixabay phototravellers_de
|
Saya mencoba
melihat konsep yang lebih besar dalam hidup dan menghadapi hidup. Dipecah lagi menjadi
konsep kebahagiaan, identitas diri, dan tujuan yang ingin dicapai. Setahun
terakhir saya sedang mencoba menyelesaikan urusan dengan diri sendiri melalui
kesempatan yang ada. Saya mencoba banyak hal namun tak melihat resiko dan tanpa
manajemen waktu. Hasilnya tentu saja maksimal di satu hal yang saya kejar namun
ada hal-hal lain yang terlupakan. Lupa, bahwa hidup itu long term game. Masalah itu akan selalu ada bahkan upgrade, sekalipun selesai pasti akan
muncul masalah yang lain juga.
Saya Benci Menjadi Biasa Saja
Tulisan ini juga
hadir dengan sebelumnya membaca tulisan untuk tak apa menjadi biasa saja,
sebenarnya menjadi beda itu juga biasa saja. Saya juga pernah memiliki prinsip
hidup menjadi biasa yang luar biasa dan untuk beberapa waktu memang lebih mindful. Jika hidup biasa saja bisa membuatmu
lebih ramah ke kehidupan meskipun di sekitar sedang marah, lebih bisa lapang
dada dalam menerima kekurangan diri, memaafkan kesalahan di masa lalu. Ya
kenapa enggak?
Menjadi biasa
sebetulnya juga memiliki banyak definisi, atau mungkin jangan-jangan kita
terpaku pada urutan dalam membanding-bandingkan? Kita perlu nih mencoba melihat
lagi apakah ukuran perbandingan tersebut sesuai? Kalau misal sesuai apakah hanya
itu yang kita punya?
Kita tak akan
selamanya menjadi nomor sekian kok, percayalah akan ada momen ketika kesempatan
dan waktu bertemu secara tepat. Setidaknya, jadilah nomor satu untuk diri
sendiri dulu. Lebih mengerti menjadi diri sendiri, berdamai, mengevaluasi,
salah dan bangkit berkali-kali sampai nanti bosen sendiri dan tiba-tiba udah auto saja dalam melakukan habit yang baik.
Gagal Tak Membuatmu Kehilangan Value Atas Dirimu
![]() |
cr: pixabay, Free-Photos |
Hal yang kurang
saya sukai ketika ada yang membicarakan kegagalan adalah ada kalimat “jika aku
jadi kamu aku akan…” keluar. Seringnya berbicara mengenai hal yang sebaiknya dilakukan
atau tidak dilakukan di masa lalu hingga berakibat saat ini. Bagaimana jika
dibalik “jika kamu jadi aku, memangnya kuat?”. Melihat hanya dari satu sisi nggak akan cocok karena nggak pernah ada alasan tunggal. Banyak reaksi di luar jauh dari
kendali kita, namun diri sendiri lah yang tetap bisa mengontrol reaksi atas diri
sendiri akan bagaimana.
Kita akan paham
bahwa dalam menyikapi keputusan maupun kegagalan orang lain itu perlu
menggunakan sudut pandang yang luas—nggak bisa hanya dengan satu cara pikir.
Kehidupan itu kompleks dan dari pada mempertanyakan terus menerus perkara benar
atau salah, bagaimana sebaiknya kita sama-sama menyepakati bahwa pilihan yang
diambil adalah seterbaik adanya dan saling sembari mengingatkan?
Kita Akan Selalu Melakukan (dan mungkin membuat) Kesalahan
Tanpa diingatkanpun,
sebetulnya melakukan kesalahan atas apapun yang kita lakukan. Memang dari
kesalahan kita akan belajar. Namun bagaimana jika sengaja membuat kesalahan
atau deliberating mistakes? Hidup dengan
penuh resiko padahal hidup sendiri sudah kompleks adanya, sudah menantang namun
rasanya bosan juga berada di arus utama.
Saya pernah sengaja
melakukan kesalahan, untuk jangka pendek dengan kepuasan sesaat memang menyenangkan.
Hal tersebut juga sekaligus merealisasikan mimpi-mimpi dan keinginan di masa
lalu sih, salahnya di timing aja
mungkin karena sama-sama harus memilih prioritas.
Tapi nih, pada
akhirnya hidup akan selalu baik-baik saja sekalipun kita membayar di awal
maupun membayar di akhir. Hidup akan selamanya baik-baik saja selama kita juga
terus mengusahakan. Kalau di saya, pengalaman yang didapat adalah kekuatan
resiliensi dan telah bertemu bermacam jenis kegagalan: dari yang gagal karena
di tengah jalan, atau bahkan kekalahan sebelum memulai. Udah semuanya, mau apa lo?
Semua Akan Berakhir, Apanya?
Saya pernah
menyeletuk tiba-tiba saja saat seorang teman berkata “semuanya akan berakhir
kok” dengan “selama belum mati, nggak akan ada yang selesai. Kita hidup tuh cuma
pindah dari satu hal ke hal lainnya, satu masalah ke masalah yang lainnya, satu petualangan ke petualangan yang lainnya.”
Gokil, keren
bener.
Itulah mengapa ada
istirahat untuk kita bersyukur, lha orang
hidup tenang-tenang terus saja juga nggak enak kok: pusing. Saya pernah begitu
mempersiapkan masa depan sampai nggak memprioritaskan apa yang ada di depan,
apa yang urgent. Jadinya amburadul
namun ya tetep nggak papa karena pada akhirnya belajar untuk tak mengulangi.
Memorinya jadi kuat bahwa pernah begitu berlebihan ngambis ingin menyeselaikan apa
yang sebenernya nggak ada ujungnya.
Ooo, betapa diri ini diterpa kegagalan sejak muda~~
Saya pernah juga
begitu ingin memegang semuanya dalam kendali dan genggaman namun ya konsep
hidup kadang bukan kita ngerencana terus berjalan baik-baik saja. Hidup perlu
seni, seni itu berupa kesedihan akibat pembelajaran berupa kegagalan, keputusasaan,
atau penolakan juga mungkin?
Memahami Konsep Yang Lebih Besar dan Kembali Hidup
Tahun kemarin
bisa jadi dikatakan saya mencoba mengnolkan diri alias begitu tak pedulinya
hidup mau ngapain namun tetap mengejar apa yang saya suka. Terlihat wah,
senang, namun rapuh di dalamnya. Ada titik balik di mana saya tak cukup kuat,
namun sudah usai dengan kesedihan dan hal-hal yang membuat patah hati: saya
kembali hidup.
Dalam proses
mengenolkan diri sebenernya ya bukan main-main, namun mencoba bagaimana jika
manusia hidup seperti ini: terlalu memilih jalannya, mengisolasi diri, mencoba
berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain, dan mencoba hidup seenaknya dengan
terlalu mengambil banyak hal yang dirasa penting sampai akhirnya burn out. Jadilah krisis identitas, lupa
dahulu bagaimana dan lupa bagaimana mendefinisikan diri sendiri. Awalnya sih
sederhana ya, sebenernya manusia itu kalau lepas dari segala label dan dengan
diri sendiri saja itu bagaimana? Mungkin kalau kamu lihat film Into the Wild akan sedikit paham. Ternyata kebahagiaan itu memang bukan
benar-benar saat kita berada di puncak segala keinginan yang terpenuhi.
Namun dari hal-hal kecil seperti syukur diberi waktu atau kesehatan, makan
dengan temanmu, ngobrol dengan teman lama, memberi makan kucing jalanan, dan
pertemanan kecil namun begitu hangat dan menyenangkan.
Kemudian jadi
menata ulang kembali ke jalur yang sebaiknya bahkan menemukan alasan yang lebih
kuat untuk melejit setelah pernah
seberani itu. Sederhana saja sebenernya seperti mengapa harus membagi
waktu, mengapa harus olahraga, mengapa harus makan teratur dan makan makanan
yang sehat, mengapa harus melakukan penerimaan diri, mengapa harus berlatih
meditasi agar terus lapang dada, mengapa harus fokus dan memilih beberapa saja,
mengapa harus berdamai dengan diri sendiri secara penuh. Kunci semuanya ada
pada dalam diri, dan masing-masing orang pasti akan ada masa yang tepat untuk
kapan bangkit secara total.
![]() |
cr: pixabay, Lars_Nissen_Photoart |
Jawabannya
memang sudah ada selama ini, sudah pernah dibilangi, sudah pernah baca teorinya
dan potongan fragmen kejadian dalam
hidup namun kalau belum pernah mengalami secara penuh juga akan sulit dipahami:
kurang kuat dan kurang mendasar. Ah
buset, udah kaya apa aja. Konsep besar tersebut adalah menghidupi hidup,
jadi untuk lebih melihat ke sekitar dan diri sendiri lebih dalam itu benar
adanya. Bisa jadi memang selama ini ada di dekatmu namun memang selama ini ada
di dekatmu namun hidup sebercanda itu bikin
kamu berkeliling lama dahulu. Kembali ke hal kecil juga beberapa berawal dari
yang telah memilih sesuatu yang lebih besar. Memilih cukup setelah
keberlimpahan tak memberikan kebahagiaan secara penuh. Got it? Nggak usah takut ketinggalan kereta kalau misal jenis keretanya akan berbeda, akan sama-sama melalui destinasi yang sama untuk papasan lalu berbeda stasiun lagi. Kita semuanya juga sama-sama pelaut. Otw dengerin Rich Brian-The Sailor~~
Kita perlu bahagia—namun
juga sedihnya secara cukup untuk hidup yang sepenuhnya. Terima kasih telah
mampir, ayo kita bingung-bingungan bersama di kolom komentar. Jika kamu adalah
manusia dengan isi kepala yang terlalu banyak pertanyaan seperti saya, ada
baiknya kamu mengklik postingan self-help
Satu Persen: Now You Know A Little About Everything. See ya!
***
we are on the same boat sis. i have a feeling there is more to life but i can't really tell what it is. i wrote about similar topic on my newest blog post. what a coincidence ...
BalasHapusHaha I have no clue who I am right now actualleeeh XD
Hapusbetul bangt mba, jangan terjebak dlm kesedihan banget lah. nikmatin hidup selagi bsa dinikmati.. mantap
BalasHapusHehe iya meskipun ya lumayan susah ya :)
HapusAku dulu selalu berpikir dan berstandar pada diri sendiri padahal itu masalah orang lain. Ya itu, langsung keluar kata, kalau aku ya bla bla bla
BalasHapusIngat banget dulu pernah diskak teman gara2 punya keinginan yang berbeda. Dia hidup maunya mengalir, kalau aku maunya terjun. Well, yang paling penting, diri sendiri tahu seberapa mampu kita
Aku dulu selalu berpikir dan berstandar pada diri sendiri padahal itu masalah orang lain. Ya itu, langsung keluar kata, kalau aku ya bla bla bla
BalasHapusIngat banget dulu pernah diskak teman gara2 punya keinginan yang berbeda. Dia hidup maunya mengalir, kalau aku maunya terjun. Well, yang paling penting, diri sendiri tahu seberapa mampu kita
Kalah itu bukan sebuah aib, its a experience to bring a greater campion.
BalasHapusSebenarnya selama kita masih hidup akan ada saja masalah yang timbul. Kayak semacam ujian untuk naik kelas, gitu loh! Hehehe
BalasHapusLebih baik banyak bersyukur dan bersabar. Keliatannya mudah untuk ditulis tapi menjalani memang butuh usaha banget yak!
Saya termasuk golongan people yang nyantai lho, maksudnya ngadepin apa pun dengan santai jadi mudah move on.
BalasHapusenggak sih, aku gak terlalu punya banyak pertanyaan
BalasHapuskalaupun ada, ya biasanya aku langsung cari jawabannya (bila teori ya)
kalaupun soal kehidupan, pelan-pelan akan ditemukan jawabannya, tinggal bersabar... lalu nanti ingat, oh ini ya jawaban yang pernah kutanyakan dulu
jadi aku lebih selow sih memang
Salah satu yang tersulit adalah "stay positif" dengan berbagai keadaan, jika level tersebut sudah tercapai mungkin sehari-hari terasa lebih plong.
BalasHapusAku suka merenung juga akhir2 ini mbak, di usiaku skrng aku baru menemukan apa yang ku suka trus suka berpikir ini worth it gak dilanjutin. Tapi setelah ku pikir2 yawda lah kan hidup tu gak ada yang tahu ke depannya gmn, anggap aja berpetualang, dan menikmati petualangan dengan happy aja
BalasHapusInspiratif banget setiap kalimatnya. Semua org memang harusnya tau kita lebih kuat daripada yg di lihat org apapun masalahnya
BalasHapusBerkali2 saya juga merasakan bagaimana sensasi di titik nol.. tapi dibalik itu kita bisa selalu mendapat terobosan atas apa yang sebenarnya bisa kita lakukan.
BalasHapusKita bisa bukan karena kepepet, tapi karena keinginan kuat untuk menyelesaikan masalah yang ada
Aku suka sekali dengan poin GaGAL kak.... sebagai orang yang menghargai proses... aku menghargai semua hasil tapi lebih menghargai bagaimana proses itu berlangsung dan bisa sampai kesana. Tidak gampang menyusun rencana dan sejata untuk melakukan seuatu tujuan
BalasHapusAku rasa Life is a challenge. Jangan mau jadi yang biasa dan selalu mencari ilmu untuk berpindah menjadi hamba Allaah yang lebih baik lagi. Bisa jadi dari segi kebermanfaatannya untuk orang lain.
BalasHapusBagus sekali.
HapusAku sukaperenungan demi perenungan. Dan dari iqra' kita akan menemukan jawabannya.
Sederhana saja.
Allaah memang snantiasa meminta hambaNya untuk berpindah. Tak peduli seberapa kecil (atau besar langkahmu) tetaplah bergerak, menuju kebaikan.
sekarang aku lebih ke santai, ngga terlau ngoyo biar ga kecewa hihihi, semagat terus ya, yag penting percaya kepada diri sendiri hihi
BalasHapusHidup ini sudah susah, kata si mamang gojek yg sekarang sepi orderan. Jadi jangan lah kit bikin makin susah dengan mikirin apa yg gak kesampaian. Saya sendiri tetap ikhtiar dan selalu doa, semoga pandemi ini (dulu saja) segera berakhir. Udah bisa piknik, baru mikirin masalah lain (yang tetap milih yang paling mudah) kalau bisa. Hahaha
BalasHapusSemua pertanyaan disini itu thought provoking banget. Aku harus diam dan menanyakan hal yang sama ke diriku sendiri pas baca ini.
BalasHapusSetuju
BalasHapusGagal ga bikin kita kehilangan value.aku meyakini kita udah punya stok gagal. Jadi mumpung, kita habisha iskan stok gagal sebelum dapat stok berhasil
Pertanyaan pada dalam diri sih pernah terpikirkan oleh daku, tapi biasanya mau bobo.. kalau diungkapkan pun nggak pernah ke temen paling sering ke kakak.
BalasHapusAku nggak tau juga harus komen apa setelah baca postingan ini. Memaknai kehidupan itu ternyata nggak gampang. Kita selalu seolah-olah paham akan hidup kita sendiri, padahal yah kita cuma masih belajar memahami. Karena apa? Kalau sudah paham, kita nggak akan lagi merasa bimbang dan bertanya "apakah ini benar atau salah?".
BalasHapusTerlepas dari hidup emang banyak pilihan, tapi konsep hidup sendiri bahkan yang sederhana sekalipun aku masih gagal memaknainya dengan benar. Jadi aku nggak tau sekarang pun hidup untuk apa.
Btw terima kasih linknya di akhir postingan ya. Akan aku coba kunjungi hehe
Selama baca tulisan ini aku terus-terusan ingat dengan stoa. Bikin aku merefleksikan ke diriku sendiri juga nih kalimat-kalimat di dalamnya. :')
BalasHapusMemaknai kehidupan itu tdk mudah dan tdk sulit. Tapi belajar untuk selalu bersyukur itu menjadi kunci.
BalasHapusTerima kasih utk tulisannya mbak, suka banget bacanya😊
Bagi saya, setiap orang akan punya pemberhentiannya sendiri untuk memberi tanda bahwa dia telah melewati satu fase dengan perasaan yang nggak akan selalu sama untuk semua orang.
BalasHapusMengenali diri sendiri itu nggak mudah. Termasuk memaknai hidup.
Tapi terima kasih sudah menulis begini. Saya jadi berhenti lebih lama, sembari mengenang kalau saya sudah sampai dimana dan berterima kasih kalau saya sudah bisa sejauh ini.
penting banget kak buat bahagia, noted banget. Membaca ini jadi kontemplasi tersendiri buat aku yang kadang diminta buat ga sedih terlalu lama
BalasHapus