Daftar Isi Postingan [Tampilkan]
Rule of Thirds -
Metropop
Penulis: Suarcani
Penerbit: Gramedia
Pustaka Utama (2016)
Penyunting: Midya
N. Santi
Penyelaras aksara:
Mery Riansyah
Perancang sampul:
Orkha Creative
ISBN:
978-602-03-3475-2
Jumlah halaman:
280 hlm
Harga: Rp 68.000,-
Sinopsis:
Apalagi yang paling menyakitkan
dalam pengkhianatan selain menjadi yang tidak terpilih?
Demi mengejar cinta Esa, Ladys
meninggalkan karier sebagai fotografer fashion
di Seoul dan pulang ke ke Bali. Pulau yang menyimpan kenangan buruk akan
harum melati di masa lalu dan pada akhirnya menjadi tempat ia menangis.
Dias memendam banyak hal di balik
sifat pendiamnya. Bakat terkekang pekerjaanya sebagai asisten fotografer, luka
dan kerinduan dari kebiasaanya memakan apel Fuji setiap hari, juga kemarahan
atas cerita kelam tentang orang-orang yang meninggalkannya di masa lalu. Hingga
dia bertemu Ladys dan berusaha percaya bahwa cinta akan selalu memaafkan.
Ini kisah tentang para juru foto
yang mengejar mimpi dan cinta. Tentang pertemuan tak terduga yang bisa mengubah cara mereka memandang dunia.
Tentang pengkhianatan yang akhirnya memaksa mereka percaya bahwa hidup kadang
tidak seindah foto yang terekam setelah mereka menekan tombol shutter.
---
Terkadang
kita ketemu orang dalam waktu yang singkat hanya untuk memberikan kita satu
pelajaran hidup, atau “membetulkan” kita saat sedang rusak-rusaknya. Atau, yang
dikira akan bersama-sama selamanya, yang tahu sifat kamu luar dalam sepenuhnya,
ternyata hanya akhirnya menjadi teman, mengingat punggungnya yang perlahan
menghilang di ujung jalan sana. Seterusnya, hanya kenangan-kenangan bahagia
bersama-sama dahulu, gelak tawanya yang kausukai, makanan favoritnya, semuanya
tinggal memori.
Rule
of Thirds adalah tentang Ladys dan Dias, dua juru foto berkebalikan watak yang
sama-sama merasakan betapa pahitnya masa lalu. Dipertemukan di Bali, mereka
sama-sama membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menemukan apa yang mereka
cari, apa yang mereka dapat. Namun, tentu saja, ada beberapa hal yang ternyata
tak sesuai dengan apa yang mereka harapkan, mereka kembali merasa tersakiti dan
terkhianati.
Ladys
yang tiba di Bali dari Seoul dengan tujuan menemui Esa sang kekasih jarak
jauhnya selama satu tahun mulai bekerja di studio foto milik pamannya. Namun,
kendati mereka berdua saling menyayangi dan membutuhkan, orangtua Esa tidak
menyetujui hubungan keduannya dan Esa sudah akan menikah karena perempuan
pilihan orangtuanya sudah hamil.
Kemudian,
Dias sebagai sopir sementara Ladys dan juga asisten fotografer di studio, juga
mencintai Prajna walaupun saat ini Prajna justru berpacaran dengan sahabatnya,
membuat ketiganya memiliki jarak dan suasana yang tidak hangat.
Ladys
dan Dias sendiri kembali dipertemukan dalam satu pekerjaan. Hubungan antara
tidak begitu dekat karena sifat Ladys yang dewasa namun tetap sentimentil dan
Dias yang terlalu dingin dan cuek sampai keduanya mengetahui masalah
masing-masing.
“Kamu tahu sendiri bahwa foto bisa saja menipu. Penuh kamuflase,
modifikasi, editing sana-sini agar
terlihat indah... Kamu lebih memilih untuk terbuai, mengikuti nafsu sendiri.
Kamu sama sekali tidak mau belajar dari kesalahan orangtuamu, orangtuaku. Aku
benar-benar menyesal karena percaya sama kamu. Menyesal tahu nggak?!” hlm
210
Yang
saya kagumi dari Rule of Thirds ini adalah, bagaimana penulis dapat
mengaduk-aduk emosi saya dalam buku yang termasuk tipis dengan alurnya yang
cukup kompleks meskipun akhir dari cerita termasuk sudah dapat ditebak. Selama
membaca, saya berasumsi bahwa penulis dapat saja memberikan opsional agar
masing-masing karakter selesai pada tahap saling mempertemukan, sama-sama
menyelesaikan masalah, namun pada akhirnya penulis memilih untuk kembali untuk
tidak mengulangi kejadian yang sama pada kedua tokoh tersebut.
Awalnya,
saya dipelihatkan bagaimana kedua fotografer tersebut sama-sama merasakan
kepahitan, kemudian berlembar-lembar kemudian justru saya merasa semua
kepahitan hanya dirasakan oleh satu orang. Sedikit mengingatkan saya pada Pride
and Prejudice, karena sama-sama berasumsi sendiri tanpa saling menjelaskan dan
sama-sama bisu. Bikin greget juga.
Kemudian,
disajikan dengan dua POV, yaitu Ladys dan Dias dengan masing-masing masalah
keluarga dan pasangan, tentu saja ini taktik penulis yang sangat cerdik. Kenapa?
Tentu saja penulis ingin berbagi kepada pembaca agar hanya mereka yang
mengetahui kedua isi hati tersebut. Membuat saya berkali-kali “gemas” dan ingin
membuat antar tokoh saling memiliki kekuatan telepati.
“Sebagai anak, tidak seharusnya
kita menghakimi mereka, Yas. Kita memang korban di sini. Tapi mereka, ibumu dan
Papa saya, adalah orang yang paling tersakiti. Dengan kondisi yang sudah
begitu, tidak adil rasanya jika kita sebagai anak juga menghukum mereka dengan
bersikap begini.” (hlm. 183)
Dari
kover, tentu saja kita akan menemukan bermacam-macam istilah fotografi di
dalamnya, dan juga beberapa penyamaan tentang bagaimana kehidupan itu sendiri
hampir sama dengan kamera dan trik menggunakannya, namun tidak mengganggu
proses menikmati novel ini. Saya rasa, pengalaman dan riset penulis cukup bagus
bukan hanya soal fotografi, namun juga tentang latar belakang masa lalu Ladys
dan Dias dan umur keduannya yang memasuki masa kritis mendukung sifat emosional
mereka. Kemudian untuk kekurangan, menurut saya penyelesaian antar orangtua di
akhir masih kurang, lebih terfokus pada kedua tokoh. Lalu masih terdapat
beberapa typo dalam novel ini seperti
pada halaman 72 yaitu Seoul National University(SNU) dan halaman 98 yaitu soso.
Kemudian,
apakah Ladys dan Diasa sama-sama bisa menyelesaikan perkara keluarga dan
pasangan masing-masing secara bijaksana? Akankah ada semacam perpisahan antara
kedua manusia yang dipertemukan itu setelah mereka menyelesaikan masalahnya?
Bagi kamu yang penasaran, boleh jadi Rule of Thirds bisa mengajarkanmu apa itu
memaafkan.
Terima kasih untuk Kak Suarcani
yang mengirimkan Rule of Thirds langsung dari Bali, saya senang sekali.
***
Tidak ada komentar
Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.