Daftar Isi Postingan [Tampilkan]
Halooooo guieseee gimana kabar
nih?
Masih semangat kagaaa? Ah jangan
bosen-bosen nih postingan ke tiga masih tentang Bekraf Writerpreneur. Buat yang
belum baca part 1 dan part 2nya boleh langsung klik Menulis, Mengudara, Mengakar dan Berkarya Itu Harus Totalitas.
Dari kemarin cuma cerita tentang insight dari para pembicara, sekarang
dimulai dari kenalan sama peserta lain dulu deh yuk. Mulai dari kelompok saya,
kelompok 6 yang dinamai Gatot Kaca. Isinya beragam seperti yang saya pernah
sebut di postingan sebelumnya jadi bukan cuma penulis aja. Ada Kak Veronica
Gabriella (penulis Lesap dan creative
copyrwriter di Kompas), ada Kak MS Wijaya (ahli bikin puisi dan udah punya
buku solo juga, andalan pas editing sama bikin cover buku), Kak Pratami Diah
(dokter yang ramah sekali seperti kakak perempuan), Kak Nenny Makmun (bukunya
udah banyak nih aktif banget), Kak Gina Maftuhah (jurnalis, ghost writer, dan
alumni UNSOED juga nyahaha!) dan Kak Salamun Ali Mafaz (ini lagi di PH—yang
kemarin di Dear Nathan). Keren-keren
semua nggaaak tuuh? Ah maaf ya kemarin kurang ekspresi sayanya, kepikiran
skripsi mulu soalnya. One day, akan
menemui kalian kalau yang di sini udah kelar jadi nggak ada beban deeeh.
Penulis-penulis keren yang lain
yaitu Kak Rurs (anak teknik metalurgi tapi bukunya udah 3), Kak Stella Olivia
yang dulunya saya cuma baca namanya di linimasa, Kak Novie Ocktaviane (salah
satu penulis buku Bertumbuh), Kak Eka Ardhanie (ah dosen sasing, bisa sekalian sharing-sharing tentang pendidikan), Kak
Karina Eka, Kak Riris, Kak Delisa (yang ramah abiiiiis), Kak Nyi Penengah
(bloger yang biasanya seliweran di linimasa juga) dan banyaaak lainnya.
Hari ketiga dooong, masih
teringat harus nahan flu dan pegal-pegal, ngantuk tapi antusias buat dapet insight dari pembicara selanjutnya.
Sempet kotemplasi juga awalnya meskipun di sini termasuk muda, tapi NOL banget
kalau nggak punya karya yang BIG—pengalaman apa adanya. Membuktikan bahwa usia
memang bukan jadi penentu, karena percuma saja kalau muda namun belum juga mengakar.
Jia Effendie: Maju Dengan Literasi Digital
Oke, let’s start sama Jia Effendie, head
editor of Storial.co! Nah mungkin kamu sering denger Storial.co ini, atau
malah suka publish cerita di sana? Eh
malah jadi kaya promosi ini bahasanya nyahaha. Ya karena Kak Jia ini sudah
berpengalaman jadi editor dan nulis fiksi juga, doi ngasih kiat-kiat sih biar
ceritamu itu banyak pembacanya lewat Storial.co yang bisa dimonetisasi,
dicetak, bahkan difilmkan. Hampir sama kaya “wetpet” tapi bikinan Indonesia, online platform yang keren biar bisa
unggah cerita sampai jadi buku—nggak jaman dong nunggu kepastian lama dari
penerbit. Here it is, banyak penulis
hebat lahir dari sini bahkan dimulai dari pemula banget.
Memulai nulis di Storial.co ada
langkah-langkahnya nih biar bisa langsung up,
dimulai dari Objective Key Result. Kira-kira
gambarannya seperti ini nih:
Kemudian mulai susun calon buku,
dimulai dari premis (karakter+keinginan+halangan), karakter (karakter harus
bertumbuh, adakan konflik batin, hindari membuat tokoh stereotip), dan kalimat
pertama yang sakral. Baru kemudian dilanjut dengan menarik perhatian pembaca
dari alur ini dimulai dari wonder (buat
pembaca penasaran pada tokoh), pivotal
moment (momen penting tokoh), specific details (detail
visualisasi), & hold the info (sebar info secara petunjuk). Kemudian pentingnya
blurb yang jelas dari genre, konflik
secara singkat, kemudian pemilihan judul yang mewakili betul buku, baru
kemudian ke tahap pembuatan desain sampul.
Cerita udah? Tinggal promosi
cerita melalui personal branding di
media sosial. Fungsiny yaitu mengenali segmentasi pembaca, membangun komunitas,
dan mengemas merek. Engagement dengan
pembaca juga penting banget, interaksi gitu. Respon cepat juga jadi nilai
tambah, pokoknya libatkan pembaca dalam proses kreatifmu.
Agustinus Wibowo: Travel Notes Jadi Buku Best Seller
Nah lanjut nih ke Agustinus
Wibowo, yang sekaligus nantinya jadi juri rancangan buku masing-masing kelompok
bersama Kirana Kejora. Sebenarnya, saya awalnya nggak tahu penulis ini, parah
nggak nyahaha? Sebelum acara sempet nimbrung ikut-ikutan foto bareng peserta
lain, duh anak ini—yang lain pengin ketemu atau ngefans yang ini malah baru
tahu. Kemana ajaa? Nah untungnya ada Bekraf ini kan jadi tahu dan jenis bukunya
yang lagi sejalur sama saya—buku nonfiksi kreatif.
Sharing experience dan knowledge
oleh Agustinus ini padat, santai, berisi banget tapi nggak terburu-buru.
Seneng rasanya, seneng banget berasa ikut ke semua perjalanan-perjalanannya.
Saya dibawa ke makna-makna perjalanan olehnya, tentang makna menjadi manusia.
Perjalanan tentu saja akan membenturkan kita pada soal makna, namun ketika
untuk orang lain: kira-kira makna yang bagaimana dari perjalanan kita? Mengapa
sih kita harus menjadi berbeda, dan apa makna berbeda itu?
Pengalaman perjalanannya
Agustinus luar biasa, berada di China, di Pakistan yang bukan dalam kurun waktu
sebentar, terkena hepatitis, melihat kemanusiaan, melihat banyak kebudayaan dan
kebiasaan. Jadilah memang perjalanan bukan hanya soal pergi, namun soal pulang.
Pergi untuk melakukan perjalanan di dunia luar, pulang untuk menemui diri
sendiri. Bukan hanya lewat tulisan, namun diabadikan melalui foto-makanya
sebagai fotografer juga. Menurutnya, foto bukan lagi mewakili 1000 cerita
daripada kata-kata, namun lebih dari itu.
Menulis tentang perjalanan,
artinya adalah menulis dengan keberanian. Terus belajar karena karya kita
adalah kejutan: baik untuk diri sendiri maupun orang lain, banyak menulis,
banyak berbagi. Menulis tentang
perjalanan juga tentang makna dan perenungan yang kuat, untuk itu juga harus
memiliki kemampuan perjalanan yang kuat. Tulisan yang baik hanya berasal
dari perjalanan yang baik pula. Agustinus melihat perjalanan dari kaca mata yang
berbeda, bukan perjalanan yang menggunakan mata saja namun seluruh tubuh.
Maksudnya mah, sekarang banyak yang dinamai perjalanan hanya untuk kebutuhan
visual seperti foto. Padahal bisa jadi disrupsi karena tak mengenal tempat itu
secara penuh, memorinya belum mengikat. So,
saran beliau nih kalau di suatu tempat tanya ke masyarakat asli sekitar.
Seperti yang telah disebutkan
tentang nonfiksi kreatif ini, dulunya namanya ternyata jurnalisme sastrawi.
Beda dengan fiksi maupun nonfiksi itu sendiri, kalau fiksi itu harus asyik atau
menghibur, nonfiksi harus benar, maka nonfiksi kreatif harus asyik dan juga
benar. Menulis perjalanan juga perlu keseimbangan antara narasi, deskripsi, dan
kotemplasi, serta perlunya membangun konteks dan penalaran.
Kemarin ada yang nanya juga
gimana sih cara bikin tulisan yang bagus, nih dijawab sama Agus. Pertama adalah
jangan berhenti sebelum memulai, klasik
but yes. Kemudian biarkan dirimu menulis seburuk-buruknya
hingga tuntas, semua yang ada di kepala tuangkan saja sampai habis dan
jangan pernah nulis sambil ngedit. Beliau di proses kreatif sendiri pernah
mengedit sampai 26kali! Fokus revisi pertama juga pada struktur dan alur
cerita, barulah tata bahasa dan ejaan. Lanjut lebih ke teknis materi, menurut
Agustinus untuk struktur cerita sendiri ditentukan oleh tiga hal yaitu jenis
cerita, harapan pembaca, dan pesan yang ingin disampaikan. Khusus untuk jenis
nonfiksi kreatif ini juga butuh yang namanya keseimbangan, jangan terlalu
“berlemak” ataupun gersang.
Kemudian jangan hanya mengikuti tren, namun ciptakan tren itu sendiri. Banyak
mendengar daripada bicara, dan lihatlah dari banyak sisi sekecil apapun itu.
Berikan makna bagi pembaca atas perjalananmu tersebut. Travel more, read more, write more.
Acara pada hari ketiga selesai,
malemnya dilanjut pembagian tugas kelompok dan arahan gitu. Ramai tuh pada
begadang, ambil video sampai jam 2 malem, bikin premis cerita, dan ada juga
yang dilanjut besok paginya meeting sekaligus
sarapan sebelum presentasi dan yel-yel. Capek tapi emang seru sih, kaya lagi
direvisi secara live sama dosen. Hari
keempat atau besoknya presentasi dan penjurian, revisi-revisi gitu, foto-foto,
ramah tamah, tuker-tukeran buku, dan selesai. Hari keempat ini nih baru
akhirnya sedikit ada jeda buat interaksi bareng peserta lain, foto-foto, dan
kangen-kangenan sebelum balik.
Oh iya, saya ada beberapa tips sih kalau ada yang lagi ikut acara semacam ginian biar ikutnya totalitas dan maksimal. Yang pertama, bawa perlengkapan dari tempat asal secara matang seperti baju dan perlengkapan pribadi lainnya, kalau saya sih lebih baik bawa lebih dari pada nanti kurang. Nggak papa agak ribet bawanya asal di lokasi jadi nggak banyak khawatir lagi. Kedua, selalu bawa pouch kecil yang isinya obat, sabun cair/hand sanitizer (ini kalo saya wajib sih), dan make up dasar yang buat touch up kaya bedak dan lipen (ini buat perempuan ya hehe). Ketiga, ini nih--biasanya makanan yang disediakan kan banyak apalagi misal di hotel, all you can eat ibaratnya. Jangan makan terlalu banyak, apalagi buat anak kos misal kalau nemu makanan mewah nyahaha. Saran saya, makan yang mengandung protein aja sama serat dalam buah atau sayur-sayuran, yesh tanpa nasi! Walaupun misal jumlahnya lumayan banyak jadi nggak ngantuk--nggak bikin buncit juga. Keempat kalau udah dikelas, keepin' on brainstorming--jangan malah daydreaming, ngantuk, dan tidur. Caranya juga dijaga dengan jangan duduk nyender, tetep fokus. Lupakan dulu pekerjaan-pekerjaan di belakang biar nggak terpecah-pecah. Gitu kira-kira.
Acara selesai Jumat siang kan tuh, langsung ke St. Pasar Senen nyari tiket yang goshow tapi ternyata zonk. Tapi seneng banget karena dari Bogornya nggak harus kejer-kejeran kereta, thanks to Kak Riris sudah menyediakan tumpangan cuma-cuma nyahaha. Sisanya ya, menikmati langit dan suasana Jakarta dan asyik mengenang kelas yang semenyenangkan itu. Eh iya lupa, hari kedua dikasih buku gratis sama Kak Jia buat seluruh peserta. Seneng bener dari Bekraf udah dapet workshop kit dan ilmu, dapet buku gratis juga.
Acara selesai Jumat siang kan tuh, langsung ke St. Pasar Senen nyari tiket yang goshow tapi ternyata zonk. Tapi seneng banget karena dari Bogornya nggak harus kejer-kejeran kereta, thanks to Kak Riris sudah menyediakan tumpangan cuma-cuma nyahaha. Sisanya ya, menikmati langit dan suasana Jakarta dan asyik mengenang kelas yang semenyenangkan itu. Eh iya lupa, hari kedua dikasih buku gratis sama Kak Jia buat seluruh peserta. Seneng bener dari Bekraf udah dapet workshop kit dan ilmu, dapet buku gratis juga.
Panjang banget nih postingan
ketiga, berharap emang ketemu peserta kelas lagi nih dalam keadaan udah siap
bener. Thankyou yang udah baca sampai
akhir dan see you in the next post!
Aduh aku meski bukan anak kos kalo nemu makanan hotel suka kalap. Hahaha..padahal yang penting protein sm sayur buah yak. Seru banget acaranya mbak, aku kayanya gak baca yang kedua
BalasHapusPesertanya aja udah keren-keren nih, para penulis yang sudah menerbitkan buku, apalagi narasumbernya udah banyak pengalaman, pengen deh bisa ikut acara workshop menulis kayak gini, mungkin nanti setelah anak-anak agak gedean dan bisa ditinggal
BalasHapusbetul juga tuh mbak, aku sering pas ada acara di hottel gitu kan amkannya banyak eh....pas masuk kelas lagi laah ngantuk dan ga fokus. Habis gimana makanannya enak-enak, tak kuasa berbi menolak
BalasHapusAgustinus wibowo termasuk penulis favoritku. Trilogy buku travelingnya sering kubaca berulang ulang karena bagus kak. Bahasanya dan gaya penulisannya kusuka banget
BalasHapusPesertanya keren nih. Aku juga pernah nerbitkan satu cerita di storial.co, cuma karena aksesnya agak susah waktu itu, terutama kalo pake hape. Jadinya, aku hentikan sejenak. Dan, kala itu, aku kehabisan niat untuk menulis novelnya. Sekarang, aku coba kumpulkan semuanya dan lanjutkan lagi.
BalasHapusKarena, memang benar, semua berawal dari sebuah tulisan acak-acakan yang jelek banget, dan mungkin diedit sedemikian rupa jadi bagus kembali.
Semangat!
Iya mbak aku setuju banget, jangan takut memulai nulis, gak peduli nanti tulisan kita bakal disukai apa gak. Soal trend kadang aku tu secara gak sadar gtu ngikutin, kyknya emang kudu usaha keras ya berpikir sendiri supaya kita punya buku yang bener2 tulisannya tu otentik gk ikut trend tapi disukai banyak org
BalasHapusKalimat jangan mengikuti tren sih kalo menurut saya lebih tepat ditujukan untuk influencer, sedangkan bagi yang belum masuk tahap influencer, menciptakan tren akan backlash ke diri sensiri, sehingga target bakal susah dicapai.
BalasHapusSaluutt~
BalasHapusAku suka kehilangan arah kalau nulis cerita.
Sampai tengah-tengah, berasa gak ada masalah yang jeddeerr gittu...
Semoga abis gini...aku jadi semangat menulis dan menulis, walau masih belum bagus.
Hehehe...