Refleksi mengenai hal ini sudah saya dapatkan sejak Maret 2019 lalu, kala itu sedang berada di gerbong kereta menuju Yogyakarta.
Saya sedang dalam perjalanan menuju acara, di mana di acara tersebut
hanya 60 orang yang telah terseleksi. Seharusnya saya senang karena
menjadi salah satunya, dan hal tersebut saya dapatkan dari akumulasi apa
yang selama ini saya lakukan dan saya yakini. Kala itu juga saya belum
memahami tentang bagaimana memilih suatu prioritas, untuk itulah mengapa
sesuatu yang saya dapatkan dan saya sebut sebagai “kesempatan tak hadir
dua kali” tersebut terasa hampa rasanya.
![]() |
Alfonso Escalante, pexels.com |
Kala itu juga, rasanya saya belum memersiapkan apa-apa. Kondisi badan yang tak prima karena kurang olahraga,
ide yang belum matang semakin menambah keraguan. Namun, acara yang
berlangsung selama 3 hari ternyata jauh dari pikiran-pikiran yang
menyeramkan. Segalanya berjalanan lancar, ramah, dan pulang membawa ilmu
serta teman-teman baru. Jika saya dulu berhenti menjadi blogger, kesempatan seperti ini tak akan saya dapatkan.
Hidup,
memang sejatinya seringnya memberikan kejutan berupa masalah maupun
anugerah dalam keadaan tak siap. Kita, nggak akan pernah siap, yang ada
hanyalah berusaha semaksimal mungkin. Ini juga yang menjadi refleksi
pengerjaan tugas akhir — alih-alih lekas mengunggah proposal namun
tertunda karena tak siap dengan ketidaksempurnaan. Padahal, teman-teman
yang lain sudah melesat jauh dengan segala keterbatasan dan
kekurangannya.
Hidup
justru dimulai saat kamu nggak siap, dengan tertatih-tatih awalnya
namun nanti akan berjalan tegak dan berlari. Metafora ini sering
didengar banyak di kalangan pebisnis maupun bagian pengembangan diri:
mulai saja dulu, kita berusaha, karena dengan memulai kita jadi tahu di
mana letak kekurangan kita dan apa saja yang perlu diperbaiki. Hal
seperti ini saya alami juga saat mendalami communication skill,
saya kira saya bisa-bisa saja sedemikian mengatur komunikasi, namun
ternyata masih ada celah-celah kecil yang perlu diperbaiki. Semuanya
berproses, ini berlaku bukan hanya untuk remaja yang sedang mencari jati
diri dan tujuan namun untuk seluruh pembelajar.
Benar
memang hidup butuh yang namanya persiapan-persiapan, namun kita nggak
akan tahu persiapan macam apa yang kita butuh kala kita tak memiliki
pengalaman. Atau, untuk beberapa hal ketika persiapan sudah selesai, ya
tinggal eksekusi langsung jangan menunggu tenggelam dan tak menghasilkan
apa-apa. Pernah denger kisah-kisah sukses yang awalnya berangkat dari
kekurangan-kekurangan dan keterbatasan-keterbatasan? Itulah
contoh-contoh memulai berangkat dari modal yang sangat minim. Bisa saja,
awalnya hanya punya diri sendiri namun kemudian memulai. Jadi, mulailah
apa yang menjadi ketakutanmu, apa yang menjadikanmu penasaran selama
ini. Picu dulu dengan kebiasaan produktif yang konsisten, percaya hal
kecil itu akan menjadi hal yang besar. Lama-lama nanti akan selalu siap
dengan segala hal apapun, jangan biarkan kemalasan menguasai.
You never feel 100% ready, do it anyway
***
Write a comment
Posting Komentar
Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.