Halo Bloger, Bagaimana Jika Kita Juga Beropini?

Daftar Isi Postingan [Tampilkan]
Halo, apa kabar?

blogging activity
cr: pixabay Wokandapix

Tulisan ini disusun untuk challenge di acara workshop “Powerful Content & Positive Vibes” Netifest 2020 Bank Indonesia pada Kamis, 16 Januari 2020 dan dimulai 18.23 sampai 22.35. Sebelumnya telah dipublikasikan di Kompasiana dengan judul Blogging Sebagai Edukasi Digital, Masih Efektifkah? Dan dipindah ke blog tanpa penambahan atau pengurangan. Sengaja, biar murni hasil challenge dengan waktu mepet! Hihi. Sebenernya temanya mengenai "Catatan Perjalanan Menuju #GenerasiDigital Bank Indonesia" sih, namun perjalanan yang saya ambil adalah perjalanan mengenai blogging dan transformasinya. Karena kata Mas Mentor, Nurulloh boleh perjalanan apa saja, yaudah kan rata-rata pasti perjalanan dari kota asal— dan jadilah tulisan versi ini. Terbuka juga untuk membuka ruang diskusi di kolom komentar, ya.
===

Awal tahun 2019 saya membuat catatan reflektif sekaligus merancang sebuah strategi dalam blogging. Hal tersebut dimulai dengan pertanyaan "blogging, does it even still exist?" Kala bertemu pertanyaan tersebut saya sedang berada di lingkungan inkubator startup, di mana bagian IT yang paling dibutuhkan adalah web atau graphic designer.

Sedangkan untuk tulis menulis atau content writer, dihargai dengan lebih murah yaitu 14rb/300 kata dan jauh sekali dari harga jika diterapkan dalam job review atau content placement pada blog dengan range harga 250-500rb per artikel (mini & short survey, belum menyeluruh karena tentu saja tergantung trafik, DA, PA, komentar, page views dll). Tentu saja karena kegiatan blogging itu bukan hanya menyusun artikel dan membangun narasi, namun mencari keyword yang sesuai dengan mesin pencari, memertahankan domain authority, page authority, spam score, mengindeks url artikel, optimasi SEO, membuat dukungan tulisan berupa ilustrasi atau infografis, serta menjaga blog agar tetap sehat. Ada dua hal utama yang dilakukan yaitu membangun optimasi blog dan membuat konten tulisan.

cr: pixabay DiggityMarketing

Blogging sudah bertransformasi dari platform yang membebaskan usernya untuk berbagi informasi atau pengalaman dengan gaya narasi yang bebas menjadi ke ranah yang profesional. Kerja sama dengan brand, tawaran job review, dan berbagi ilmu dan praktiknya menjadi contohnya. Tulisan yang organik dan bagaimana kemudian menarasikannya yang kemudian menjadi kunci utama agar blogging tak tertinggal atau tergilas dengan media visual seperti video vlog atau animasi.

Berdasarkan katadata dari survey yang diadakan oleh We Are Social, YouTube menjadi ranking pertama medsos dengan pengguna terbanyak sebanyak 88%. Tampilan yang lebih menarik dengan perpaduan audio dan visual mengungguli tulisan yang panjang tanpa gambar ilustrasi. Dengan adanya peralihan dari perilaku target konsumer maupun audience, bloger tentunya harus bekerja lebih keras lagi dan jeli dalam bervisi terutama dalam marketing.

Bloger mempunyai peran dalam digital marketing jika bekerja sama dengan sebuah brand, namun juga bisa memberikan edukasi dalam bentuk tulisan untuk memenuhi mesin pencari. Hal tersebut karena, salah satu keunggulan tulisan daripada visual adalah dengan mudah mencari keyword serta dapat menjelaskan hal detail dengan listing. Jadi tak perlu memerhatikan pada menit ke berapa yang dicari untuk mencari keyword. Penggunaan mesin pencari melalui teks ini masih diperlukan bahkan dalam minat yang besar, seperti sesederhana mencari referensi reader response berbentuk pengalaman maupun referensi data secara detail dalam bentuk penjelasan menurun dari company profile & products.



Kemudian timbul ke pertanyaan lainnya yaitu bukan hanya bagaimana mengolah ide menjadi narasi yang apik, namun juga membangun diri atau personal branding. Satu yang saya percayai adalah kekuatan bloger harus memiliki knowledge, bukan hanya di dunia blogging saja namun hal lain seperti startup, ekonomi digital, bisnis yang tak pernah ada habisnya khususnya untuk bloger penuh waktu. Katakanlah, apa yang membuat satu individu bloger berbeda dari bloger lainnya. Dengan memberikan perspektif tersendiri, bloger bukan hanya akan menyampaikan ulang namun membuka pikiran serta kemungkinan untuk menjadi bahan diskusi.

cr: pixabay lukasbieri

Kurang rasanya jika mengetahui hal yang akan disampaikan namun "mengawang-awang", jika diri sendiri saja tak mengerti secara detail lantas bagaimana dengan pembaca kita? Yang kedua adalah personal branding yang harus dijaga. Cek dan riset sebelum menerima suatu job dengan kompetitor yang hampir sama, mengenali produk secara detail, membawakan misi edukasi jika bekerja sama, hingga turut menyampaikan edukasi kebijakan publik ke lapisan-lapisan masyarakat untuk lebih cepat merata dan tersebar.

Mengantarkan cerita dengan apik melalui media sosial juga bisa menjadi salah satu mediumnya, dan kita tetap harus selektif mana saja yang diambil untuk dijadikan kerja sama. Uang dapat diperoleh dengan mudah, namun kepercayaan pembaca yang terlihat abstrak sesungguhnya adalah investasi.

Catatan di atas merupakan pengalaman, mengamati, sekaligus kilas balik seorang diri sebagai bloger. Ketika menerima surat undangan menjadi 35 finalis bloger terpilih oleh Bank Indonesia untuk acara Netifest 2020. Maka harus memperdalam lagi pemahaman terhadap misi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang akan disampaikan dalam acara dalam berbentuk workshop yang telah sebelumnya diberitahukan melalui surat undangan.

 


Khususnya untuk saat ini adalah edukasi pembayaran mengenai QRIS yang pernah saya posting di QRIS, KEMUDAHAN PEMBAYARAN DIGITAL UNTUK MILENIAL. Bukan hanya selesai menulis, pengumuman, dan selesai. Namun edukasi terus berjalan sampai nanti di akhir kegiatan.

Mengapa edukasi menjadi penting? QRIS di sini adalah kebijakan baru dari Bank Indonesia untuk memudahkan pembayaran nontunai hanya dengan satu QR code untuk segala jenis emoney—gampangnya seperti itu. Peran bloger di sini penting bukan hanya menjelaskan QRIS, namun ada pemberian mengenai literasi keuangan secara digital mengenai sebab dan akibatnya mengapa Bank Indonesia memberlakukan QRIS. QRIS sendiri merupakan sebuah kebijakan dan regulasi untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

Yang seperti apa? Apa pengaruh dan fungsinya? Kira-kira, lapisan masyarakat mana saja yang seharusnya tahu dan menjadi sasaran? Dan lain-lain. Menyampaikan dengan detail, pengetahuan sekitar akan juga terserap ke berbagai lapisan masyarakat. Lebih efektif karena bloger juga salah satu pengguna media sosial untuk mengedukasi teman-teman terdekat maupun sekelilingnya.

cr: pixabay MrTozzo


Pengetahuan yang mudah dimengerti akan menular, dan mengetahui kegunaaanya lebih dahulu. Selanjutnya di sini bloger menjadi salah satu peran dalam Generasi Digital Bank Indonesia, bersama para pembuat animasi, short movie, movie marker, dan vlog. Tinggal memilih, ciri khas mana dari bloger untuk mengedukasi melalui tulisan yang membuat pembeda. Saya mengambil salah satu kalimat dari Pandji Pragiwaksono yang “sedikit lebih beda lebih baik dari sedikit lebih baik”. Mencari celah di hal-hal terkecil bisa menjadi kuncinya, namun tetap membutuhkan energi yang tak sedikit.

Bagaimana jika kita para bloger juga ikut beropini bukan hanya menyampaikan brief? Hampir sama seperti ala essay namun ditulis dengan bebas dengan gaya tulisan masing-masing. Jadi kita memiliki dua sisi nih, pengamat sebagai bloger dan juga bisa pengalaman sebagai target customer. Dengan hal tersebut bisa melingkupi dua sisi koin sebagai pengantar cerita.

Kekuatan bloger masih ada pada di kata-kata dan bagaimana bernarasi yang tepat sasaran sesuai dengan target yang akan dituju. Ketika kita membaca tulisan seseorang yang menurut kita bagus, pasti kan sama penasarannya dengan apa yang telah ia baca, ia alami, dan dijalani. Iya memang, blogging adalah kebebasan namun tetap juga kita memegang nilai atau value, salah satunya adalah netiquette atau etika berinternet. Bukankah kebebasan juga artinya bukan mengambil segalanya namun memilih? Ah, berat bener. Maka dari itu, terus menjadi lifelong learner dan peka terhadap perubahan-perubahan di sekitarnya merupakan kunci lain selain konsisten menulis.
***

28 komentar

  1. Aku dulu ngeblog buat curhat. Sekarang tetap curhat, tapi diisi lebih ke yang bermanfaat dan ngasih info, jangan sering galau2 biar personal brandingnya tetap ada

    BalasHapus
    Balasan
    1. yap gak perlu tulis galau tanpa solusi, sebab orang jg baca tulisan kita untuk sebuah solusi. QRIS ini jg wajib kuta sosialisaikan sebab belum banyak yg ngeh

      Hapus
  2. trus aku seperti flash back beberapa tahun awal-awal ngeblog, isinya curhatan semua kemudian perlahan mulai mengambil job. Meski sekarang ramai job tapi branding menurutku utama, semacam jati diri juga. Kalau enggak sreg, ya enggak apa kan bebas kita empunya blog :)

    BalasHapus
  3. Yap, etiket yang tetap harus dijaga. Sedikit banyak pembaca hisa terpengaruh oleh tulisan kita. Melalui tulisan kita juga mengarahkan pembaca ke kebaikan tentunya.

    BalasHapus
  4. ahhh tulisan organik.... saya tetap berusaha menyisipkan paling tidak 70% dalam senuah blog. memang tak mudah menyeimbangkannya walaupun terkadang saya tetep berusaha keras. Menolah godaan placement dengan harga bagus bukan hal mudah ya kak hehehe

    BalasHapus
  5. Ah mbak tulisanmu menamparku, aku akhir2 ini nulisnya pengalaman dan juga liputan, udah mulai jarang beropini. Entahlah kadang ngrasa gak pede mengungkapkan sesuatu. Namun bener juga sih,kan medianya toh media kita sendiri, bebas bicara apa aja asalkan ada data dan gak ngawur apalagi menyangkut problem yang cukup ciyus kali ya...

    BalasHapus
  6. Tempat kita beropini dengan bebas namun tetap menjaga lisan meski blog bagaikan rumah pribadi. Aku sejujurnya, sangat nyaman bercerita dan beropini di blog daripada di platform sosial media lainnya.

    BalasHapus
  7. Wah aku suka banget paragraf terakhir jadi kesimpulan atas semuanya. Sebagai sesama blogger, aku sependapat kalo value itu penting bgt

    BalasHapus
  8. Eheem..sepertinya sudah lama sekali saya tidak menulis tentang opini sendiri di blog. Padahal bisa jadi salah satu alternatif menciptakan tulisan organik ya...

    BalasHapus
  9. Blog memang terserah penulis mai dijadikan apa. Tapi harus tetap memperhatikan netiket. Ini wajb dan jadi batasan utama..

    BalasHapus
  10. Ah, kapan ya bisa nulis opini lagi. Di blog saya sampai ada label tentang opini Mba. Tapi sekarang saya nggak pernah lagi nulis soal opini kebanyakan nulis kerjaan. Saya kangen blog saya yang dulu.

    BalasHapus
  11. Keinget banyak tulisan yg harusnya di post. Tapi stuck di magerisasi T_T. Lagi gencar2 buat artikel organik supaya DA PA juga naik.. Ahhh emang jadi lifelong learner perlu dibutuhkan sampai kapanpun ya mbak Marfa

    BalasHapus
  12. Jujur, tulisan ini membuat saya kembali berpikir bahwa tulisan masih lebih punya value ketimbang edukasi audiovisual. Namun, tetap saja, untuk bisa mencapai pasar yang luas, kita harus jeli dalam melihat pangsa, dan juga peka dalam merancang optimalisasi dan semacamnya. Salut!

    BalasHapus
  13. Keren banget ini, jadi penasaran untuk ikutan BI Netifest selanjutnya deh,, besok ga akan pikir panjang lagi untuk ikutan deh. Sukses terus ya Kak

    BalasHapus
  14. Nah, setuju banget kalau blogger memang harus punya pengetahuan. Karena, kalau kita punya pengetahuan ya bakal jadi tambah mudah untuk membuat tulisan.

    Keren banget mbak bisa ikut acara BI Netifest :D

    BalasHapus
  15. Blog memang tempatnya beropini karena disitulah nilai plusnya (menurutku).

    btw, selamat yaa sudah menjadi finalis. Aku lihat keseruannya di twitter, nih.

    BalasHapus
  16. Aaakk, setuju itu harus selalu belajar dan terus belajar. Jangan pernah puas dengan apa yang kita peroleh saat ini, karena makin hari ilmu itu terupdate.

    Anyway, keren nih Mbak awal tahun udah ikut undangan sekece ini. Congrats ya Mbak :)

    BalasHapus
  17. Bagiku ngeblog itu hobi, dimana aku bisa menyalurkan opiniku dan sharing mengenai hal-hal yang kuketahui untuk orang lain. Aku berharap apa yang aku tulis bisa bermanfaat bagi orang lain.
    Terima kasih kak, postingannya bagus banget buat para blogger.

    BalasHapus
  18. Bener banget nih kak. Harus review lagi bagaimana kita bikin konten. Sekarang mah, di youtube banyak juga yang videonya cuma narasi doang, teks gitu tapi masih juga orang baca. Apakah kalah di segi platform atau apa.

    BalasHapus
  19. Tulisan opini adalah kelemahanku. Biasanya aku cuma ngulas something real kayak tempat wisata. Tapi worth to try lah nulis opini di blog.

    BalasHapus
  20. Blogku dari awal isinya ya curhatan doang wkwk bukan opini professional yang harusnya didukung sama data-data. Patut dipertimbangkan. Makin kesini makin sadar kalau passion sebenarnya yang ngeblog gini. Emang ngeblog itu ga mudah, bikin tulisan aja susah, nah ini mau optimasi blog juga perlu ilmunya.

    BalasHapus
  21. Terima kasih untuk tulisanmu kali ini Marfa. Saya termasuk yang amaze sama beberapa tulisanmu di blog ini.

    Yap, paragraf terakhirmu tentang etika berinternet bagi kita para bloger, benar adanya. Walau beropini dengan lembut itu butuh lebih banyak ilmu lagi. Terakhir, lagi lagi ya, saya jadi tergugah dengan sepenggal kalimat dari Pandji yang kamu tulis pula di sini. Sekali lagi, terima kasih banyak.

    BalasHapus
  22. Sebenarnya banyak hal yg mau dituliskan untuk jadi konten organik. Tp ya itu, tugas antara jadi ibu, jd pengajar dan jd blogger kekadang sering terbentur. Blm lg bocah2 masih unyil2 yg semua keperluannya masih ibu y yg ngurus.

    Overall, menulis ttp harus, blogger ttp harus eksis, krn masih bnyk jg yg suka membaca drpd menonton.

    BalasHapus
  23. Setuju banget, Mbak. Menurut saya, hal inilah yang membuat blog terasa lebih dekat. Karena ada sisi opini penulis sebagai user review. Jadi lebih personal ketimbang iklan di media lainnya. Jadi, memang mengedepankan rasa serta pengalaman penulis pribadi sebagai penutur dalam tulisannya ;) semangat blogger 💪

    BalasHapus
  24. Hmmm..sekarang terpisah ya kak.. antara... conten writer dengan blogger... pantas saja harganya pun ada perbedaan.. #menyimakpelan2

    BalasHapus
  25. Wah memang, kita engga boleh hanya mengikuti, kita berhak memilih dan menebtukan saat menjadi blogger

    BalasHapus
  26. Setuju, Mbak. Kita sah-sah aja berbagi opini di blog, toh blog kan juga milik sendiri. Dan ketika beropini tentu saja kita perlu memperhatikan etika juga. Kalau aku kadang juga post opini di blog, tapi masalahnya opininya personal banget kadang gak ditambahkan data-data penunjang karena takut yang baca pada bosen dan kabur. Hehehe.

    BalasHapus
  27. Berasa kena tampar. Selama ini fokus ke naikin DA doang, jadi gak banyak belajar lagi. Padahal sebagai influencer di dunia blogger semestinya bisa ngasih pengaruh baik, dengan ngasih informasi yang berfaedah. Abis baca ini jadi mikir lagi tujuanku ngeblog apa sih sebenarnya. Ehehe

    BalasHapus

Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.