Daftar Isi Postingan [Tampilkan]
Saya rasa, proses mencintai diri sendiri atau self-love adalah perjalanan sepanjang hidup. Hal itu karena self-love itu bukan seperti barang yang bisa kita dapatkan dan juga bukan sekadar pencapaian. Kira-kira, saya sepakat dengan kutipan berikut yang bisa mewakili perihal self-love ini:
Life is a journey, not a destination
Kalimat tersebut pernah menjadi
motto hidup saya ketika sekolah, namun ternyata lebih luas dari sekadar hidup itu menikmati proses, bukan hanya
akumulasi apa saja yang didapat dan masih relevan sampai sekarang. Namun
sebelumnya, mari throwback proses-proses
yang ternyata indah juga untuk diingat kembali.
Pemaknaan Akan Perjalanan Itu Sendiri
Kalau ditanya apakah sekarang
udah secara penuh mencintai diri sendiri, maka jawaban saya adalah sedang berada
di tahap self-care. Yup, self-love sendiri berdasarkan Psychology
Today ada 4 tahap yaitu self-awareness atau
menyadari sepenuhnya akan perasaan, reaksi terhadap kejadian, dan pengalaman
yang ada dalam diri. Kedua yaitu self-worth
atau kepercayaan bahwa dirinya mampu serta memilih untuk dapat meraih
prestasi atau pencapaian versi diri sendiri. Dilanjut dengan self-esteem yang masih ada kaitannya dengan
self-worth di mana secara penuh
seseorang nyaman akan dirinya dan dapat memposisikan diri, dan yang terakhir self-care dengan menjaga kesehatan baik
mental maupun fisik yang saling berhubungan.
Sejauh yang bisa diingat,
rasa-rasanya dulu tumbuh dengan keadaan mental yang kurang stabil baik yang
disadari maupun tak disadari. Cepat marah, denial, merasa inferior, mengalami mental block, dan berasa nggak punya
harapan dalam hidup. Ada masa benar-benar tak menengok ke dalam diri dan
membiarkan saja dalam keadaan perilaku negatif, hidup tak sehat, tidur
terganggu. Ada trauma dan luka masa lalu yang sebagaimanapun ditutupi, jika
belum diselesaikan maka terbawa sampai usia bertumbuh. overthinking, menambah kecemasan, perasaan tak berharga, ada perubahan pola dalam hidup
dan munculnya banyak ketakutan akhirnya menjadi ekor dari hal-hal yang belum selesai. Dan dari situlah pada akhirnya menemukan titik
balik dalam hidup.
Sebenarnya, saya sudah mulai
belajar untuk berdamai dengan diri sendiri sejak usia 20 tahun. Namun kala itu
masih sebatas mencintai diri apa adanya, belum pada tahap merawat cinta dalam diri.
Perasaan-perasaan negatif dan ketakutan yang ada sejak remaja juga yang membuat
saya selalu penasaran akan pengembangan diri dan kesehatan mental. Banyak
seminar, motivasi, dan kegiatan bertema tersebut untuk mencari jawaban siapa
dan apa tujuan dalam hidup yang juga tentu saja berkaitan dengan self-love ini. Saya kira, saya kadang
terlalu aneh karena selalu mencari
pemaknaan mengenai apapun dalam hidup, namun justru itulah yang selalu membawa
kembali nyala harapan untuk terus
percaya akan kehidupan.
Mengubah Cara Pandang Dengan Melihat Konsep Yang Lebih Besar
Dalam berproses mengenali dan
mencintai diri sendiri yang banyak kekurangan serta luka, tentu saja tak hanya
dari diri sendiri. Titik balik itu ada ketika pada suatu ketika saya overwhelmed bahkan lupa caranya hidup
yang baik dan benar dan mendatangi psikiater. Psikiater tersebut pada di
konseling selanjutnya berkata bahwa, tidak apa-apa untuk berproses secara
pelan, namun perlu disadari bahwa hanya diri sendiri yang dapat menolong diri
sendiri asalkan mengizinkan untuk mendapat pertolongan.
Dari situ, saya akhirnya
menyadari bahwa apa yang selama ini saya cari ada pada diri sendiri. Ada pada
kekuatan kecil yang selama ini dikalahkan oleh pikiran-pikiran yang penuh rasa
takut, khawatir, dan curiga. Jika diibaratkan berkaca dalam cermin, dulu saya
terbiasa membelakangi dan enggan mengenali dengan diri sendiri. Padahal, teman yang paling setia, yang selalu
ada tanpa meninggalkan ya diri sendiri baik dalam keadaan yang sangat buruk
sekalipun. Atau jika diibaratkan dengan sebuah potret, objek dalam foto tersebut
bisa tetap tersenyum lepas dan bahagia dengan apa adanya yang ada dalam dirinya
dan tanpa editan dan kepura-puraan.
Dalam proses ini, saya mencoba
mengubah cara pandang dengan konsep yang lebih besar. Sebelumnya sebatas pada
bagian-bagian kecil dan perlu untuk memandang lebih jauh. Dari yang biasanya
selalu overreaktif terutama jika mendapat
masalah dan mengubah menjadi tantangan, sampai membuat tujuan dengan jangka
yang lebih panjang untuk benar-benar menikmati prosesnya.
Dunia Tak Hanya Berputar Untuk Kamu
illustration of people minding on their own by Christopher Burns, unsplash |
Proses mencintai diri sendiri itu selalu luar biasa pada masing-masing orang. Saya percaya, orang akan bisa kembali bangkit jika memiliki harapan, mendapatkan kepercayaan yang mendalam dan support, dan menyadari sepenuhnya bahwa diri sendiri dapat berkembang lebih jauh. Namun, ada masanya merasa benar-benar sendiri dan merasa yang paling sial atau kurang beruntung di dunia. Jika ini mulai terjadi, saya biasanya memetakan perasaan dan penyebabnya sebelum bereaksi. Jika kita melihat dunia yang lebih luas atau menemukan komunitas yang sefrekuensi, misalnya, ternyata kita sadar bahwa kita tak betul-betul pernah menderita dan memikul beban sendirian.
Dunia tak hanya berputar untuk
diri kamu, itu betul. Awalnya, saya kira ini ungkapan yang egois karena bagaimana
bisa menomorsekiankan diri sendiri. Jika dilihat lebih detail, saya adalah bagian
dari dunia juga yang mana ada banyak hal yang bisa diperoleh maknanya jika bersama-sama
dan akan kembali lagi ke diri ini dalam bentuk empati.
Pada akhirnya ternyata,
orang-orang yang kita lihat sehari-hari juga memiliki permasalahannya
masing-masing di pundak mereka. Coba kembali dilihat, apa betul kita benar-benar
semenderita itu? Namun tetap ya, kalau kesedihan itu bukan kompetisi siapa yang paling sedih. Jadi bukan untuk baik-baik saja namun untuk tidak merasa sendirian.
Izinkan Diri Untuk Gagal/Tak Sempurna Dalam Proses
illustration of darts missing the target by Engin_Akyurt, pixabay |
Dahulu, saya terbiasa untuk sebaik mungkin dalam apapun termasuk dalam proses. Bisa ditebak, efek buruk yang dirasakan adalah burn out, justru jadi takut mencoba, merasa tak pernah puas atau selalu kurang, serta jadi mudah untuk menilai buruk hasil orang lain. Beruntung pada usia awal 20an ini yang meskipun hidup di tengah derasnya informasi di internet, saya menemukan platform bagaimana untuk lebih menikmati keadaan saat ini atau lebih mindful, untuk lebih menikmati proses apapun hasilnya karena setelah berproses kita selalu berubah menjadi lebih baik setidaknya Satu Persen dari sebelumnya. Termasuk mencintai diri sendiri yang juga butuh proses, satu persatu penyebab diri insecure perlu dipisah dan diusahakan yang terbaik senyamannya pribadi melalui proses belajar.
"Dengan menerima dan embracing kekurangan lo, maka peluang lo untuk berkembang akan jauh lebih besar." - Ifandi Khairur Rahim (Co-Founder Satu Persen)
Izinkan diri untuk gagal ketika
sudah hampir mencapai tahap akhir, izinkan diri untuk tak apa-apa gagal di
pertengahan jalan, bahkan ketika belum sekalipun memulai—secukupnya.
Jangan Lupa Untuk Bercerita Pada Diri Sendiri dan Yang Dipercayai
Dalam atau setelah berproses,
bercerita itu penting. Saya biasa menulis jurnal harian yang berisi apa saja
yang telah dilalui dan progres kecil, junal syukur bahwa selalu ada hal-hal
yang dapat disyukuri setiap hari, dan catatan untuk diri sendiri. Proses
menulis secara manual ternyata bisa stres
reliefing bagi diri sendiri. Selain
itu, bercerita kepada yang dipercaya juga akan membantu dan mencairkan pikiran
yang kusut dan terlampau kaku.
Merawat Cinta Dalam Diri Dengan Usaha-Usaha
"Ketika kita sudah terlatih menerima diri sendiri, kita akan bahagia dengan sendirinya. Sebab, kebahagiaan dan penerimaan diri itu berjalan beriringan. Semakin kita menerima diri kita, maka semakin banyak kebahagiaan yang kita izinkan untuk kita rasakan." - Vicky Fitratullah (Co-Founder Satu Persen)
Kebahagiaan, rasa aman serta puas
dalam diri tak begitu saja disodorkan di depan kita. Begitu juga dalam
mencintai diri sendiri, cinta yang tumbuh itu perlu dilatih setiap harinya
untuk menjadi manusia yang lebih bijak. Self-talk,
membandingkan diri secukupnya dan melatih fokus terhadap proses, menurunkan
ekspektasi, kapan untuk istirahat dan kembali berjalan, membuat morning routine, serta untuk tidak lagi
lari dari masalah.
illustration of making progress by Free-Photos, pixabay |
Mungkin, saya adalah salah satu
dari jutaan manusia yang tak terlahir dengan banyak privilese. Selalu ada sih keinginan
untuk merevisi hidup, misalnya
Jika saja saya terlahir seperti ini, jika saja saya seorang yang seperti ini, jika saja saya dan lain-lainnya
Namun, setelah menjadi orang
pertama yang yang menyalahkan diri sendiri dengan nyalak yang keras, menjadi orang pertama yang putus asa karena self-labeling, juga orang
yang sama menjadi benteng untuk diri sendiri dan memeluk serta menemani kembali
diri sendiri, menyikapi segala sesuatu jadi berbeda lebih bijak, dan open minded. Untuk itu,
memenuhi dulu cinta dalam diri sendiri maka kita akan lebih jernih melihat banyak
kejadian hal dalam hidup, mudah memaafkan, dan siap untuk petualangan
selanjutnya.
Luka dan bekasnya akan selalu
ada, mungkin tak bisa sembuh namun itu bagian dalam diri yang pada suatu ketika
akan menjadi lambang bahwa bekasnya adalah penanda diri ini bisa tetap
bertumbuh dalam ketidaksempurnaan. Saya percaya akan selalu ada pilihan, dan
akan selalu ada kesempatan. Bahwa seiring dengan bertumbuh dalam ketidaksempurnaan
itu, nyala berupa kekuatan dari dalam sekecil apapun dalam diri juga akan turut menerangi sekitar. Untuk
menutup tulisan ini, saya akan mengutip kalimat favorit dari Albus Dumbledore
yang selalu menjadi pengingat:
'It is our choices, Harry, that show what we truly are, far more than our abilities.'
Selamat pulang pada diri sendiri dan merawat kehidupan.
***
#SatuPersenBlogCompetition
Dulu pernah berada pada posisi terendah dalam hidup, kemudiaan mencoba bangkit meskipun tidak mudah
BalasHapusproses mencintai diri sendiri sedang saya jalani sekarang, yang paling sederhana adalah menghargai segala proses yang saya lakukan apapun hasilnya
BalasHapusMencintai yang memang sudah seharusnya di cintai lebih dulu
BalasHapusBener, Mbak. Selflove itu proses seumur hidup.
BalasHapusBener juga bahwa ada saat kita merasa sendiri, nggak ada yang bisa dipercaya, dan dunia begitu jahat pada kita.
Aku bisa bilang "bener" karena pernah dan sedang mengalaminya.
Bagus tulisannya mbak. Kalau membuat morning routine itu maksudnya gimana mbak?
BalasHapusSelf care yang lagi aku jalanin sekarang ini kak, apalagi dengan peran yang berubah. Dengan 3 anak kecil yang lagi aktif²nya sekarang ini memang harus ada waktu untuk diri sendiri dulu. Self love dengan self care. Bukan berarti egois tapi memang waktu sendiri tanpa anak² itu sangat aku perlukan *eeeh kok curcol
BalasHapusSetuju banget Kak. Selflove itu proseanya sepanjang hidup kita. Pernah juga siy beberapa kali mengalami hal buruk dalam hidup dan merasa diri ini paling merasa sedunia...heheh...tapi memang klo kita menyadari kekurangan kita, akan lebih mudah untuk diperbaiki dan lebih berkembang ke arah yg lebih baik, karena penanganannya tepat sasaran.
BalasHapusSeperti sedang berkaca ketika membaca
BalasHapusUwuw berasa lebih tenang setelah baca artikel ini. Aku yang sekarang juga merasa lebih baik dalam mencintai diri sendiri. Meski Tak bisa dipungkiri kalau self love itu prosesnya panjang. Yang terpenting, aku nggak lagi takut gagal. Kegagalan justru tangga untuk menjadi lebih baik
BalasHapusBanyak hal yang saya lalui dalam hidup ini, akhirnya bermuara pada satu kesimpulan bahwa diri ini jauh lebih berharga untuk dibuat bahagia. DAn ternyata melihat orang tercinta bahagia adalah bahagia, maka saya pun lebih mencintai diri sendiri.
BalasHapusYang penting selalu kedepankan forgiveness
Seiring dengan bertambahnya usia, semakin memahami untuk lebih mencintai diri sendiri termasuk untuk tidak terlalu peduli dengan omongan orang tentang kepribadian diri, karna toh kita memang tidak pernah bisa menyenangkan orang lain
BalasHapusSelf love itu memang perlu proses, apalagi kadang orang lain suka memaksakan standar hidupnya untuk kita. Love ourself, the best thing in this world that never failed us.
BalasHapusHidup memang tempatnya kita berusaha dan terus mendapat ujian kehidupan saat kita lulus maka kita akan berada di titik lebih tinggi tapi kalau kita gagal kita akan terus diuji dengan permasalahan yang sama.... Sabar dan syukur adalah obat segalanya. Biarlah semua proses itu nikmati kelak i hari akhir kita akan merasakan hasilnya....
BalasHapusMemang semua yang kita cari itu ada didalam diri kita sendiri, terutama bahagia, kita sendiri dong yang buat bukan orang lain, aku bahagia dengan 3 anak dan suami yang ngga romantis2 amat hehe, tapi ya itu cari aja kebahagiaan sendiri.
BalasHapusDengan self love kita bisa lebih mengoptimalkan kemampuan bahkan mengetahui kekurangan yang ada dalam diri kita
BalasHapusIni posisi aku saat ini.. Sharingnya bener-bener memotivasi aku kak.. Thanks banget yaa
BalasHapusSelamat pulang pada diri sendiri dan merawat kehidupan. Selamat berjuang menemukan teman teman untuk saling bertumbuh bersama sehingga membentuk lingkungan bertumbuh yang baik.
BalasHapusKita suka membandingkan diri kita dengan orang lain dan terkadang ada rasa sedih karena merasa jauh tidak seberuntung mereka. Di saat ini kita lebih memilih sendiri dan merenung akan apa kelebihan dan kekurangan diri.
BalasHapusSelf love adalah bagian dari proses hidup yang sangat penting. Saya masih dalam usaha melakukan sedikit demi sedikit mulai mencintai diri sendiri hehe
BalasHapusBaca tulisannya jadi lebih tenang, jadi bisa lebih mencintai diri sendiri dan mencoba menghargai apa yang dilakukan itu tidak ada yang sia-sia jika dalam kebaikan. Menyadari dan memperbaiki apa yang menjadi kekurangan kita itu sangat penting
BalasHapushidup itu berproses. sayangnya banyak orang di luar sana yang maunya instan. ga peduli akan proses. celakanya lagi, banyak yang menilai dari hasil akhirnya saja. mari sama-sama kita bersyukur atas semua capaian. kecil maupun besar, semua harus disyukuri.
BalasHapusAku kurang mencintai diri sendiri, makanya sering mendahulukan kepentingan orang lain. Dan jatuhnya kecewa, sedih aku tuh
BalasHapusTulisan yg menarik dan bermanfaat
BalasHapusWah tulisannya cukup menyentil nih. Kebetulan saya sendiri sedang naik-turun dalam proses self-love. Saya merasa cukup dan baik-baik saja di early 20's. Hidup bergulir dan sekarang masuk 25 tahun, hidupku penuh kekhawatiran. :' Masih berusaha meraba pelan-pelan sambil bangkit lagi.
BalasHapus