Daftar Isi Postingan [Tampilkan]
Awal tahun ini, saya berujar bahwa saya ingin menjadi pribadi yang legowo (lapang dada) saja di tahun 2020. Alasannya? Tentu saja karena perjalanan di tahun sebelumnya yang menggebu-nggebu mencari jawaban serta ingin bisa menggengam semuanya di tangan. Sebuah bentuk “balas dendam” karena selalu merasa memiliki keterbatasan, tidak memiliki privilese, dan mengejar yang saat itu disebut sebagai tujuan kebahagiaan.
Tanpa sadar, proses tersebut
memang membawa ke perubahan pikir namun juga ada efek buruknya, terutama ke
mental. Saya terlalu keras pada diri sendiri dan lupa memberikan jeda waktu
istirahat, tidak memberi tubuh makanan yang baik, dan takut ketinggalan satu
informasi terbaru. Akhirnya burn out, jadi
mudah tersinggung, dan stuck karena
efek dari negativity bias atau
terpaku pada pengalaman kecewa atau negatif saja. Bahaya nih kalau diterusin,
bisa jadi mental block yang justru
akan membuat diri ini susah bangkit karena bukan lagi memulai dari nol namun
memulai dari minus. Itulah mengapa di tahun 2019 kemarin saya banyak menulis
mengenai keresahan di label THOUGHTS, karena
seiring dengan kehidupan yang akan terjadi setelah lulus kuliah.
Masing-masing individu memiliki definisi mereka sendiri akan konsep kebahagiaan, dan seiring usia bisa jadi berubah karena pengaruh di arena mana dia sedang berada. Kalau saya sendiri di atas, menemukan konsep kebahagiaan adalah proses perjalanan yang cukup panjang karena sudah dimulai dari sejak remaja. Jawabannya ternyata ada di dalam sendiri, kekuatan yang ada di dalam diri. Betul, sedekat itu namun harus melalui banyak jalan dan lorong yang terkadang gelap dan berliku.
Bahagia itu sederhana, katanya.
Bahkan yang sederhanapun perlu diusahakan,
nggak langsung tiba-tiba “disodorkan” di depan mata dan tinggal menikmati. Kita, semua manusia berhak mendapatkan
kebahagiaan yang paripurna dalam bentuk sesederhana apapun itu. Selama
setahun berjalan, kira-kira berikut yang saya lakukan untuk bahagia secara
utuh:
1. Self-Talk
I would say this is the most
important part dalam proses kebahagiaan. Saya selalu meluangkan setiap
harinya untuk bertanya lebih kepada diri. Biasanya saya menanyakan hal-hal
berikut:
- Keresahan apa yang sedang membuat tak tenang?
- Kemarahan apa yang sedang dirasakan?
- Progres apa yang berhasil dilalui hari ini?
Tentunya karena disesuaikan dengan kebutuhan, karena saya sedang belajar emotional healing dan anger management, jadi pertanyaan tak jauh-jauh dari itu.
Ini terinspirasi ketika saya naik
motor dan suka berbicara sendiri apalagi kalau sedang kalut dan membuat hati
lebih tenang. Namun kali ini tentu saja ada catatan biar nggak lupa kalau kita
mungkin sudah berhasil melewati satu proses, sudah bisa mengikhlaskan satu
luka, sudah bisa memaafkan satu kesalahan orang lain tanpa diminta, dan
seterusnya. Karena kita akan jauh lebih ringan dalam melangkah ketika beban itu diletakan pada tempatnya.
Dengan self-talk, kita juga akan
lebih aware, sebenernya diri ini
lebih butuh apa sih, apakah hanya tertutup ego semu saja? Juga kita bisa lebih observe lebih dalam ke diri sendiri, ini
jadi lebih memudahkan visualisasi ke tujuan kita nantinya.
2. Membuat Jurnal Syukur
Tahun ini saya juga memulai
jurnal syukur setiap hari, pernah
juga di posting di Instagram pribadi mengenai jurnal syukur ini. Kadang saya
lalukan sehabis self-talk atau
langsung dicatat agar tak lupa. Dengan rutin menulis jurnal syukur ini, hidup
jadi jauh bermakna dan menyenangkan karena kadang ada hari yang begitu
menyebalkan namun tetap ada hal kecil yang disyukuri. Kalau untuk emotional healing juga bagus karena hari
biasa saja menjadi menyenangkan untuk dijalani. Caranya juga mudah, bisa
ditulis atau memakai aplikasi. Terutama di kondisi sekarang, bisa dikatakan
tetap menjaga akal waras.
Psst, inspirasi membuat jurnal syukur ini diawali ketika dulu PDKT
sama seseorang dan selalu menulis hal-hal yang bahagia ketika hari-hari
bersamanya. Surprisingly penuh dan
seperti memiliki kantong kebahagiaan. Nah masa sih nggak punya kantong
kebahagiaan untuk diri sendiri?
3. Live in the present moment
Sebelumnya, saya terbiasa selalu
menyalahkan diri sendiri atas kejadian masa lalu dan terlalu khawatir akan masa
depan yang rasanya jauh sekali dari kemampuan. Hasilnya? Segalanya berantakan
dong, jadi suka menunda, cemas, dan tak percaya diri. Padahal masa lalu sudah
memiliki tempat sendiri dan tak bisa diubah begitu juga masa depan yang belum
terjadi. Bahkan saya pernah berhari-hari tanpa melakukan apa-apa karena
menganggap semuanya sama saja, sia-sia, dan sudah ada templatenya. Kala itu belum mengerti betul bahwa untuk mencapai
tujuan yang sama pun memiliki banyak jalan dan jenisnya.
Saya belajar untuk menyugesti
diri bahwa ketakutan dan kecemasan hanya ada dalam pikiran. Kesalahan pada masa
lalu itu bukan kesalahan sepenuhnya, bisa jadi hanya berbeda cara. Lainnya?
Saya mencatat hal-hal yang membuat resah, yang membuat takut untuk dijabarkan
lagi nih apa-apa saja yang bisa disembuhkan atas luka masa lalu, mana saja yang
bisa dipersiapkan pelan-pelan untuk masa depan.
Selebihnya jadi lebih bisa
memilah untuk fokus di masa kini dan menghindari distraksi yang mengalir cepat
di media sosial. Pada akhirnya saya selalu bertanya pada diri sendiri bahwa kita selalu punya pilihan: untuk tetap
mengeluh atau memulai mencari jalan lain untuk diri dan hal yang lebih baik.
Hidup yang mindful jadi jauh lebih
menyenangkan dan hari terasa penuh namun bukan penuh akan kecemasan. Juga, di
masa depan kamu akan mensyukuri dan berterima kasih pada diri sendiri karena
sudah berusaha dari pada menyalahkan keadaan dan diri sendiri.
4. Menurunkan Ekspektasi
sc: pixabay, pexels |
Sebagai overthinker dan penganut prinsip apa-apa harus sempurna, saya
seringkali dikecewakan oleh ekspektasi sendiri. Standar kebahagiaan jadi tinggi
terutama pada pencapaian, dan badan lebih lelah karena harus merasa lebih jauh
atau tinggi. Ngutip dari Satu Persen, selalu inget dalam diri bahwa hidup itu long term game dan terdiri dari hal yang
kompleks. Menurunkan ekspetaksi bukan berarti jadi lebih buruk dan bukan
sesuatu kalah, namun sebuah bentuk rasa sayang pada diri sendiri.
Menurunkan ekspektasi ini bukan
hanya ketika ketika berusaha mencapai capaian pribadi ya, namun juga ketika
sedang berlingkungan sosial misalnya pertemanan atau menjadi bagian dari society. Jadi kalau kamu misal mendapat
tanggapan yang membuat kamu kecewa, kamu akan biasa saja. Pun kita jadi
terbiasa untuk mengontrol diri sendiri saja dari pada anggapan yang kita kurang
setujui.
Baca Juga: Sikap Kita Terhadap (Membenci) Kesalahan & Kekecewaan Dalam Hidup Adalah Hal Yang Sangat Biasa
5. Memahami Konsep Yang Lebih Besar Pada Penerimaan, Kompromi Melalui
Keikhlasan
Pada poin ke empat, saya membahas
mengenai kekalahan. Begitu juga dulu menganggap bahwa hidup hanyalah perkara
hitam dan putih, menang dan kalah. Hingga akhirnya bertemu konsep yang lebih
besar mengenai keikhlasan yang mana sebenernya sudah sangat familiar sejak
kecil.
Saya pernah kecewa sejadi-jadinya
karena kehilangan sesuatu yang menurut saya penting dan saya anggap hal
tersebut adalah sebuah kekalahan. Ibaratnya, kita tak lagi memakai sepatu yang
sama dengan 10 tahun yang lalu atau ketika masih kecil. Sepatu tersebut bisa
saja masih bagus dan nyaman dipakai, namun sudah tak lagi muat dan justru
menyulitkan untuk berjalan apalagi berlari. Saya jadi teringat suatu kutipan
yang kira-kira begini:
“Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdir ku dan apa yang di takdirkan untukku takkan pernah melewatkanku”
Hidup terasa lebih ringan ketika
pada akhirnya menerima dengan lapang dada atau ikhlas. Bukan pasrah, namun ada
hal lain dari sudut lainnya yang jauh lebih bermakna. Manfaatnya juga luar
biasa, yaitu pikiran jadi lebih terbuka dan luas serta beban di pundak terasa
berkurang. Jadi, enjoy saja.
6. Mengurangi Membandingkan Diri Dengan Orang Lain
Terdengar familiar? Betul sekali
karena di manapun bagian pengembangan diri pasti ada proses ini termasuk proses
berdamai dengan diri sendiri. Mengapa mengurangi dan bukan berhenti? Karena ya
hidup tak terlepas dari hal tersebut sebagai makhluk sosial. Pun dengan kondisi
yang seolah membuat kita berkompetisi untuk tetap bertahan hidup. Namun tunggu
dulu, segala yang berlebihan tak baik tentunya apalagi perihal membandingkan
dengan orang lain hingga mengubur kekuatan dalam diri.
Proses ini panjang dan
masing-masing orang berbeda. Ada suatu masa saya merasa selalu jatuh ke lubang
yang sama yaitu kerap membandingkan tanpa
sadar atau otomatis. Ini nih yang bahaya dan bisa jadi kena “mental block” alias yaudahlah yah aku emang gini adanya dan
susah buat berkembang. Hei, ayo hempas-hempas dan berpikir jernih. Tahu
yang mana yang sebaiknya diambil dan yang mana yang sebaiknya diabaikan.
Terus-terusan membandingkan juga tak relevan karena masing-masing tujuan serta value dalam diri saja berbeda.
Gampangnya, bagaimana bisa kita hidup—yang memiliki hak dan kuasa sendiri namun
tak sadar mengikuti standar orang lain? Fokus saja pada seberapa jauh kamu
sudah berproses.
7. Mengubah Bad Habit
sc: pixabay, Alexas-Fotos |
Sebenarnya ini sudah saya coba
lakukan sejak lama, namun karena motivasinya kurang besar, mudah menyerah serta
nggak bertujuan jangka panjang akhirnya menyerah atau males aja. Sampai pada
akhirnya ketemu titik mengubah kebiasaan buruk itu penting karena ngaruh sekali
ke kecepatan mencapai tujuan, kesehatan fisik dan kesehatan mental. Misalnya procrastinate, tak banyak gerak, lupa
waktu, dan tak membuat prioritas setiap harinya. Awalnya memang tak
menyenangkan, apalagi jika sudah menjadi kebiasaan. Namun selalu mengingat
bahwa kenikmatan sesaat itu tak menyenangkan, justru nabung kebiasaan kecil
baik konsisten akan berdampak besar untuk jangka panjang.
8. Membiarkan Diri Bersedih
Wah ini proses paling nyeleneh
ya? Kalau saya pribadi sih membiarkan diri menangis atau merasakan rasa sakit
karena kecewa dengan bersedih. Kalau capek ya capek aja apalagi kalau sedang overwhelmed, we’re humans after all. Kalau
dulu sih merasa kuat dan numpuk sampai nggak kuat hingga pecah sendiri. Itu
nggak baik karena tubuh jadi menyimpan energi negatif, itulah mengapa bisa saja
kalau marah jadi kelepasan.
Dari sini saya jadi bisa
mengiyakan dan mengakui kalau diri ini juga ada bagian lemahnya dan berdamai
dengan hal tersebut. Memasang tembok
tinggi-tinggi padahal dalamnya rapuh juga tak baik. Melegakan karena
akhirnya dalam kelemahan pun memiliki sedikit kekuatan dari dalam. Nah namun
juga jangan membiarkan menikmati kekalutan, ayo ajak tubuh dan jiwa bangkit
kembali serta tidak lagi lari dari
masalah.
Banyak ya? Iya kalau dikumpulin.
Sebenernya saya sendiri tak melakukan kedelapan hal tersebut bersamaan.
Masing-masing memiliki waktu dan prosesnya agar tak hanya di permukaan saja
namun menyelam lebih dalam untuk sebenar-benarnya berdamai dengan diri sendiri.
Itulah mengapa bisa jadi sebuah postingan ini dan sekaligus menjadi catatan
untuk diri sendiri.
Menurut saya pribadi, bahagia itu
sebuah perasaan dari dalam. Bahagia meskipun tanpa memiliki apa-apa maupun
memilikinya. Diibaratkan jika sebuah potret yang harus bagus dan dalam keadaan
percaya diri yang tinggi ketika sedang berada di roda bagian atas—kita juga
bisa tetap tersenyum lepas kala tak memiliki apa-apa dalam potret tersebut. Hidup
memang seperti roda, nggak masalah banget kalau sedang berada di bawah.
Selalu sukaa sama pemikiran dan tutur kata nya Marfaa 💖
BalasHapusKalau aku membiasakan diri bersyukur tiap hari melalui meditasi mbak, ini bener2 bikin tenang dan bahagia.
BalasHapusAku sering self talk, salah satu caraka untuk nurunin ego 😊 cuma kadang kalau waktu mepet sering lupa, hiks. Mengingat hal-hal yang harus disyukuri juga nge-boost mood ya
BalasHapusHati yang gembira itu dengan bersyukur kalau aku. Apalagi apa adanya itu bikin nikmat melangkah kak. Lapang aja
BalasHapuswah bener banget ini mba, untuk bahagia itu sebenarnya bagaimana seseorang itu membuat sendiri si bahagia ini. bukan karena seseorang atau apapun itu. bagus tulisannya, makasih sharingnya mba
BalasHapusBahagia itu sebenarnya memang simple ya. Jadi diri sendiri dan bersyukur akan apa yang kita miliki, sudah bikin kita bisa tersenyum bahagia.
BalasHapus
BalasHapusYang bisa kupraktekin, selftalk dan menurunkan ekspektasi biar diri ini bisa menjalani kehidupan yang logis sesuai kekampuan dan potensi. Membandingkan orang lain hanya akan menyakiti diri sendiri seolah kita tak berharga jadi ga menghargai hidup deh. Tambah syukur biar hidup legowo, sumeleh....
mantap banget nih kak, aku fokus ke membuat jurnal syukur, kadang kita terlalu ekspektasi besar melupakan rejeki yang sudah kita raih
BalasHapusBahagia dengan atau tanpa apa-apa itu pencapaian hidup yg luar biasa mba. Di sana lah derajat seseorang bisa tinggi di mata Allah.
BalasHapusSepakat dengan semua itu karena pelan pun sy mencoba menjalankan itu semua untuk menjadi pribadi yang lebih baik
BalasHapusmembaca ini seperti merunut apa yang sudah dilakukan akhir akhir ini. Ahhh...membandingkan diri dengan orang lain sudah lama tak kulakukan. HAsilnya menyenangkan dan mendamaikan karena diri kita begitu berharga untuk dibandingkan dengan orang lain
BalasHapusLuar biasa tulisan yang sederhana tapi sangat bermakna untuk mendapatkan bahagia. Sederhana itu selalu berjiwa
BalasHapusselalu suka dengan tulisan-tulisanmu, kak, dalam dan bernas. Dan aku setuju sih konsep bahagia itu tidak ya kita sendiri sih yang mau menentukan mau bahagia atau tidak. Bahkan ketika sedang dalam masalah kalau mau bahagia ya bisa aja bahagia kok.
BalasHapusSepakat banget dengan tips bahagia yakni dengan banyak-banyak bersyukur. Hal ini sering saya lakukan, terutama kalau lagi galau dan merasa kok malang banget dakuh. Seketika itu, saya mencoba mengingat-ingat nikmat yang telah diberikan-Nya. Dan, masya Allah, betapa banyaknya nikmat yang harus kita syukuri ketimbang duka yang dihadirkan-Nya dalam kehidupan kita.
BalasHapusBahagia itu pilihan, tergantung juga sih bahagia itu. Jadi mau bahagia apa engga? Milih bahagia ya bahagia milih ga bahagia ya ga jadi bahagia, se simple itu bahagia.
BalasHapusWah banyak to do list-nya Mbak Marfa. Rasanya ingin melakukan semuanya. Menurunkan ekspekstasi itu, waw kudu dicoba.
BalasHapusJurnal syukur aku lg coba nulis nih mba..soalnya penting banget mengingatkan banyak hal yg hrs kita syukuri
BalasHapusBahagia dengan atau tanpa apa-apa itu menjadi sebuah pilihan. Saya paling senang dengan kalimat ya menangislah kalau sedang rapuh ya mbak.
BalasHapusSalam kenal mbak Marfa, terima kasih tulisannya. Aku merasa dipukpukin. Bahwa ga apa ya kalau memang kita sedang bersedih. Seringnya so kuat padahal di dalam udah ambyar, makanya sekalinya pecah yaudah berserakan. Eh malah ikut curhat, masih jadi PR banget soal penerimaan dan aku banyak terbantu juga dengan jurnal syukur yang ku buat. Membantu banget
BalasHapusSepakat dengan poin-poin yang dituliskan. Bahagia itu diri sendiri yang menentukan dan itu merupakan pilihan, serta harus diusahakan. Bersyukur dengan apa yang dimiliki memang salah satu kunci bahagia yg harus dipegang teguh ya, mba.
BalasHapusSelalu bersyukur dan hidup menjadi diri sendiri menjadi kunci kebahagiaan ya. Ngga perlu terlalu musingin apa kata orang
BalasHapusHal hal yang hampir semuanya aku juga pernah memikirkan dan merasakan mbak. Kadang sering marahin diri sendiri, di jalan juga suka ngomong2 dewe, pernah berekpekstasi terlalu berlebihan, suka bandingkan kemampuan diri sendiri dg orng lain.
BalasHapusJadi sama sama introspeksi dan bersyukur entah dengan apa dan tanpa apapum ya mbak
Semangat
Hidup memang seperti roda. Kadang kita di atas, kadang di bawah, dan selalu setiap hari berubah-ubah. Bagi saya perubahan itu terjadinya setiap hari. Salah satu poinyang saya suka adalah menurunkan ekspektasi agar jadi lebih nyaman saja.
BalasHapusBahagia ternyata bisa menjadi sederhana juga bisa menjadi rumit, tergantung masing-masing orang mau menjadikannya apa. Dan benar, bagaimanapun juga, untuk mencapai kebahagiaan itu, tetap harus melakukan suatu usaha dan konsisten terhadap usaha itu.
BalasHapusSama mbak, aku juga buat jurnal syukur setiap hari...
BalasHapusJurnal syukur ini snagat membantu untuk selalu berpikir positif menjalani setiap episode kehidupan
Setuju banget sama 8 poin di atas. Saya selalu suka tulisan kakak apalagi tentang hal-hal berbau self concern kayak gini. membaca yang kayak gini membantu dalam emotional healing menurutku.
BalasHapusKebetulan aku sudah memulainya sejak akhir 2019. Merasa ada yang tidak benar dengan diriku dan cara hidupku, maka aku segera berhenti, me-release seluruh ganjalan di hati. Hingga pada awal 2020 ini aku benar-benar sudah menetapkan mau seperti apa hidup yang akan kujalani tahun ini. Ya, salah satunya "hidup untuk hari ini".
BalasHapusKebalik dengan saya Mbak, saya terlalu longgar dan permisif sama diri sendiri sehingga jarang menyelesaikan tugas dengan baik karena merasa ya udah gak apa-apa, ya udah biarkan aja. Duh.
BalasHapusBeberapa sudah dilakukan kak..seperti membuat jurnal bersyukur . . Dan tidak membandingkan diri dengan orang lain.. masih ada beberapa yang sama tapi ada juga yg belum sich..seperti membiarkan diri bersedih
BalasHapusBahagia, sesederhana apa pun tetap perlu diusahakan ya :) Selalu bersyukur bikin hati lebih bahagia.
BalasHapusAku awal tahun lalu bikin gratitude jurnal. memang membantu banget apalagi pas lagi banyak unek-unek, mikir kalau ini harusnya jurnal bersyukur, akhirnya nulis yang baik-baik saja. Meskipun susah tapi memang membantu meringankan beban di kepala hehe.
BalasHapusDi umur saya yg mau kepala empat saya sudah berdamai dg diri saya, banyak bersyukur dan gak ambisius serta lebih menerima diri apa adanya
BalasHapusAku padahal dulu lumayan sering buat gratitude jurnal tapi skrg malah mandek dan self talk itu sangat penting sih kak, bebaskeun! Hehehe
BalasHapusBe your self mungkin itu istilah yg tepat. Apapun alasannya bkita hrs tetap menjadi diri sendiri. Original gitu
BalasHapus7 dari 8 di atas sudah saya lakukan, Mbak, dan memang jadi ringan banget di hati dan bodi.
BalasHapusMEngubah bad habit itu yang masih PR.
Sulit memulainya, padahal tahu setelah mulai hanya tinggal konsisten saja. Si K ini, lho yang susah.
Bener banget mbak, setiap orang itu pasti memiliki konsep kebahagiaan yang berbeda-beda menurut dirinya sendiri. Ada yang bahagianya karena uang, ada yang bahagia karena memiliki keluarga, bahkan ada yang bahagia hanya dengan memiliki seorang teman untuk diajak berbicara.
BalasHapusKebahagiaan diri adalah hal utama. Terkadang saya sendiri pun berpatok pada standar orang lain, ternyata hal itu hanya membuat diri kita menderita. Untuk poin pertama, saya selalu melakukan nya karena dulu dari pesantren, ada istilah "istafti qolbi" bertanyalah pada dirimu, atau kenali diri. Mengenali diri seperti penulis utarakan di atas memang benar adanya, dengan percaya diri bahwa kita mampu tentu kekuatan dalam diri sendiri pasti ada.
BalasHapusSuka banget tulisannya, tipsnya ternyata banyak juga, yang pasti kita yang menentukan kebahagiaan kita sendiri ya
BalasHapusMembuat jurnal syukur itu bermanfaat banget, waktu buat jurnal syukur rasanya hidup lbh bahagia dan otomatis mengurangi ekspektasi yg terlalu tinggi
BalasHapusKalau aku bahagia itu harus dengan apa-apa, tapi tetap sederhana supaya ngga keblinger hehehe
BalasHapusMungkin manusia butuh waktu untuk sampai pada apa adanya. Aku ngerasain itu setelah memasuki usia 38 tahun ke atas. Dimana semua terasa indah dan penuh syukur apapun itu
BalasHapusKalau membuat jurnal syukur seperti itu makin berasa deh banyak hal yang harus kita syukuri karena bertabur nikmat dari Allah Swt
BalasHapussulit ini bagi kebanyakan orang untuk menjaga akal tetap waras, bahkan dalam kondisi lagi bahagia, senang apalagi lagi susah, itu bisa nambah sulit
BalasHapusDengan bersyukur, sekecil apapun nikmat pasti akan membuat hidup kita lebih bahagia.
BalasHapusmembiarkan diri bersedih tapi jangan lama-lama ya kak, dan biasanya bener banget sih untuk membuat jurnal syukur itu banyak manfaatnya tapi sering tidak konsisten akutu
BalasHapus