Life Update: Overthinking, Pandemic, Quarter Life Crisis

Daftar Isi Postingan [Tampilkan]
Judul draft postingan ini sudah ada sejak 1 bulan lalu, namun seperti judulnya—overthinking belum lengkap tanpa berkawan dengan prokrastinasi. Namun bukan hanya perihal mood, postingan ini juga melalui terlebih dahulu waktu-waktu kewalahan akan stimulasi berlebihan dan terpaksa untuk istirahat. Jadi sudahlah lengkap, pengalaman untuk menjadi satu tulisan.

depo pelita sokaraja
memilih jepretan pribadi untuk kover

Saya tahu bahwa mungkin topik ini sedikit basi, namun memang itu yang masih dan sedang dihadapi. Memasuki usia seperempat abad namun dengan linimasa pandemi menjadi sangat membingungkan dan terombang-ambang (iya, tidak saltik). Saya seketika teringat momen snap dan blip di film Marvel, sayangnya di dunia nyata; orang dan kesempatan tidak kembali alias tidak ada blip.

Emosi dan perasaan yang dialami menjadi lebih kompleks. Ada ketakutan, kecemasan, penyesalan, rasa bersalah (guilt), dan tentu saja kebingungan. Di momen ini saya jadi menyadari bahwa tanpa dicari pun, masalah akan datang sendiri. Semuanya begitu tiba-tiba, namun sebetulnya ya karena sudah waktunya.

Saya menyadari satu hal di antara banyak faktor yaitu, lingkungan pendidikan dari TK-Kuliah membuat terbiasa paham akan medan. Cakupan juga lebih sempit dan seakan dalam jangkauan meskipun pilihan juga banyak. Namun begitu membuka dunia yang lebih nyata, kita akan lebih banyak bersinggungan sekaligus berbenturan dengan banyak hal. Rasanya seperti menjadi manusia baru.

Mau tak mau, keadaan memaksa untuk berebutan prioritas. Tak bisa sebanyak dahulu, atau antara energi yang lekas habis. Settingan default perlahan-lahan perlu disesuaikan ulang dan ditengah kebingungan ini, kita akan tetap kaget melihat dunia luar yang sama bergerak dan bertransformasinya dengan diri ini. 

Tiba-tiba juga, dunia profesional dan mendapatkan uang ya sudah biasa saja karena memang begitu manusia bekerja. Ini ditulis karena pengalamaan curi-curi atau sok start early saat kuliah terasa sangat keren, tapi ya memang biasa saja. Oh anyway, ini juga termasuk bagi yang menjalani so called passion atau berada dalam track—tetap kena krisis juga unless you privileged enough. Tiba-tiba menjadi orang dewasa, waktu berjalan dan memori masih suka kecantol. Kalau sudah seperti ini bawaanya pengin muter lagu Rich Brian aja:

I swear, where did the good times go? 
It don't show no more

Jangan lupakan juga pandemi yang membuat susah payah menambal kekosongan, kebosanan, dan rasa kesepian. Saya sedikit benci harus mengakui bahwa mengalami kesepian di masa ini dan tak menyenangkan karena sebatas berteman dengan memori-memori saja. Demi apapun, segala yang virtual-virtual dan online-online tak bisa menggantikan hangatnya obrolan, rasa lepas dan lega, dan seperti mendapat suntikan semangat dalam hidup.

Banyak kejadian lucu seperti, tiba-tiba pertemanan yang dekat sekalipun berubah. Tiba-tiba, apa yang dahulunya kebanggaan, jadi biasa saja. Dan kebanyakan, tiba-tiba jadi banyak merasa bersalah dan menyesal padahal keputusan yang diambil di masa lalu sudah yang terbaik berdasarkan pengalaman emosional maupun direncana ((sekali pun terlihat bodoh dan konyol)).

Pas banget ketika membahas pilihan, sebuah artwork muncul di linimasa dan seakan resonate bahwa oke-stop-dwelling-on-your-guilt-and-move. Momennya pas di kala saya mempertanyakan apakah pilihan yang selama ini diambil akan membawa ke tujuan, atau bagaimanakah jika dulu mengambil jalan yang berbeda. Kata-kata yang sangat bijak dan menentramkan hati dari norative berikut:

berbicara pilihan

pilihan terbaik

norative atwork

pilihan dalam hidup

Life's a constant changes and struggles, indeed. Sebenernya hal ini memang fase yang wajar, saat ini bisa jadi masih menjadi versi muda dan lebih banyak tidak tahunya. Saya jadi teringat video Satu Persen yang dibawakan oleh orang yang memang lebih dahulu berpengalaman umur yang ini:


Termasuk juga kita menemui kegagalan yang tak pernah dikira dalam jangkauan, atau bahkan menemui diri sendiri yang sangat asing dari sebelumnya. Is it adulting? Tapi di sisi lain, diri ini semakin lebih melihat juga banyak hal menakjubkan yang terjadi dan lebih terasa maknanya. Padahal dulu bisa jadi sudah ada, namun terskip begitu saja.

Momen seperti ini juga lebih banyak mengingatkan saya pada kindness orang-orang. Oh betapa semua manusia masing-masing memiliki peliknya tersendiri. Betapa kita sebetulnya tak sendiri, jika melihat sedikit saja dari kubangan overthinking. Kemurahan hati itu juga yang membuat diri ingin lebih baik namun dengan ikhlas, bukan terikat. Meskipun demikian, apa yang kita rasakan dan alami tetaplah valid. 

Saya rasa juga, bekal yang selalu dibawa di masa ini adalah self-compassion. Adalah bentuk welas asih pada diri sendiri dan memandang diri tanpa penghakiman. Saya ada video bagus dari TEDxTalk mengenai ini:



Jadi selain versi Pamungkas "choose to be okay again today", let yourself vulnerable juga. We're humans, after all.
***
Gosh, senang akhirnya bisa kembali setelah energi terisi ulang jadi bisa nyelesaiin satu judul yang udah lama di draft ini. 

3 komentar

  1. Aku suka artwork di atas :). Isinya kena banget, apalagi sesuai dengan kondisi sekarang. Aku termasuk yang selalu membuat target2 tinggi setiap tahun mba. Tapi dengan pandemi datang, rasanya kalo memaksakan diri untuk mencapai target2 itu, yg ada aku bisa gila saat semuanya ga kecapai.

    Manusia pada dasarnya makhluk yang bisa beradaptasi. Jadi di saat begini, kita memang harus menyesuaikan diri. Pilihan yang ada, ya itu yg hrus dijalani. :). Aku anggab mungkin ini saatnya aku beristirahat sebentar, ga ngoyo mencapai target tinggi :).

    BalasHapus
  2. Beberapa hari ini sedang baca banyak post related to QLC, yang mana membuat mba Marfa dan teman-teman yang sedang mengalaminya mungkin bisa sampai overthinking ~ well menurut saya, dalam keadaan sekarang, memang betul sebisa mungkin mba Marfa perlu fokus pada hal yang mba Marfa bisa kendalikan, dan ambil keputusan serta sikap secara penuh kesadaran, karena dengan begitu, adulting life akan menjadi lebih mudah 🧡

    Dan semoga mba Marfa dikelilingi supporting system yang baik, sehingga itu bisa membantu mba Marfa melewati QLC dan survive hingga akhir 😍 Sometimes, it's normal untuk overthinking, nama pun kita manusia, di-setting punya akal dan rasa. Yang penting jangan sampai kita tenggelam pada pikiran kita sendiri hingga bingung berkepanjangan. Plus saya setuju sama mba Fanny, berhubung kita manusia dihadapkan pada perubahan setiap harinya, mau nggak mau kitanya yang harus adaptasi pada keadaan, dengan begitu bisa menjadi lebih kuat 🥳

    Take your time mba, slowly but sure, you can do it~! 😁🍀

    BalasHapus
  3. Tulisannya 👍 banget, emosinya dapet banget sih pas baca tulisan ini.

    BalasHapus

Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.