Menanamkan Semangat Entrepreneurship Melalui Sektor Ekonomi Kreatif Guna Mendukung Potensi Sumber Daya Manusia Unggul

Daftar Isi Postingan [Tampilkan]

Pendidikan Formal Yang Tak Melahirkan Kreativitas

Sejak SMK, saya sudah “lama berkenalan” dengan bidang kewirausahaan bahkan ada mata pelajarannya tersendiri dari kelas X hingga kelas XII. Pun ketika mendengar cerita-cerita inspiratif akan kisah sukses para wirausahawan, selalu ada rasa antusias namun masih tak yakin dengan diri sendiri. Mindset kala itu wirausaha atau entrepreneur ya masih yang mereka yang punya kemampuan komunikasi atau berbicara yang bagus, yang bisa mengatur tim dengan baik (kepemimpinan), serta yang pandai jualan aja. Mindset tersebut terbawa di masa kuliah, padahal kan dengan teman, kenalan yang lebih banyak bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan diri menjadi entrepreneur.

startup speaker


Karena merasa belum terlalu passion dengan hal teknis tersebut, akhirnya lebih memilih bloging untuk mengisi waktu luang dan secara menakjubkan sangat membantu di kehidupan kuliah. Dari yang awalnya hanya hobi, bisa sekaligus mengisi waktu dengan produktif, menambah portofolio, serta bonus yang sangat menyenangkan berupa uang tambahan untuk jajan. Dari sini juga jadi belajar pentingnya bagaimana menjalani komunikasi yang baik dengan partner atau klien, bagaimana mengatur keuangan, dan bagaimana membuat personal branding baik di media sosial maupun di dunia nyata. Ketika akhirnya bergabung dengan inkubator startup dan berperan sebagai content writer, dari sini juga belajar dengan sangat menyenangkan bahwa ternyata skill membuat narasi juga tetap diperlukan di era sekarang.

Blogging juga salah satu kegiatan alternatif di mana saya bisa menjadi penuh menjadi diri sendiri, atau ketika saya merasa kurang cukup di kelas-kelas. Bertahun-tahun dalam kelas dan menjadi siswa nomor dua karena lebih pendiam rasanya selalu ingin mencoba pencapaian di luar itu. Atas hal tersebut bersyukur juga, karena dari inkubator startup tersebut bisa belajar public speaking dan hospitality dari luar kelas dan justru ilmu-ilmulah yang sangat berguna ketika lepas dari bangku sekolah maupun kuliah. Bisa juga kok, dari blogging masuk ke ranah profesional jika didalami dengan keseriusan yang sungguh-sungguh.

Tak akan membahas lebih lanjut mengenai blogging di sini, namun ketika berada di inkubator startup. Di sini mindset saya perlahan berubah bahwa untuk menjadi entrepreneur sudah bukan lagi mereka yang sukses berjualan produk atau jasa seperti kebanyakan—namun sudah mulai merambah ke era kolaborasi. Terasa sekali juga saat weekly meeting di mana kok susah sekali mengeluarkan ide berdasarkan kebutuhan lapangan, pikiran-pikiran ini terbawa karena hanya terbiasa mengikuti aturan atau perintah. Kalau di kelas-kelas terbiasa untuk mengikuti alur yang sudah ditentukan, dan ketika ujian juga hanya diberikan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya adalah hafalan.

Bukan hanya saat kegiatan akademik saja, berkegiatan selama di UKM Fakultas atau Universitas saja belum menjamin secara valid pengalaman tersebut akan terbawa saat di dunia profesional. Ada juga sih Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang berhubungan langsung dengan masyarakat, minimal ada pengalaman resiliensi menghadapi tekanan atau stres namun tetap saja ada jurang perbedaan yang besar ketika sudah berada di ranah profesional. Padahal, bukannya masing-masing jurusan memang sudah disesuaikan dengan kebutuhan industri. Namun nyatanya, kualifikasi yang ditampilkan untuk menjadi pekerja kadang susah diraih oleh para fresh graduate. Sikap kritis selama akademik memang perlu, namun yang juga tak kalah penting adalah kreativitas.

Kreativitas Yang Melahirkan Inovasi

Saya sedih ketika melihat salah satu teman yang begitu gemilang dengan akademik berkata pada saya
“Buat apa kreativitas? Hanya buang-buang waktu.”


Padahal pattern atau pola mengenai kreativitas ini sudah berubah, jadi bukan berbentuk seni atau karya yang dihasilkan dari pengunaan otak kanan saja. Mengenai hal ini saya pernah menuliskannya juga di Kreativitas Juga Butuh Kedisiplinan. Kreativitas memberikan sedikit kebebasan untuk dapat mengenali diri sendiri dan berani mengambil langkah atas kesadaran dirinya, bukan karena dasar takut akan kegagalan atau takut tak berada di zona nyaman.

creativity process


Saya juga belajar bervisi ketika dalam fase shifting tersebut di dalam dunia pendidikan yang saya rasa sudah terlalu lama dalam kelembaman dan kurang berhasilnya uji coba, seperti ujian nasional 20 paket, kurikulum k13, sampai full day school. Pada waktu itu berandai-andai bagaimana kalau budaya-budaya dalam lingkungan startup ini masuk dalam ke dunia akademis. Ternyata selang beberapa bulan kemudian, Presiden RI Jokowi menyebutkan dalam pidatonya seperti ini:

“Harus disertai kerja keras, dan kita harus kerja cepat, harus disertai kerja-kerja bangsa kita yang produktif. Dalam dunia yang penuh risiko, yang sangat dinamis, dan yang kompetitif, kita harus terus mengembangkan cara-cara baru, nilai-nilai baru. Jangan sampai kita terjebak dalam rutinitas yang monoton. Harusnya inovasi bukan hanya pengetahuan. Inovasi adalah budaya.”


Belum berhenti dengan kekaguman gerakan dari pemerintah yang juga mulai sadar tersebut, diangkat pula Nadiem Makarim sebagai Menteri Kebudayaan dan Pendidikan, serta Wishnutama sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di usia yang muda. Terakhir, pengangkatan 7 staf khusus milenial muda dari berbagai latar belakang sedikit memberikan angin segar dan harapan untuk pemuda bisa tergerak menjadi lebih produktif lagi atas minat masing-masing.

Tak perlu jauh-jauh dulu untuk bisa menjajaki jenjang karir sejauh tokoh di atas, namun setidaknya ada model baru yang bisa memberikan jawaban dari fenomena yang telah disebutkan. Startup, adalah salah satu bentuk model baru dari entrepreneurship yang bukan hanya membutuhkan tangan-tangan yang cekatan dalam bisnis namun juga mereka yang handal dalam teknologi digital serta semangat berkeatifitas. Startup juga cocok bagi anak muda milenial yang menyukai tantangan dan memiliki rasa penasaran yang tinggi. Lingkungan dan budaya yang lebih ramah untuk pemuda dalam mobilitas serta bertukar pikiran membuat tingkat optimis dan produktifitas meningkat dari pada hanya bekerja sendirian. Dengan semangat kolaborasi bisa menciptakan startup yang sifatnya memecahkan masalah atau problem solver.

Kita memasuki era di mana gelar tidak menjamin kompetensi, kita memasuki era di mana kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya. Kita memasuki era di mana akreditasi tidak menjamin mutu, kita masuk era di mana masuk kelas tidak menjamin belajar. Ini hal-hal yang harus segera disadari, harus segera akui dan kalau tidak bisa bicara terbuka mengenai isu-isu ini dan tidak bisa meningkatkan kualitas di dalam pembelajaran perguruan tinggi maupun di sekolah-sekolah, ini yang harus kita challenges. - Nadiem Makarim


Semangat entrepreneurship inilah yang penting untuk dijaga dan dimiliki, salah satunya antusiasme dan kreativitas yang telah disebutkan. Bukan hanya untuk menuju ke cita-cita entrepreneur saja, namun ke sumber daya yang bukan hanya berkualitas dan pilihan namun mandiri dan inisiatif. Ibaratnya, bagaimana individu terutama anak muda nanti mandiri ketika menghadapi tantangan perubahan zaman atau ketika ia ingin berdiri secara mandiri.

16 Sektor Ekonomi Kreatif Dalam Mendukung Potensi Sumber Daya Manusia Unggul

Startup adalah fenomena baru dari munculnya model bisnis yang baru, dikarenakan juga oleh faktor manusia yang masing-masing memiliki aset material. Gojek misalnya, tak perlu memiliki aset berupa motor atau mobil namun memiliki mitra (driver) dengan jumlah yang banyak. Startup hanya satu bentuk dari pengembangan 16 sektor ekonomi kreatif yang bisa diberdayakan dan dikembangkan pada pemuda. Ekonomi kreatif ini hadir setelah pola-pola lama sebelumnya yaitu ekonomi pertanian, ekonomi industri, dan ekonomi informasi. 

Tentunya sudah tak asing dengan Bekraf (yang sekarang sementara sedang dinonaktifkan) dan mengoptimalisaikan ke 16 sektor tersebut. Yaitu aplikasi dan pengembangan permainan, arsitektur, desain produk, fesyen, desain interior, desain komunikasi visual, seni pertunjukan, film animasi video, fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni rupa, televisi dan radio. Saya sendiri mengikuti dua yaitu bidang digital di Bekraf Dicoding Day Purwokerto (pengenalan untuk pemula) dan penerbitan yang pernah sebelumnya di post di Bekraf Writerpreneur Bogor

bekraf writerpreneur


Dari Writerpreneur tersebut sudah menghasilkan satu buku dengan judul Rempah Rindu. Bukan final juga dari workshop tersebut melahirkan buku dari berbagai latar belakang penulis namun juga telah diluncurkan di Perpusnas RI, telah dibawa ke Bekraf Festival Solo, mengikuti IIBF (Indonesia International Book Fair), dan juga telah diikutsertakan dalam pitching VIU, dan juga terbentuk pula pengurus dari komunitas tersebut dengan nama Elang Tempur.

16 sektor ekonomi kreatif ini juga sudah dikenalkan di kampus-kampus untuk menjaring potensi-potensi muda. Seperti misalnya di Universitas Muhammadiyah Surabaya pada September 2018 lalu dalam meningkatkan minat generasi muda dalam ekrafpreneur.

Kalau bicara mengenai solusi, bukankah hal tersebut dimulai dari hal yang kecil? Apa bentuk dari solusi tersebut, tentunya cari cara-cara dan praktiknya kan bukan hanya pada teori saja? Melalui ekonomi kreatif ini, setidaknya anak muda bisa diajak untuk belajar bervisi akan ada apa saja di masa depan di bidang pembangunan ekonomi. Dengan mendalami, mengalami di masing-masing bidang yang dipilih dan ditekuni, akan bisa memprediksi tantangan-tantangan apa yang ada di depan. Karena solusi seperti inipun bukan tanpa kendala atau permasalahan, namun setidaknya ada prospek yang lebih jauh di depan. 

2019 ini dipenuhi juga dengan istilah-istilah yang sering digaungkan seperti ekonomi kolaboratif, digital economy, bonus demografi, atau struktur organisasi yang agile. Benar memang perlunya menanamkan semangat entrepreneurship merupakan langkah awal yang bisa memberikan dampak. Dengan memberikan pendekatan contoh atau role model, ketertarikan itu bisa dibangkitkan. Di Purwokerto sendiri, sudah ada lembaga inkubator startup coop (InnoCircle Initiative) yang membuka kesempatan banyak anak muda terutama mahasiswa dan fresh graduate dari latar belakang jurusan apapun untuk bergabung menjadi pegiat startup. Lain lagi, ada juga Nemolab yang lebih spefisik ke pengembangan software, atau Heartcorner yang lebih fokus ke ruang kolektif bagi mereka yang menyukai musik, visual, atau seni. Tanpa adanya semangat entrepreneurship, tak mungkin akan bisa terus berdiri karena yang berdiri tersebut membutuhkan visi mau dibawa ke arah mana di masa-masa depan.

Bukan hanya gerakan dari Bekraf saja mengenai optimalisasi ekonomi kreatif untuk SDM Unggul, namun disebutkan pula dalam Dialog Nasional Ekonomi Kreatif oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) pada Kamis, 7 November 2019 lalu. Tujuan dari dialog oleh Kadin Indonesia inipun untuk merumuskan pertumbuhan serta pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia aar mampu bersaing di tingkat nasional, regional, bahkan internasional. Didorong juga dengan hasil riset dari e-Conomy SEA 2019 yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain Company di mana pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara melaju pesat. Kesempatan inilah yang bisa dimanfaatkan melalui sektor ekonomi kreatif yang beriringan dengan pertumbuhan jumlah usia produktif di Indonesia (bonus demografi).

Saat ini, dari ke 16 potensi sektor ekonomi kreatif tersebut ada 3 subsektor yang menonjol dan paling banyak peminatnya, yaitu fesyen, kuliner, dan kriya. Ketiga subsektor tersebut menyumbang lebih dari 70% PDB ekraf. Bukan tak mungkin juga subsektor yang lain juga turut meningkat pertumbuhan ekonomi. Jadi, sudah saatnya bukan lagi hanya sekadar menjadi konsumen namun juga bisa menjadi kreator. Selamat berproses dalam kreativitas!
***



Rujukan & referensi tulisan:
- Ekonomi Kreatif: Permasalahan, Tantangan dan Prospeknya (umm.ac.id)
- Ada 16 subsektor ekonomi kreatif, apa sajakah itu? (elshinta.com)
- Dorong SDM Unggul, Kadin Indonesia Gelar Dialog Nasional Ekonomi Kreatif (hightlight.id)
- Mau Genjot Ekonomi Kreatif? Indonesia Butuh SDM Unggul (idntimes.com)
- Bincang Ekrafpreneur, Informasi Peluang Bisnis di Bidang Ekonomi Kreatif (bekraf.go.id)
- Soal Fokus 2020 ke Pembangunan SDM, Apa Kata Kadin? (bisnis.com)

48 komentar

  1. kalau melihat perkembangan zaman sekarang maka selain ilmu yang tebal, ide dan kreatifitas juga harus diasah dan terus dikembangkan. JAringan dan kerjasama juga jadi kunci sukses. jadi semua perlu diasah dan dikembangkan ya kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya semuanya memang harus diasah beriringan sehingga hasil dari kolaborasi yang tercipta akan luar biasaa

      Hapus
  2. ekonomi kreatif memang sudah seharusnya menjadi tonggak bagi ekonomi sebuah negara ya. Karena apa-apa sekarang sudah dimodernisasi dan digitalisasi. Dan ternyata bekraf punya banyak media untuk kita ikutan berpartisipasi ya? menarik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaps, sudah ada wadahnya kalau kita mau ngembangin. Aku sendiri antusias jadi salah satu pelakunya, karena kalau kreatif bawaanya hidup terus :D

      Hapus
  3. Bener banget sih mba, jaman sekarang menanamkan semangat enterpreneurship itu penting banget. Kalau bisa harus sudah dipupuk sejak dini ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyap, sifat-sifatnya yang bukan hanya mengandalkan kreatifitas namun juga resiliensi, nggak takut gagal, berani, itu sih yang penting menurutku meskipun nanti tetep butuh tim dalam perjalanannya

      Hapus
  4. Jangan hanya jadi penonton, tapi tunjukkan karya kreatif yang berdaya jual...
    Begitu ya mbak. Memang harus ulet, kreatif dan inovatif di zaman sekarang. gelar tak menjamin kompetensi. Masih banyak skripsi mahasiswa yang beli.

    BalasHapus
    Balasan
    1. AH IYAAA. Aku selama kuliah masih merasa kurang banget jikalau nanti menjadi lulusan, maka aku juga sedang melatih agar nggak biasa-biasa saja

      Hapus
  5. Saat masih kerja di penerbitan, saya semoat belajar sedikit tentang ekonomi kreatif karena perusahaan penerbitan merupakan salah satu jenis ekonomi kreatif yang terus dikembangkan apalagi sekarang zaman digital, persaingan semakin ketat dan membutuhkan banyak kreativitas ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyap benar sekali kak, sekarang kalau karya tulis juga nggak berhenti dalam bentuk buku cetak aja namun bisa diajukan menjaid visual kaya webseries

      Hapus
  6. Saat ini enterpreneur menjadi tulang punggung perekonomian, dan menjadi salah satu cara dalam mengurangi tingkat pengangguran. Yuk ah selalu tingkatkan kreativitas diri biar bisa lebih bermanfaat :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap bener banget, jadi bisa ngebantu banyak orang dengan membuka lapangan pekerjaan. Syaaap, aku juga lagi melatih diri nih kak

      Hapus
  7. Eh, disebut juga nama mantan kampusku, Universitas Muhammadiyah Surabaya, kampus sejuta inovasi. Hehe.
    Memang sih inovasi harus jadi budaya di era sekarang ini. Kreatif dan kolaboratif untuk mengembangkan ide. Semangat untuk berkarya ya, buat kita semua 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah iya kak, sejuta inovasi? Aku jadi ingin bertandang dan belajar di sana hihi. Mantaaap, yok semangat yok bisa berkarya

      Hapus
  8. Generasi muda saat ini terus di tuntut untuk bisa berkembang leih baik agar bangsa Indonesia bisa semakin maju ke arah lebih baik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau mau Indonesia Maju memang mau nggak mau harus memiliki SDM yang berkualitas sih ya kak, jadi memang masih menjadi tantangan mengenai mindset

      Hapus
  9. Wah memang ya, harusnya semua sadar dengan ini. Kita harus berbenah dan mulai tinggalkan kebiasaan dan doktrin lama, kita berbeda dengan orang orang sebelum kita. Semua punya jaman masing2

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena mengikuti perkembangan zaman juga sih, nggak bisa dong stuck di situ2 aja hehe

      Hapus
  10. Penting banget ni ilmunya, biar tetap bisa upgrade mengikuti perkembangan zaman, dan pastinya jiwa gak gampang goyah kalau dikasi cobaan dalam berusaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah bisa tuh, kan tangguh udah biasa nyoba hal baru udah biasa akrab sama gagal

      Hapus
  11. Di era sekarang, ekonomi kreatif sangat banyak manfaatnya. Masyarakat akan kembali aktif mencari sumber karya atau bahkan pendapatan dari sektor ini, mantap.

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener, bisa sekaligus buat ladang berkarya atau sekaligus menyalurkan hobi sih :)

      Hapus
  12. Aku setuju banget kreativitas itu sangat mendukung untuk membentuk enterpreneurship pada seseorang. Dan bangak juga telah terbukti

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dimulai dari hal yang paling kecil ya kak, nanti tinggal belajar yang sifatnya lebih ke teknis dan leadership skill :)

      Hapus
  13. Emang udah saatnya kawula muda membantu mendongkrak perekonomian nasional melalui ekonomi kreatif. Aku pun satu suara soal adaptasi modernisasi dan digitalisasi untuk membantu para pelakunya berkembang.

    Wah, ada lagi istilah baru writerpreneur..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apalagi skrg kan serba digital, informasi ketertarikan awalnya ya pasti dari internet ya kak

      Hapus
  14. Inovasi adalah kunci pembuka berbagai pintu peluang baru, kehadiran startup sesungguhnya membuat digitalisasi dalam bidang kehidupan kian dipermudah.
    Dompet digital, layanan digital, sampai konsultasi dan informasi digital memudahkan mpbilitas masyarakat perkotaan dan perdesaan yang terjangkau internet. Yang penting adalah provider menyediakan jaringan secara meluas ke seluruh wilayah Indonesia.
    Saya baru tahu soal Bekraf. Mbak hebat turut andil.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap benar, akses informasi yang menyeluruh ini yang juga masih menjadi PR apalagi di daerah pelosok. Ngerasain sendiri ey kalau di desa

      Hapus
  15. Saya suka banget klo baca tentang anak² muda berprestasi yg selalu semangat saling berkolaborasi satu sama lain utk memberdayakan diri. Yuk, betapa sesungguhnya banyak dari kalian yg mampu keluar dari zona generasi ambyar yg di sosmed statusnya pada baper melulu kwkwkwk....
    Semangatttt anak muda Indonesia. Kalian BISA..!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe sebenernya beberapa ambyar cuma konten, itu yang saya takjub. Yang bahaya itu malah nular beneran semacam ambyar dan rebahan berlebihannya. Hihi mari berkarya! :)

      Hapus
  16. Wah..keren kakaknya udah ada buku yang berhasil diterbitkan..

    Sepakat sama kutipannya..."Kita memasuki era di mana gelar tidak menjamin kompetensi, kita memasuki era di mana kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya."

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah buku bersama hihi. Membikin harapan baru ya dr Mas Nadiem, semoga sih ada kemajuan di pendidikan kita yang sudah lama diimpikan :)

      Hapus
  17. Saya setuju dengan kata-kata pendidikan formal tidak melahirkan kreatifitas. Meskipun sudah dibuat kurikulum sekalipun, masih sulit untuk menciptakan kreatifitas, apalagi mindset pelajar di Indonesia hanya mengejar nilai.

    Semangat buat menggali lebih dalam lagi tentang enterpreneurship mbaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal sudah ada smk yang seharusnya bisa menyiapkan lulusan yang siap kerja, nyatanya antara sma dan smk terjadi ketimpangan juga. Ini juga yang masih menjadi PR, hihi :D

      Hapus
  18. Setuju banget dengan pemaparannya mbak, sekarang yang dibutuhkan bukan hanya raport dengan nilai tinggi semua namun juga kreativitas yang lahir dari pribadi masing-masing, karena kita yakin setiap orang punya sesuatu yang bisa ditonjolkan. Dan pandai itu tak melulu nilai akademik. Semoga generasi milenial makin bersinar dan siap menggali ilmu enterpreneur dengan mengikuti perkembangan teknologi yang ada.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, pandai akademik juga baik untuk mengasah nalar kritis di kehidupan nyata. Namun jangan sampai juga kreatifitas mati dan hanya mengikuti alur perintah tanpa inisiatif ya kak :)

      Hapus
  19. Itu temannya yang pandai di akademik, kok bilangnya gitu ya. Kreativitas itu bukan merepotkan dan sama sekali enggak merepotkan, bahkan sangat penting di dalam dunia industri kerja saat ini.

    Semoga generasi penerus makin paham tentang ekonomi kreatif dan tidak melulu mengandalkan nilai akademik yang tinggi. Kalau bisa memang seimbang gitu ya, nilai bagus, dan kreatif juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin karena ngga berkecimpung di dunia kreatif jadi nggak tahu mba hehe :D yai, sekarang kalau kolaboratif makin seru dan kembermanfaatannya lebih luas sih

      Hapus
  20. Artikel yang sangat lengkap
    Aku setuju sama semua pemaparanmu, mbak. Kita sekarang berada di era yang membutuhkan kreativitas untuk bisa bersaing dan maju
    Itu temannya yang bilang kreatif gak penting pasti sekarang nyesel deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi kadang butuh bukti juga sih mbak, nggak bisa kan ramai2 bilang ayo ke ekraf tp blm ada bukti maupun hasil. Jadi lagi2 pendekatannya dari kita lagi nih, menarique :D

      Hapus
  21. Wah saya setuju kak, jiwa interpreneur memang sudah seharusnya ada pada anak muda sekarang, karena bekal IPK aja nggak cukup untuk terjun ke dunia kerja

    BalasHapus
    Balasan
    1. minimal antusiasnya ya, jadi terbuka pikirannya nggak cuma memikul pride saja :)

      Hapus
  22. Wahh dengan era yang sekarang ini, jiwa entrepreneur memang sangat di butuhkan.

    BalasHapus
  23. Duh tega yang ngomong begitu ya. Padahal kreativitas itu bisa diandalkan disaat saat getting. Contoh aku sudah bisa Bantu ibu Cari uang ya dari kreativitas. Dari jualan, dari ngajar dsbgi padahal dulu aku masih SMU. Dan ternyata Kebiasaan tsbt membuatku tetap punta penghasilan walau ga lagi kerja kantoran (skrg aku cuma IRT)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi mungkin melihatnya dari satu sisi kak, jadi kurang mengerti. Wah senang dong jadi IRT tapi kreatifitas tetap jalan sejak dahulu. Suka buat apa saja, mba fika?

      Hapus
  24. setuju,,, anak muda harusnya gak mikir dapat ijazah semata, tapi skill dan kemampuan khusus buat bertahan di luar sana nanti...

    industri kreatif bakal jadi momok ini di indonesia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa kan Kak Riin, jadi nggak kagetan juga karena sudah dibekali ibaratnya :)

      Hapus

Halo, terima kasih sudah berkunjung!^^ Mohon klik 'Notify Me/Beri Tahu Saya' utk mengetahui balasan komentar via email.